Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sumatera Barat Sawahlunto
Legenda Batu Puti
- 15 Mei 2018

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang gadis cantik di sebuah negeri yang bernama negeri Kubang. Puti, begitu orang kampung memanggilnya. Panggilan itu dikarenakan oleh kecantikannya yang sangat memesona. Puti hidup berdua saja dengan ibunya yang sudah renta. Ayahnya sudah lama meninggal dunia. Sejak ayahnya tiada, ibunyalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ia seorang diri membesarkan Puti hingga Puti tumbuh menjadi gadis cantik yang memesona.

Ketika usia Puti sudah menginjak dewasa, ibunya menikahkan Puti dengan seorang pemuda. Pemuda itu merupakan pilihan Puti sendiri. Setelah berkeluarga, Puti dan suaminya tetap tinggal di rumah ibunya. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, bahkan sudah satu tahun lebih lamanya, si Puti bersama suaminya tetap tinggal di gubug ibunya. Sampai akhirnya, Puti melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.

Walaupun Puti sudah membina rumah tangga, ibunya tetap menjadi tulang punggung untuk mencari nafkah. Suami Puti tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Kadang-kadang saja ia pergi bekerja. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain layang-layang, mengadu balam, dan menyabung ayam.  Suami Puti sungguh laki-laki yang pemalas. Setiap kali ibu Puti menyuruhnya bekerja, ia selalu menolak dan mencari alasan bahwa ia belum menemukan pekerjaan yang tepat. Setiap hari, ibu Puti tidak pernah bosan mengingatkan suami Puti untuk bekerja. Akan tetapi, ia selalu menolak dengan berbagai alasan. “Nak, carilah pekerjaan yang tetap. Sekarang engkau sudah memiliki istri dan anak. Tugas dan tanggung jawabmulah untuk menghidupi mereka. Ibu sudah tua. Rasanya ibu sudah tidak kuat lagi untuk menghidupi kalian semua”, bagitu selalu ibu Puti menasihati menantunya. Akan tetapi, suami Puti selalu menjawab, “Ah..ibu ini cerewet sekali. Aku sudah berusaha mencari pekerjaan. Tetapi, tidak ada satu pun yang cocok denganku, Ibu. Nantilah, kapan-kapan aku akan cari pekerjaan”.

Kondisi itu membuat ibu Puti harus bekerja lebih giat lagi untuk mencari nafkah bagi dirinya dan juga keluarga Puti. Setiap hari, dari pagi hingga sore, ia harus pergi ke ladang. Tinggallah si Puti dan anaknya di rumah. Akan tetapi, Puti sering merasa bosan tinggal di rumah tua itu. Ia lebih suka mengikuti suaminya bermain. Ia juga tidak mau membantu ibunya mencari nafkah ataupun membantu pekerjaan rumah tangga lainnya di rumah.

Setelah anak Puti semakin besar, ia dan suaminya belum juga terlihat memiliki keinginan untuk membina rumah tangga yang mandiri tanpa menjadi beban bagi orang tuanya. Ibunya merasa kasihan dengan cucunya. Ia semakin tua. Tubuhnya pun juga sudah mulai renta. Ia sering merasa lelah ketika mencari nafkah untuknya dan keluarga anaknya. Kehidupan ini terlihat semakin berat karena badan terasa sudah semakin uzur juga. Ibu Puti sering memberi nasihat pada Puti dan suaminya supaya jangan menghabiskan hari-harinya dengan kegiatan yang tidak bermanfaat. Namun, apa yang dikatakan oleh ibunya seakan tidak didengar oleh mereka. Mereka tetap bermain dan menghabiskan waktunya dengan kegiatan yang tidak bermanfaat.

Sebetulnya, ibu si Puti tidak setuju Puti menikah dengan suaminya itu. Akan tetapi, Puti tetap bersikeras untuk manikah dengan laki-laki pilihannya itu. Pernah suatu ketika, ibu si Puti mengusir menantunya itu. Namun, si Puti marah kepada ibunya. Ibunya tidak dapat berbuat banyak. Karena rasa keibuannya dan kasih kapada anak dan cucunya, ia tetap bekerja untuk menghidupi keluarga anaknya.

Setiap pulang dari ladang, ibu si Puti selalu mendapati rumah dalam keadaan kosong.  Rumah itu juga selalu berantakan. Si Puti, anak, dan suminya entah berada di mana. Mereka mungkin sedang berada di suatu tempat, sedang bermain layangan atau sedang menyabung ayam. Puti tidak pernah membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah. Ibunya lah yang mengerjakan semua pekerjaan itu sehabis pulang dari ladang. Ibu si Puti selalu menasihati anaknya. Akan tetapi, si Puti selalu membantah. “Anakku Puti, ibumu ini sudah sangat lelah bekerja di ladang. Apa salahnya jika engkau membantu ibu mengerjakan pekarjaan di rumah ini. Ibu pasti sangat senang jika engkau mau membantu Ibu”. Si Puti selalu menjawab, “Aku tidak bisa membantu Ibu. Aku harus selalu menemani suamiku. Jika tidak ditemani, ia akan marah kepadaku. Ibu saja yang mengerjakan semua pekerjaan itu”. Ibunya hanya bisa mengurut dada mendengar jawaban anaknya. Kondisi itu semakin diperparah dengan sikap suami si Puti yang juga tidak santun pada mertuanya.

Suatu hari, seperti biasa Ibu si Puti  pergi ke ladang. Setelah dari ladang, ia pergi ke pasar untuk menjual hasil ladangnya itu. Hari itu, jualan yang dibawa ke pasar tidak laku semua sehingga harus dibawa kembali ke rumah. Sesampai di rumah si Puti tidak ada di rumah, begitu juga suaminya. Rumah pun sangat berantakan. Keletihan ibunya makin menjadi karena makanan yang sudah disiapkannya dari tadi pagi sudah dihabiskan oleh anak dan menantunya.

 Akhirnya, Puti dan suaminya pulang juga. Pada saat itu ibunya menasihati anak dan menantunya itu. “Puti, anakku, mengapa engkau mengikuti suamimu untuk mengadu balam itu. Seharusnya engkau bisa mengurusi rumah dan memasak,“ katanya sambil menghidupkan api untuk memasak. Akan tetapi, apa yang terjadi kemudian. Puti malah membentak ibunya. “Ibu tidak perlu mengurusi kami!” sambil berlalu dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan ibunya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan tidak sopan oleh anaknya, ibu si Puti sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Puti mengusir anak dan menantunya itu dan mengacungkan tangannya sambil berkata, “Pergi dari rumahku ini! Nan ka manjadi batulah kalian!!!”

Kemudian, si Puti bersama suami dan anaknya pergi menuju sebuah bukit batu di daerah gunung. Mereka  istirahat di sana beberapa saat. Tidak berapa lama kemudian angin berhembus dengan kencang. Hujan dan halilintar datang sambar menyambar di tempat si Puti dan keluarganya berhenti. Setelah itu, tubuh si Puti yang menggendong anaknya sambil memegang payung dan suaminya perlahan menjadi kaku. Lama kelamaan, akhirnya, mereka menjadi batu. Batu itu menyerupai orang yang saling berjejer di daerah bukit batu yang kemudian dinamakan Batu Puti.

 

 

Sumber:

Diubah suai oleh Arriyanti dari berbagai sumber

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline