|
|
|
|
Kulit Bia #DaftarSB19 Tanggal 28 Feb 2019 oleh Nabilah . |
KULIT BIA merupakan alat transaksi dalam kehidupan orang Moni atau Suku Moni yang terus ada dan dipergunakan dalam politik tradisional. Suku Moni sendiri merupakan suku terbesar di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua. Sejak dahulu hingga saat ini kulit bia masih dapat digunakan oleh suku Moni sebagai alat pembayaran maskawin, untuk keperluan hidupnya. Kulit bia tidak hanya digunakan oleh suku Moni sebagai alat pembayaran alat kuno selain uang yang digunakan sebagai alat pembayaran alat modern. Tidak diketahui secara pasti tentang asal-usul kulit bia yang sudah sedang dan akan digunakan oleh suku Moni tersebut. Karena kulit bia hanya terdapat di daerah pesisir pantai. Anehnya dipengunungan terdapat kulit bia yang tak terhitung jumlahnya.
Kulit bia yang dimaksud itu pun ada keterbatasannya. Dan juga dalam budaya orang migani kulit bia itu sendiri ada tingkatan dan juga ada nama tersendiri. Yakni nama-nama kulit bia itu yang lebih besar nilainya beda juga dengan kulit bia yang tak ada nilai sama-sekali. Nama kulit bia dengan harga satu Miliyar yaitu disebut dengan Mbujumaga & Nangga baga.
Sistem pembayaran dalam suku Moni selalu dipatokan dengan cara pembayaran ibu dari anak perempuan yang hendak mau diminta atau dituntut oleh pihak perempuan, berapa besar tingkatan tetap ditentukan oleh pihak perempuan. Sehingga pihak laki-laki mau dan tidak mau harus memberikan / membayar apa yang menjadi tuntutan dari pihak perempuan.
Sistem di atas sudah dianggap sudah menjadi ketentuan umum yang berlaku dalam kehidupan budaya suku migani atau suku moni. Cara membayarnya itu ikut sesuai dengan "tubuh manusia" bukan beli manusianya tetapi cara membayarnya hampir mirip dengan tubuh manusia.
Tingkatan nilai kulit bia yang digunakan untuk menbayar itu pun tergantung pada ketentuan dari pihak perempuan. Sampai saat ini dalam kehidupan suku Moni tingkat nilai kulit bia mencapai dua belas (12) tingkat. Dua belas tingkat sama sama dengan nilai uang seratus juta dan seterusnya sampai tingkat yang paling rendah dengan senilai Rp.100.000 dan lainnya dapat disesuaikan dengan ketentuan dan kesepakatan.
Orang Moni/Migani yang memiliki kulit bia banyak gampang sekali menindas kaum lemah dengan cara monopoli kekayan orang lemah dengan janji-janji palsu. Jika janjinya tidak terpenuhi berarti akan terjadi perang dengan orang yang pernah membuat perjanjian palsu untuk menganti rugi. Jika hal tersebut tidak terpenuhi berarti akan muncul perang. Perang adalah salah satu cara yang paling terbaik untuk mencari solusi untuk menyelesaikannya. Namun, setelah Injil dan Pemerintah masuk sudah tidak terjadi demikian.
Orang Moni/Migani mengangap kulit bia sebagai kebun (Indo). Kulit bia sebagai kebun dan dianggap sebagai alat transaksi dalam perdangan termasuk pembayaran maskawin. Orang yang memiliki kulit bia sebagai salah satu benda budaya yang dapat mengerakkan orang Moni/Migani untuk berjuang dan bersaing mengumpulkan uang sebagai harta kekayan. Kulit bia digunakan dalam berbagai kesempatan untuk transaksi dan bisa pula usaha barter.
Dibahwa ini beberapa contoh kulit bia (alat barter) yang berputar di Kabupaten Intan Jaya yang kini masih dilakukan di kalangan kepala suku (sonowi). Nilai harga kulit bia dan nama kulit bia yang di sepakati dalam MUSPAS (Musyawarah pastorlar) yang di tulis oleh Pastor Domokikus Hodo. Pr. Keuskupan Timika.
Nama Kulit Bia Dan Nilai Harga Kulit Bia
Persoalan yang di hadapi ketika bisnis kulit bia diperlakukan. Orang Moni memandang manusia dari kelas kehidupan. Para kepala suku dalam melakukan lobing/muna-muna sering meyepelekan hak orang lain. Hal ini merupakan tindakan tidak menghargai manusia sebagai sesama saudaranya tetapi dihambakan dan dibudakkan oleh para zonowi. Umpamanya: hamba dikerjakan di lading/kebunnya dengan alasan, akan mengkawinkan dengan prempuan ini dan itu atau akan membayar harta maskawin ibu/ibunya sampai selesai dengan kulit bia maka sebagai tembusannya balas budinya nanti pihak laki-laki akan dibayarkan maskawin tersebut, menuruti semua apa yang diperintahkan semua kepadanya. Ini sebuah janji dan janji ini kadang ditepati dan kadang tidak ditepati tergantung orang yang hatinya sungguh-sungguh mau membayar harta maskawinnya.
Faham tuan dan hamba seperti yang disebutkan diatas tentang kulit bia menyihir manusia Migani. Sehingga muncurlah konsep sonowi, mbogowi, kogo dan deba. Kita dapat melihat secara terperinci terhadap masing-masing makna sebagai berikut :
Dengan demikian pemahaman konsep seperti di atas terjadi kepemimpinan dan penguasan dalam pola kehidupan yang sudah tertata rapih. Pembedaan itu terjadi dan terus terjadi karena adanya sebab maka ada akibat atau ada akibat maka ada sebab terjadinya pembedaan zonowi, mbogowi, kogo dan deba. Perbedaan itu terlihat dari hal kekayaan yang dihimpun dan termasuk binis kulit bia berhasil dan memiliki beberapa tingkatan yang berbeda-beda dalam jumlah yang banyak.
Sumber :
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |