LEGENDA PETILASAN DUSUN KLABANG
Narasumber : Bapak Djundjung-Tokoh masyarakat
Dusun Klabang terletak di Kabupaten Tuban , Provinsi Jawa Timur. Di daerah ini terdapat petilasan mengenai asal usul dusun tersebut yang melegenda di masyarakat. Seiring dengan berkembangnya cerita rakyat tersebut meninggalakan jejak budaya di lingkungan masyarakat sekitar hingga kini.
Pada zaman dahulu hiduplah seorang penggembala yang bernama Kekures. Setiap hari Kekures menggembala kambing-kambingnya di wilayah Punden. Masyarakat sekitar menganggap Punden tersebut sebagai “sarang siluman ular”. Walaupun Kekures sudah mengetahui mitos tersebut, Kekures tetap menggembala kambing-kambingnya di wilayah Punden. Alasannya, rumput di sana sangat subur, ternaknya tumbuh dengan sehat dan menghasilkan susu yang banyak.
Menurut mitos yang berkembang di masyarakat, Ontobugo adalah nama dari siluman ular tersebut. Punden menjadi sangat dikeramatkan oleh kehadirannya, terlihat angker dan gelap dengan tanaman bambu yang mengelilinginya.
“Siang yang panas.Tampaknya tidur sebentar bisa membuat tenagaku pulih.”
Kekures memutuskan untuk tidur siang di bawah pohon bambu.
Dalam tidurnya ia mendapatkan mimpi dengan “wasiat” di dalamnya. Dalam mimpi itu, Kekures ditemui dengan sosok ular yang sangat besar.
“Berikan aku sesajen, kau yang selalu mengambil rumputku. Sajikan susu kambing terbaik dari ternakmu. Kalau kau ingin mendapatkan harta yang berlebih, lakukanlah apa yang aku perintahkan. Jangan kira ini hanya mimpi!”
Bisikan itu membuat Kekures terperanjat dan terbangun.
Karena merasa mimpi itu merupakan “pesan” dari penguasa Punden. Maka, keesokan harinya Kekures membawa satu jon¹ susu dari kambing tergemuk yang dia miliki. Bersama dengan hal tersebut Kekures masih menggembala kambing-kambingnya di Punden.
Kali ini Kekures juga merasakan rasa kantuk yang besar, hingga kembali tertidur di bawah rindangnya pohon bambu.
“Terima kasih telah membawakan apa yang aku inginkan. Semoga apa yang aku berikan kepadamu mampu membuat kamu senang!” Ontobugo menampakkan dirinya.
Kekures memang tertidur, tapi kenyataannya siluman ular itu datng dengan wujud aslinya. Datang menemui Kekures yang terlelap dan membangunkannya.
“Siapa engkau yang membangunkanku?”
“Aku Ontobugo yang menjanjikan harta kepadamu. Ambillah sisik di tubuhku, itu hadiah untukmu. Terima kasih atas sesajen yang engkau berikan kepadaku. Kai lain jika engkau ingin lebih banyak harta yang aku berikan harta kepadamu, berikan sesajen yang lebih banyak kepadaku.”
Setiap harinya Kekures rajin memberikan sesajen kepada Ontobugo. Harta dan kakayaan Kekures kian hari makin semakin banyak. Kambing-kambing peliharaan Kekures tumbuh makin gemuk dan berkembang biak semakin banyak.
Namun sayang, Kekures memiliki anak yang malas bekerja. Bambang Durjana, sesuai dengan namanya yang selalu berperilaku buruk kepada setiap orang di Binangun. Bambang Durjana menghabiskan hari-harinya hanya dengan berjudi, wanita, dan minum-minuman keras.. Wajar jika setiap hari Kekures selalu memarahi Bambang. Tiada hari tanpa berjudi, tiada hari tanpa minum-minuman keras.
Bambang Durjana selalu meminta harta ayahnya untuk berjudi. Walaupun harta itu tidak cepat habis karena bantuan Ontobugo, ayah Bambang Durjana semakin geram dengan kelakuannya. Hingga suatu hari muncul ide untuk menikahkan bambang dengan seorang wanita. Pikirnya, dengan pernikahan itu perilaku anaknya akan semakin membaik karena sudah ada yang “mengurus” anaknya.
“Menikahlah engakau dengan seorang wanita!”
“Kalau aah menjanjikanku harta aku bersedia.”
“Tentu saja.”
“Kalau seperti itu, maka menikahlah aku dengan seorang wanita yang lewat di depan kita!”
Saat itu juga, wanita pertama yang sedang berjualan di depan mereka segera dibujuk Kekures untuk menikah dengan Bambang Durjana. Namun wanita tersebut sedang mengandung anak dari seorang lelaki.
Karena dengan paksaan yang besar dan tidak ada pilihan untuk wanita lain. Akhirnya Bambang Durjana menikahi wanita tersebut.
“Menikahlah denganku!”
Wanita tersebut bersedia menikahi Bambang Durjana, asalkan dia bersedia untuk mengakui anak yang dikandungnya.
Pernikahan pun berlangsung, Bambang Durjana menikahi wanita tersebut. Hingga anak mereka lahir dan dibesarkan bersama.
Suatu hari, Kekures seperti biasanya membawa sesajen dengan lengkap. Namun, kali ini Ontobugo menginginkan “tumbal” yang lain. Cucu Kekures yang tidak laina adalah anak dari Bambang Durjana harus dikorbankan. Kekures yang tidak inin mengorbankan cucunya akhirnya meminta pertolongan kepada Bathara Guru. Bathara Guru yang mengetahui hal tersebutmembawa anak Bambang Durjana ke daerah yang aman. Cucu Kekures yang dibesarkan oleh seorang dewa menjadi anak yang tangguh dan semangat dalam berperang. Hingga suatu ketika saat mereka berperang, anak tersebut memanjat saka/tiang sebagi strategi berperang. Hingga mereka menyebutnya sebagai “Ajisaka”.
Konon menurut legenda tanah Jawa. Ajisaka berperan dalam memberantas segala bentuk kekejaman termasuk cerita yang terkenal mengenai perkelahiannya dengan Prabu Dewata Cengkar.
***
Pernikahan Bambang dengan wanita yang didapatkan dari sumpahnya tidak membawa perubahan yang besar terhadap dirinya. Suatu hari Kekures berniat untuk mengetahui sumber kekayaan yang dimiliki ayahnya. Hingga Bambang mengikuti ayahnya menuju Punden untuk membawa sesajen. Kali ini Kekures hanya membawa satu jon susu kambingnya. Konon Kekures mengetahui Ontobugo dengan mengatakan bahwa cucunya telah hilang.
Bambang Durjana akhirnya mengetahui cara ayahnya memperoleh kekayaan yaitu dengan memberikan sesajen pada siluman ular. Karena rasa penasarannya itu, Bambang memiliki ide jahat untuk membunuh Ontobugo karena Bambang percaya bahwa di dalam Ontobugo terdapat banyak emas dan harta.
Konon kala itu, Bambang dengan membawa pisau yang besar bersiap untuk membunuh Ontobugo.
“Apa yang engkau inginkan?”
“Aku ingin meminta hartamu.”
“Kalau itu yang engkau inginkan, mana sesajen yang dititipkan ayahmu?”
“Aku tak membawanya. Aku haya ingin harta yang lebih banyak. Aku ingin membunuhmu! Mengambil emasmu!”
Bambang Durjana gagal untuk membunuh Ontobugo dan malangnya ia yang terbunuh. Kekures yang mengetahui hal tersebut, sagat sedih dan murka. Kini bukan harta yang dia inginkan, melainkan balas dendam dengan cara membunuh Ontobugo.
Kekures meminta bantuan untuk mebunuh Ontobugo kepada Bathara Guru. Namun jawaban Bathara Guru adalah Ajisaka, sang cucu yang sudah lama tidak kembali. Konon, atas perintah Bathara Guru, Ajisaka segera menemui kakeknya yaitu Kekures.
“Cucuku!”
“Kakek”
“Bantulah kakek untuk membalaskan dendam kepada Ontobugo!”
Ajisaka menuruti apa yang diinginkan kakeknya, maka atas dasar tersebut Ajisaka menuju ke Punden Ontobugo.
Konon dengan stategi peperangannya, Ajisaka berhasil membunuh Ontobugo. Tubuh Ontobugo yang melilit pohon klampis² telah memudahkan Ajisaka untuk membunuhnya. Darah merah yang segar dan tubuh Ontobugo telah membuat Pohon Klampis tersebut berwarna kemerahan.
Dalam bahasa jawa disebut dengan wit klampis sing rupane abang.
Konon dari cerita tersebut, berkembanglah daerah tersebut dengan nma “Klabang”. Atau dikenal dengan “klampis abang.”
Perlu diketahui bahwa keberadaan Punden Ontobugo masih dikeramatkan oleh penduduk sekitar dan siluman ular yang dimaksud tetap menjaga Punden tesrebut.
TAMAT
#OSKMITB2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja