(Mohon maaf jika cerita tidak akurat dan lengkap, didengar dari narasumber seorang warga Slawi, yang setiap malam berjualan Ronde di bilangan Ruko Slawi).
Dahulu kala di sekitar Lebaksiu, tinggal seorang pencari ikan yang tinggal dengan istrinya di desa tepi sungai Gung. Suatu hari lelaki itu, yang dikenal dengan Pak Rumpung, seperti biasa pergi ke sungai Gung untuk mencari ikan. Hari itu belum banyak ikan di dapat. Ketika menyusuri sungai, ditemukan sebutir telur. Tidak diketahui itu telur apa. Dikiranya telur ayam yang mungkin secara tidak sengaja bertelur di tepi sungai.
Di bawa pulang telur itu, ketika sore harinya dengan gembira, karena selain mendapat ikan, dia mendapat pula sebutir telur Setibanya dirumah diceritakan tentang telur yang ditemukannya kepada istrinya, lalu dia meminta istrinya agar merebus telur untuk sarapan besok harinya.
Pagi harinya, sebelum mencari ikan, Pak Rumpung sarapan sendirian kartena istrinya telah lebih dulu berangkat ke sawah. Ketika sedang memakan telur tersebut, pak Rumpung teringat istrinya yang biasanya belum makan pagi. Karena itu, telur yang disajikan buat Pak Rumpung dimakan hanya separuh, dengan harapan istrinya juga bisa ikut menikmati telur tersebut.
Setelah sarapan, pencari ikan itu berangkat ke sungai Gung seperti biasa. Ketika sampai di sungai, dia merasakan perutnya mulas dan panas. Badannya juga merasa panas seperti dipanggang di terik matahari. Dia mencoba berlari dengan segera ke sungai untuk minum air karena rasa gerah dan panas dirasakannya. Sekali teguk, dua kali teguk, namun opanas yang dirasakan semakin tidak dapat ditahan, hingga akhirnya dia pingsan.
Ketika dia bangun dia merasa ada yang aneh pada dirinya, ternyata sebagian tubuhnya, mulai dari pinggang hingga ke kaki telah berubah menjadi seperti ekor ular yang panjang. Dia menangis, berteriak dan tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ketika menjelang sore pencari ikan yang telah berubah menjadi separuh ular itu tidak berani pulang ke rumah, dan hanya berdiam di tepi sungai dan mencari tempat yang nyaman. Ditemukanlah tempat yang cukup untuk tidurnya di daerah sekitar Kalibakung.
Ketika pagi harinya, dia merayap kembali menuju ke tempat dia biasanya mencari ikan. Ketika sampai di sana dia sangat terkejut, karena ditemuinya, istrinya, mengalami kejadian yang sama. Badan bagian bawah Nyi Rumpung juga berubah menjadi ekor ular.
Keduanya menangis bersama dan memohon ampun kepada Tuhan, meratapi nasib mereka. Mereka berharap bisa sembuh dan kembali seperti sedia kala.
Sampai sore hari dan hari-hari berikutnya, ekor ular di badan mereka tidak berubah juga, akhirnya mereka pasrah, dan menetap di sungai Gung di sekitar Kalibakung.
Oleh karena itu, oleh masyarakat tlatah Tegal, di daerah Kalibakung ini , disektar tanjakan Clirit terkenal dengan daerah tempat tinggal Ki Rumpung dan Nyi Rumpung.
Jika tanah di kalibakung bergerak, dipercaya jika Nyi Rumpung dan Ki Rumpung menggerakkan ekornya.
Beberapa kejadian waktu lalu sering terjadi sehingga tanah mengalami pergeseran dan jalan di daerah tersebut russak, patah dan bergeser.
Demikianlah legenda Kalibakung.
Mohon maaf jika penamaan Nyi Rumpung dan Ki Rumpung salah, karena penulis mendengar langsung dan lupa-lupa ingat.
Semoga bermanfaat.
Mengenai kajian logis dari tinjauan geologi, dapat dijelaskan oleh pakar-pakar yang berkenan menjelaskan.
Mengenai cerita ini ternyata ada cerita rakyat Tegal yang mirip, entah sebenarnya sama atau tidak. Namun versi satunya bernama :
Kisah mbah Gringsing
Dahulu kala ada sepasang suami Istri , beliau bekerja sebagai petani disekitar bukit sitanjung,.
Pagi itu sepasang suami istri tersebut sedang beraktifitas seperti biasanya, hingga kemudian sang istri menemukan sebuah telur misterius di sekitar sawah mereka. Lalu sang istri bertanya kepada suaminya ,telur apa ini. Itu seperti telur biawak mungkin. Telur itu pun dibawa pulang, lalu sang istri memasak terlur tersebut. Ketika waktu istirahat siang , sang istri membawakan masakan untuk suaminya, mereka menyantap makanan itu, dan sang istri memakan telur yang ia temukan tadi, dan tiba tiba ia merasa aneh, sang suami pun terkejut dan tidak memakan telur itu. kemudian bertanya kepada istrinya,apa yang terjadi. Pusing dan aneh jawabnya. Tiba tiba kulit sang istri berubah menjadi bersisik seperti ular, dan sekujur tubuhnya pun sudah terbalut sisik ular tidak lama kemudian. Sang suami pun kebingungan melihat apa yang terjadi, dan semenjak saat itu sang istri yang berubah menjadi ular disebut sebagai mbah gringsing, . Dan menjadi suatu pantangan bagi yang berkunjung ke Bukit Sitanjung menggunakan kain / Selendang bermotif Gringsing. Dan menjadi mitos sampai sekarang ini yang dituturkan oleh warga setempat.
Sumber: https://www.facebook.com/notes/tlatah-tegal-sejarah-budaya-dan-morfologi-kota/legenda-kalibakung-dan-lebaksiu/299418990173953/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.