Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita rakyat Lampung Lampung
Kisah Telu Pak
- 25 Desember 2018
Alkisah, di suatu daerah di Lampung hidup sebuah keluarga kaya raya. Mereka hanya memiliki seorang anak yang diberi nama Buyung. Oleh karena menjadi anak semata wayang, Buyung sangat dimanja kedua orang tuanya. Apapun yang diinginkan selalu saja dituruti, sehingga dia tumbuh menjadi anak pemalas dan manja. Sifat ini terus dibawanya hingga dewasa, dan bahkan hingga dia kawin. Buyung masih selalu bergantung pada kedua orang tuanya.
 
Namun, seperti kata pepatah, hidup bagaikan roda yang berputar. Terkadang ada di atas dan suatu saat di bawah. Begitu pula dengan hidup Si Buyung. Suatu saat orang tuanya terserang penyakit aneh yang membuat mereka meninggal hampir bersamaan waktunya. Kejadian ini tidak berimbas sama sekali pada perilaku Buyung. Pikirnya, sebagai anak tunggal pewaris seluruh harta kekayaan, tentu dia tidak akan kelaparan hingga tujuh turunan.
 
Oleh karena tidak ada lagi orang yang melarang, dihamburkanlah harta warisan orang tuanya itu. Dia tetap tidak mau melakukan pekerjaan apapun untuk menambah atau setidaknya mempertahankan harta warisannya. Walhasil, dalam beberapa tahun saja harta warisan ludes dan nyaris tanpa sisa. Si Buyung menjadi bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Sepanjang hidup dia selalu bermalasan dan tidak mau bekerja sehingga tidak memiliki keahlian tertentu untuk dijadikan sebagai sandaran hidup.
 
Agar tidak berlarut-larut Sang Isteri menyarankan pada Buyung supaya merantau dan berguru pada orang-orang pandai. Siapa tahu dengan bimbingan orang-orang pandai Buyung dapat menemukan jalan keluar bagi masalah hidupnya. Selain itu, Sang Isteri juga memiliki maksud lain yaitu agar Buyung tidak lagi manja dan menjadi seorang lelaki sejati yang bertanggung jawab.
 
Merasa usul Sang Isteri masuk di akal, tanpa banyak berpikir Buyung langsung setuju. Keesokan harinya dia pergi merantau mencari guru yang mampu menolongnya keluar dari kesulitan hidup. Setelah bertanya kesana-kemari, beberapa hari kemudian sampailah dia di rumah seorang guru yang konon sangat arif dan bijaksana. Kepada Sang Guru Buyung langsung mengutarakan permasalahan hidup yang tengah membelitnya.
 
"Apabila mengerjakan sesuatu yang baik, meskipun enggan, engkau harus memaksakan diri melakukannya. Bila engkau turuti kata-kataku ini, niscaya dalam waktu tiga bulan nasibmu akan berubah," nasihat Sang Guru usai mendengarkan keluh kesah Buyung.
 
Pencerahan Sang Guru tadi segera dipraktikkan setibanya di Kampung halaman. Tetapi setelah tiga bulan berlalu hidup Buyung tak kunjung membaik sehingga dia mencari lagi orang yang dianggap lebih mumpuni dari guru pertama. Ketika bertemu Guru yang lain dia diberi nasihat berupa kata-kata "Angon tilansu sepak cutik" yang artinya janganlah terlalu berangan-angan pada sesuatu yang sekiranya tidak masuk akal. Nasihat ini ternyata juga tidak manjur walau sudah dipraktikkan selama tiga bulan.
 
Begitu juga dengan guru ketiga, Buyung diberi nasihat "Cawani babai mak dapok titukhutkan, bila ditukhut kon cadang pendirianmu". Artinya, perkataan kaum perempuan sebaiknya jangan dituruti, sebab akan merusak pendirianmu. Sementara pada guru yang keempat Buyung diberi nasihat "Kiwat kilu tulung tengah bingi semawas mak dapok tulak" yang artinya kira-kira "apabila ada orang yang meminta pertolongan pada tengah malam atau dini hari sekali pun, janganlah ditolak".
 
"Tetapi apabila engkau mau mengamalkannya, janganlah berguru lagi pada orang lain. Walaupun akan memakan waktu lama, tetapi bila engkau bersungguh-sungguh niscara hidupmu akan bahagia," pesan Sang Guru.
 
Yakin dengan perkataan Sang Guru tadi, dengan hati gembira Buyung langsung memohon diri. Sesampai di rumah dia memutuskan untuk mengganti namanya menjadi Telu Pak. "Telu" berarti tiga dan "Pak" berarti empat. Jadi, Telu Pak dapat diartikan sebagai "orang yang telah belajar pada tiga hingga empat orang guru." Harapannya, nama Telu Pak dapat lebih membawa berkah ketimbang Buyung.
 
Tidak berapa lama setelah berganti nama, pada suatu malam datanglah seorang prajurit menggendong jenazah temannya dan meminta tolong pada Telu Pak agar menguburkannya dengan layak, sementara dia kembali ke istana. Awalnya Telu Pak enggan karena dirinya baru saja ingin beranjak ke peraduan. Namun karena teringat akan wejangan guru keempat, walau sambil menggerutu dia mencari tanah lapang hendak menguburkan jenazah.
 
Ketika Telu Pak mulai menggali tanah, tiba-tiba cangkulnya membentur suatu benda yang terang-benderang. Setelah diperhatikan secara seksama ternyata benda itu adalah seonggok intan. Usai menguburkan jenazah Telu Pak membawa intan tadi ke rumah. Pikirnya, bila benda itu dijual tentu beban hidupnya akan terasa lebih ringan.
 
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Telu Pak dan isteri pergi ke pasar menjumpai pedagang batu mulia. Setelah diperiksa, tanpa dinyana Sang Pedagang langsung menawarkan tokonya untuk ditukarkan dengan batu permata milik Telu Pak. Namun, karena jenis barang yang dibarterkan tersebut nominalnya sangat besar, maka sesuai dengan peraturan yang berlaku Telu Pak dan Sang Pedagang harus menghadap Sang Raja. Apabila Sang Raja setuju, pertukaran baru boleh dilaksanakan.
 
Saat mereka menghadap, ternyata Paduka Raja juga tertarik pada batu intan milik Telu Pak. Bahkan, dia mengklaim bahwa batu itu adalah anak dari batu intan yang telah dimilikinya sehingga Telu Pak harus mengembalikannya. Tidak hilang akal, Telu Pak memberi usul agar batu intan milik raja diletakkan sejajar dengan batu intan miliknya. Apabila intan miliknya bergeser mendekati intan milik Raja, maka Raja boleh memilikinya. Sebaliknya, bila intan miliknya tidak bergeser sama sekali, maka Raja harus memberikan persetujuannya agar dapat ditukarkan dengan toko milik Sang Pedagang.
 
Singkat cerita, Sang Raja setuju untuk meletakkan intannya sejajar dengan intan Telu Pak di altar istana. Tetapi setelah ditunggu sekian lama ternyata kedua batu intan itu tetap berada di posisinya alias tidak bergeser sedikit pun. Raja pun mengurungkan niat memiliki intan Telu Pak dan terpaksa memberikan restunya. Dan, akhirnya Telu Pak dapat memiliki toko Si Pedagang. Dia mengelola toko itu hingga menjadi maju dan sangat besar.

Sumber : https://uun-halimah.blogspot.com/2015/09/telu-pak.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline