Legenda Batu Kuyung merupakan cerita rakyat dari daerah Bengkulu. Legenda ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga di dusun Tanjung Meranti, Bengkulu. Sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri dengan dua orang anak. Anak sulung mereka laki-laki bernama Dimun. Sedangkan si bungsu seorang anak perempuan bernama Meterei.
Kedua orang tua Dimun dan Meterei sangat sibuk bekerja sampai-sampai tidak sempat mendidik anak-anak mereka. Mereka mencari nafkah dengan cara bertani, mencari ikan, dan membuat kerajinan seperti bubu, baronang, serta bakul untuk mereka jual di pasar. Karena kesibukan mereka, sebagai akibatnya, Dimun dan Meterei tumbuh menjadi anak dengan perangai buruk. Kedua anak mereka sering berkata-kata kasar, mencemooh orang lain, dan sangat nakal.
Pada suatu hari, suami istri itu tengah sibuk bekerja membuat berbagai kerajinan tangan untuk dijual ke pasar. Saking sibuknya, mereka tidak sempat memasak makanan untuk anak-anak mereka. Tidak lama kemudian Dimun dan Meterei mulai merasa lapar. Mereka merengek-rengek meminta makanan pada kedua orang tua mereka. Tapi kedua orang tua mereka nampak tidak perduli dengan rengekan mereka. Karena merasa kesal tidak diperdulikan, keduanya lantas merusak barang-barang kerajinan buatan orang tua mereka. Mereka menendang, membanting bubu dan baronang sambil berteriak-teriak. Meterei bahkan menangis karena sudah sangat merasa lapar.
Kedua orang tua mereka sangat kesal dengan tingkah laku anaknya. Mereka mengambil barang-barang yang dirusak anaknya kemudian mereka perbaiki.
“Ibu, beri kami makanan! Kami belum makan dari pagi!” kata Dimun dan Meterei pada ibunya.
“Mintalah makanan pada ayahmu sana!” jawab ibunya ketus.
“Ayah, beri kami makanan! Kami sudah sangat kelaparan!” kata Dimun dan Meterei pada ayahnya.
“Ayah sedang sibuk! Pergi sana minta makanan pada ibu kalian!” bentak ayahnya.
Dimun dan Meterei kembali kepada ibunya merengek-rengek minta makanan. Lagi-lagi ibunya menyuruh mereka meminta makanan pada ayah mereka. Begitu juga sebaliknya. Karena merasa marah, Dimun dan Meterei akhirnya pergi menuju kebun di belakang rumah. Kemudian mereka duduk diatas sebuah batu besar. Batu tersebut mereka beri nama Batu Kuyung. Untuk menghilangkan kesedihan dan rasa lapar, keduanya mendendangkan sebuah lagu sedih. Dalam dendangnya, mereka meminta Batu Kuyung untuk membawa mereka terbang tinggi jauh dari orang tua mereka.
Ajaib, setelah berhenti mendendangkan lagu, Batu Kuyung tersebut mendadak bertambah tinggi. Dimun dan Meterei merasa heran dengan kejadian tersebut. Mereka kemudian kembali berdendang, meminta Batu Kuyung membawa mereka terbang tinggi. Setelah berhenti berdendang, Batu Kuyung tersebut kembali bertambah tinggi dan begitu seterusnya. Dimun dan Meterei merasa sangat senang karena Batu Kuyung telah lebih tinggi dari semua pepohonan di dusun Tanjung Meranti. Mereka sangat senang karena bisa memandang daerah sangat luas dari ketinggian. Rasa lapar mereka perlahan menghilang. Mereka berdua terus berdendang karena ingin pergi ke tempat lebih tinggi.
Sementara itu kedua orang tua mereka telah selesai bekerja dan juga telah memasak makanan untuk anak-anak. Mereka tersadar bahwa Dimun dan Meterei tidak ada di dalam rumah. Mereka memanggil-manggil anak mereka untuk pulang dan makan. “Dimun! Meterei! Dimana kalian? Ayo pulang kita makan bersama.” kata ibu mereka. Tapi tidak ada jawaban dari kedua anak mereka.
Mereka kemudian segera pergi keluar untuk mencari anak mereka. Betapa terkejutnya mereka mendapati Batu Kuyung di kebun telah berubah menjadi sangat tinggi. Sayup-sayup terdengar suara Dimun dan Meterei di atas Batu Kuyung tersebut. “Dimun! Meterei! Turunlah! Ayo pulang kita makan bersama!” keduanya berteriak meminta anak-anaknya turun. Mereka berdua merasa sangat khawatir dan menyesal karena telah menyia-nyiakan anak mereka.
Ayah Dimun dan Meterei kemudian mengambil kapak di dalam rumah kemudian berusaha menebang Batu Kuyung namun tidak berhasil.
Namun Dimun dan Meterei tidak memperdulikan panggilan kedua orang tuanya. Mereka terus berdendang dan Batu Kuyung terus bertambah tinggi. Sampai akhirnya Batu Kuyung mencapai langit. Begitu menyentuh langit, Dimun dan Meterei menghilang tanpa bekas. Setelah Dimun dan Meterei menghilang, Batu Kuyung tersebut roboh dengan menimbulkan suara sangat keras. Batu Kuyung tinggi tersebut roboh menimpa rumah Dimun dan Meterei hingga hancur. Kedua orang tua mereka pun tertimpa Batu Kuyung tersebut hingga keduanya tewas seketika.
2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.