|
|
|
|
Kopi Aceh Tanggal 10 Nov 2017 oleh Oase . |
Kopi Aceh berasal dari Belanda yang dibawa seorang pengusaha Belanda pada abad XVII lewat Batavia dan masuk ke Aceh. Kopi Arabica umumnya dibudidayakan di wilayah dataran tinggi Tanah Gayo, termasuk Takengon, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Sedangkan di Kabupaten Pidie (terutama wilayah Tangse dan Geumpang) serta Aceh Barat, masyarakat lebih menyukai mengembangkan kopi Robusta. Aceh yang mempunyai kondisi alam yang subur, ditambah cuaca yang mendukung, telah membuat tanaman kopi Aceh tumbuh menjadi komoditas yang bermutu tinggi dan menguntungkan. Indonesia menjadi pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia, dan Aceh merupakan salah satu penghasil kopi terbesar dan telah mampu menghasilkan sekitar 40% biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi yang ada di Indonesia.
Masyarakat Aceh tidak dapat dipisahkan dari kopi. Karena itulah, kedai kopi akan banyak kita temui di berbagai pelosok negeri berjuluk Serambi Mekkah ini. Baik siang maupun malam, berbagai lapisan masyarakat di Aceh mengisi kedai-kedai kopi untuk bersantai minum kopi. Tidak terbatas dari yang muda hingga yang tua, pria maupun wanita, miskin maupun kaya, semua berbaur tanpa sekat-sekat pembatas. Bisa dikatakan, kopi ibarat nafas bagi orang Aceh yang sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka sejak zaman kesultanan Aceh.
Tradisi minum kopi ini telah berkembang turun temurun seiring perkembangan Aceh sebagai salah satu daerah produsen kopi kelas dunia. Sejak era kolonial Belanda hingga sekarang, setidaknya ada dua daerah sentra produksi kopi di Aceh, yaitu Ulee Kareng dan Gayo. Kopi Ulee Kareng yang termasuk jenis kopi Robusta dihasilkan dari Kecamatan Ulee Kareng. Sementara, kopi Gayo yang termasuk jenis Kopi Arabika di pasar dunia yang termasuk kelas kopi premium. Kedua jenis kopi inilah yang mengharumkan nama Aceh sebagai salah satu produsen kopi terbaik di Tanah Air yang merajai 40% pasar dalam negeri.
Khusus untuk Kopi Ulee Kareng, bisa dikatakan hampir semua kedai kopi di Banda Aceh menyuguhkan kopi produksi daerah ini. Proses pengolahan bubuk kopi di kedai-kedai kopi ini menyimpan keunikan tersendiri. Bubuk kopi tidak sekedar diseduh dengan air panas tetapi dimasak, sehingga aroma dan cita rasa kopi yang keluar benar-benar kuat. Kopi yang telah dimasak ini kemudian mengalami beberapa kali proses penyaringan menggunakan saringan berbentuk kerucut. Di kedai-kedai kopi ini, umumnya kopi ditawarkan dalam tiga variasi penyajian, yaitu kopi hitam, kopi susu dan sanger. Kopi hitam dan kopi susu mungkin sudah sering ditemui di daerah-daerah lain di Indonesia, tapi Sanger adalah racikan yang khas dan orisinil dari Aceh. Sepintas melihat tampilannya, kopi ini mirip dengan kopi susu. Tetapi yang khas dari Sanger adalah komposisi susu dan gulanya yang tidak dominan membuat keharuman dan citarasa kopinya lebih terasa. Campuran kopi saring, susu kental dan gula ini kemudian dikocok hingga berbusa. Karakteristik dari kopi ulee kareng adalah warnanya yang pekat. Biji kopi Ulee Kareng dihasilkan dari biji kopi dengan pilihan berkualitas berasal dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Biji-biji kopi tersebut diproduksi oleh para pengusaha kecil menengah. Oleh penduduk sekitar, bubuk kopi yang berkualitas tinggi diproses secara berbeda, mulai dari penggilingan hingga disaring menjadi secangkir minuman dengan cara yang unik. Proses penggilingan yang unik menghasilkan aroma kopi yang kuat, cita rasa bersih serta tidak asam. Sedangkan dalam penyajiannya kopi diseduh dengan air yang diperhatikan tetap dalam keadaan mendidih. Seduhan kopi disaring berulang-ulang kali dalam saringan yang terbuat dari kain, lalu dituangkan dari satu ceret ke ceret satunya. Sehingga menghasilkan kopi yang sangat pekat, harum, dan bersih tanpa mengandung bubuk kopi. Inilah sebabnya kopi Aceh, terutama kopi Ulee Kareng menjelma menjadi ikon Aceh.
Ada beberapa warung kopi di Aceh yang populer. Jasa Ayah terletak di Jalan T. Iskandar no. 13-14A, Ulee Kareng. Warung ini penampilannya sedikit kumuh tapi tidak pernah sepi pengunjung dari pagi sampai malam. Warung kopi yang udah ada sejak tahun 1958 ini kepopulerannya sudah sampai ke seluruh Indonesia bahkan sampai mancanegara . Ada juga warung kopi SMEA. Sesuai namanya, warung ini awalnya milik SMEA I di Jalan P. Nyak Makam. Di sini kopinya tidak terlalu berat, dan pilihan makanan kecilnya, seperti fla duren, pisang goreng gula merah, dan kue srikaya. Selain itu ada Dhapu Kupi di Simpang Surabaya, tidak jauh dari Masjid Baitturahman dan Bandara Iskandar Muda. Lalu ada Warkop Solong, Ring Road Coffee, Tower Kopi, dan Coffee Bay.
Sumber:
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/tradisi-minum-kopi-yang-menjadi-gaya-hidup-di-aceh
https://www.bernas.id/10390-inilah-kopi-aceh-yang-terkenal-di-seantero-dunia.html
http://kopikeliling.com/coffee/budaya-kopi-aceh.html
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |