Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Timur Pasuruan
Legenda Banyubiru
- 11 Juli 2018

Para pedagang yang banyak datang dari Semenanjung Arab banyak menimbulkan perubahan dan peradaban baru di tanah air kita khususnya kerajaan Majapahit pada waktu itu. Agama Islam yang di bawah serta cepat sekali meresap di hati rakyat terutama rakyat kecil yang pada mulanya selalu hidup dalam lingkungan kasta dan perbedaan sosial lainya. Pelan tapi pasti kerajaan Majapahit yang dulu di bangun dengan menelan korban harta dan jiwa mulai memudar cahayanya.

Selain disebabkan oleh pengaruh agama Islam terdapat pula faktor lain yang mempercepat keruntuhanya yaitu terpecah belahnya persatuan diantara para pemimpinya. Kerajaan Demak Bintara yang dipimpin oleh salah seorang perwira Majapahit yang telah memeluk agama Islam yaitu Raden Patah lambat laun menampakan kewibawaan nya.

Majapahit hancur berantakan, sebagian besar rakyatnya ikut memeluk agama baru dan sebagaian kecil lainya yang tetap memeluk agama nenek moyangnya. Mereka banyak yang melarikan diri ke daerah lain.

Tempat lainya yang menjadi daerah pelarianya yaitu di sebelah selatan kabupaten Pasuruan, sekarang orang mengenalnya dengan daerah Tengger.

Diantara sekian banyak pelarian dari Majapahit itu terdapat dua orang bekas prajurit Majapahit yang terdampar disebuah hutan yang sekarang lebih terkenal dengan nama desa Sumberejo, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan. Dua orang itu masing-masing bernama KEBUT dan TOMBRO.

Hutan itu mereka babat untuk di jadikan daerah pemukiman baru. Oleh karena pada saat itu banyak sekali tumbuh pohon pinang maka daerah baru itu lebih terkenal dengan nama jambean ( Jambe = pinang , Jawa ).

Sampai sekarang nama jambean masih ada dan menjadi salah satu pedukuhan desa Sumberejo. Dua orang bekas prajurit itu hidup dengan tenang dan untuk makanya sehari-hari mereka mengelola tanah. Selain hidup bertani Kebut juga membuka bengkel pandai besi. Sejak dulu dia memang terkenal sebagai empu yang mahir dalam membuat keris dan senjata tajam lainya. Barang peninggalan yang berupa paron masih dapat disaksikan dan terletak di sebelah makamnya yang terdapat didalam Banyubiru. Sedangkan Tombro hanya bertani saja tapi namanya lebih menonjol dari pada Kebut.

Pada suatu hari kerbau peliharaan Tombro dilepas dari kandangnya. Sebagaimana kebiasaan setiap hari. Kedua ekor kerbau itu mencari makan sendiri tanpa ditemani oleh tuanya maupun gembala yang seharusnya mengawasinya.

Begitulah kebiasaannya kalau kebetulan binatang-binatang itu tidak di pekerjakan di sawah. Sore harinya pulang sendiri ke kandang yang berdiri di belakang rumah pemiliknya. Tapi  pada hari itu  ketika Tombro  hendak menutup pintu  kandang  ternyata tidak melihat batang hidungnya kerbau-kerbaunya. Bergegaslah dia berangkat mencari ke hutan yang berada disekitar desanya. Tidak begitu sulit mencarinya sebab dia melacak berdasarkan telapak kaki-kaki kerbaunya. Ternyata kedua ekor kerbau itu sedang asyik berkubang di sebuah kolam kecil yang tidak pernah di pelihara. Tombro berteriak-teriak agar hewan peliharannya itu bangkit dan pulang ke kandang.

Rupanya kerbau-kerbau itu tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya Tombro mendekat dan Tombro agak terkejut sebab kerbau-kerbau itu ternyata telah terperangkap dalam lumpur. Segera dipetiknya empat daun keladi yang banyak tumbuh disekitarnya. Keempat daun itu dia hamparkan di depan kedua ekor kerbau itu. Sekali lagi Tombro membentaknya.

Tampak kedua ekor kerbau itu bergerak dan ujung kakinya menggapai dau keladi lalu tiba-tiba bangkit dan keluar dari kubangan. Hewan-hewan itu lari terbirit-birit pulang ke kandangnya.

Sepeninggal hewan-hewan peliharaanya Tombro berdiri sejenak di pinggir kolam itu. Dipandangannya kolam itu dan kini dia tidak lagi menyaksikan Lumpur yang keruh tepi sebuah kolam yang penuh air yang jernih sehingga dasarnya yang berpasir itu kelihatan nyata. Bahkan disela-sela ranting yang berada di dasar kolam tampak dua ekor ikan sengkaring sedang asyik berenang kian kemari. Menurut yang empunya cerita kedua ekor ikan itu lambat laun berkembang biak hingga sekarang. Pengunjung pemandian yang kebetulan datang dapat menyaksikan ikan-ikan itu, jumlahnya telah berlipat ganda dan berenang kian kemari seolah-olah berlomba dengan para pengunjung pemandian yang sedang mandi. Dari jernihnya air dasar pasir kelihatan sehingga airnya kelihatan biru.

Dengan ditemukannya kolam ajaib itu maka penduduk Jambean banyak datang menyaksikannya. Sejak itu penduduk memeliharanya dengan baik. Tiap hari orang-orang mandi di kolam itu dan kolam tersebut dinamakan banyubiru.

Kabar tentang ditemukannya kolam aneh itu sempat terdengar oleh Bupati Pasuruan yang bernama Raden Adipati Nitiningrat. Bersama-sama seorang pembesar Belanda yang bernama P.W.HOPLAN (Sesuai dengan prasasti yang tertulis dengan huruf jawa) kedua orang itu ikut pula menyaksikannya.

Kolam itu kemudian dibangun oleh Pemerintah Belanda dengan nama telaga wilis. Telaga ini dibangun terus oleh orang-orang Belanda dijadikan pemandian umum. Untuk memperindah pemandian ini dibuat taman-taman bunga dan dilengkapi dengan berjenis-jenis patung yang diambil dari Singosari.

Selain memelihara kerbau Tombro juga memelihara kera. Setelah wafat pak Tombro dimakamkan didekat pemandian dan kera-kera itu berkembang biak hingga beratus-ratus ekor. Pada waktu pendudukan jepang kera-kera itu habis ditembaki dan sisanya menyingkir ke hutan di dekat desa Umbulan yang terkenal dengan sumber air minumnya.

Sedangkan cerita pak Kebut tidak banyak dibicarakan  orang  karena  dia hanya menekuni pekerjaannya sebagai pembuat alat pertanian. Dia dimakamkan berjajar dengan makam istrinya yang bernama mbok Kainah. Dipinggir kolam renang kolam renang lama disebelah utara tiap hari jum’at orang-orang Tosari banyak berziarah ke makam tersebut. Menurut yang empunya cerita setiap ada orang yang berusaha memindahkan paron yang berada di dekat makamnya maka keesokan harinya paron itu akan kembali lagi ke tempat asalnya.

Kira-kira pada tahun 1980 patung-patung yang banyak bersejarah di taman-taman pemandian itu dikumpulkan disatu tempat dan dilindungi oleh seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan. Tempat itu berada di dalam kompleks pemandian yang sekarang lebih terkenal dengan nama Banyubiru.
Patung-patung itu terdiri dari 11 buah antara lain :
1. 2 volkaring dari Pemda Kabupaten Pasuruan dengan bahasa Belanda bertahun 1921.
2. 1 Prasasti bahasa dan huruf Jawa tahun 1847.
3. 1 Patung Betara Siwa dengan membawa senjata trisula.
4. 1 Patung Ganesha.
5. 1 Patung dua ekor naga berbelit dan lain-lainnya yang kami sendiri tidak bisa menyebutnya.

Prasasti yang tertulis di atas batu pualam dengan huruf jawa itu berbunyi :

Telaga Wilis
Rinangga Winangun arja, dening tuwan P.W. Hoplan minulya tuadhani prasamya nalika panjenengane Kanjeng Raden Adipati Nitiadi ningrat sinengkalan “Wisayaning pandhita kaloking rat”. utawi tahun welandi 1847.


@@@@@@@@@@@
Cerita di atas berdasarkan penuturan orang sumber bernama :
Pak Kasan yang bertempat tinggal di dukuh Jambean, Sumberejo Kecamatan Winongan.
Menurut dia adalah keturunan keempat dari cikal bakal kolam tersebut.

 

Sumber: http://www.pasuruankab.go.id/cerita-38-legenda-banyubiru.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline