×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat Bangkulu

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Bengkulu

Asal Daerah

Bengkulu

Legenda Danau Dendam Tak Sudah

Tanggal 24 Dec 2018 oleh Roro .

Pada zaman dahulu tersiarlah kisah muda-mudi yang saling jatuh cinta. Si gadis bernama Esi Marliani dan si perjaka sering dipanggil Buyung. Esi si gadis jelita bunga desa, Buyung pria tampan perkasa terkenal dengan keberaniannya. Kisah-kasih mereka sangat indah dan mempesona. Rasa cinta mereka ditunjukkan dengan ekspresi diri yang terkadang tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Seolah dunia ini hanya milik berdua.

Suatu hari di hamparan padang ilalang dan pohon-pohon cempedak yang sedang berbuah, mereka memadu kasih. Berdua bernyanyi dan bersenda gurau. Canda tawa membuat iri setiap orang yang melihatnya. Termasuk para hewan penghuni hutan, rusa, tupai, dan biawak menyaksikan pertunjukan kemesraan dua insan yang sedang kasmaran. Tak urung, mereka saling mengejar dan berkeliling mengitari pohon cempedak. Akar-akar pohon beringin pun tidak dapat mengingkari besarnya cinta mereka ketika tangan-tangan penuh kelembutan sang gadis dibarengi ketangkasan sang perjaka, memegang kuat akar-akar tersebut. Mereka berayun dan bergelantungan pada akar-akar sambil bersenandung penuh penghayatan.

Nasib tak untung di badan, kedua muda-mudi yang sedang jatuh cinta, tidak mendapat restu orang tua sang perjaka. Sang perjaka sudah dijodohkan dengan seorang gadis anak kepala suku dari kampung sebelah. Gadis tersebut tak kalah menarik dengan Esi. Orang-orang memanggilnya Si Upik Leha. Bahkan kecantikan Upik Leha yang luar biasa menjadi buah bibir semua warga kampung. Buyung pun tak berdaya ketika hatinya terpaut Upik Leha dan melupakan cinta Esi. Rasa kecewa dan sakit hati tak dapat dibendung oleh Esi. Betapa hancur dan remuk redam perasaannya menerima kenyataan sang pujaan hati berpaling darinya.

 

Musim kawin pun tiba. Kesepakatan orang tua Buyung dan Upik Leha sudah bulat. Mereka menyelenggarakan perhelatan besar untuk perkawinan anak-anaknya. Kedua mempelai diarak keliling kampung dan menjadi tontonan warga. Esi sangat terluka dan menjadi putus asa. Dia menangis sejadi-jadinya. Jeritan tangisnya seperti lolongan anjing hutan di tengah malam. Tidak hanya manusia yang merasa iba, hewan-hewan pun turut berduka dan seolah merasakan kepedihan Esi. Burung, bebek, dan kucing pun tak kuasa menahan air mata.

Rasa sakit hati Esi berubah menjadi dendam yang membara terhadap Buyung. Derai tangisnya tidak berhenti dan mengalirkan air mata seperti air bah. Semakin lama semakin membesar dan menerjang seisi kampung. Arak-arakan kedua mempelai tak luput dari amukan air bah. Kedatangan air bah ini sangat tidak masuk akal. Seluruh kampung kebanjiran, seluruh warga dan kedua mempelai pun menjadi korban bencana tiba-tiba tersebut. Tidak ada yang selamat. Semua tenggelam dalam banjir besar itu. Linangan air mata Esi kemudian membentuk sebuah danau. Di kemudian hari danau tersebut dikenal dengan sebutan "Danau Dendam Tak Sudah". Pada akhirnya Esi pun tak bisa selamat, tenggelam bersama semua warga kampung.

Diceritakan bahwa kedua mempelai korban banjir air mata Esi berubah menjadi sepasang ular tikar. Kadang-kadang mereka menampakkan diri dari kejauhan. Sementara itu terlihat Esi pun muncul bersama mereka. Kedua kaki Esi berdiri menginjak sepasang ular tikar tersebut. Kaki kiri menginjak ular tikar betina, sedangkan kaki kanan menginjak ular tikar jantan.

Pesan moral dari cerita dongeng yang pendek adalah takdir tidak dapat dipungkiri. Manusia harus menerima takdir hidup yang telah digariskan sang Ilahi. Tidak ada yang dapat mencegah ketika Sang Maha Kuasa mengubah sesuatu di luar nalar kita sebagai manusia. Kita juga hendaknya menyingkirkan sifat-sifat buruk seperti dendam, karena akan membuat celaka orang banyak termasuk dirinya sendiri.

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...