Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Banten Pandeglang
Kisah Pangeran Ande Gelang dan Putri Cadasari
- 17 Mei 2018

Pangeran Cunihin teman seperguruan Pande Gelang mengubah Pangeran Pande Gelang menjadi seorang tua karena ingin merebut kekasih Pangeran Pande Gelang yang bernama Putri Cadasari. Mampukah Pangeran Pande Gelang merebut kembali kesaktiannya dari Pangeran Cunihin? Ikuti kisahnya dalam cerita Pangeran Pande Gelang dan Putri Cadasari berikut ini!

* * *

Alkisah, di daerah Banten, ada seorang putri raja bernama Putri Arum. Wajahnya cantik nan rupawan. Kulit dan hatinya lembut selembut sutra. Tidak mengherankan jika banyak pangeran yang ingin menjadikannya sebagai permaisuri. Dari sekian banyak pangeran, tersebutlah dua orang pangeran yang ingin menjalin kasih dengan sang putri. Kedua pangeran tersebut adalah Pangeran Sae Bagus Lana dan Pangeran Cunihin. Mereka teman seperguruan, namun memiliki sifat yang berbeda. Sesuai dengan nama mereka, kata Sae Bagus Lana dalam bahasa Sunda berarti laki-laki yang baik hati, sedangkan Cunihin berarti laki-laki yang suka menggoda wanita. Mengetahui perawakan kedua pangeran tersebut, maka Putri Arum memilih Pangeran Sae Bagus Lana sebagai kekasihnya.

Rupanya, Pangeran Cunihin tidak rela menerima kenyataan tersebut. Secara diam-diam, ia iri hati dan dendam terhadap Pangeran Sae Bagus Lana sehingga timbullah niatnya untuk mencuri ilmu dan kesaktian Pangeran Sae Bagus Lana agar dapat merebut Putri Arum. Alhasil, Pangeran Cunihin berhasil melaksanakan niatnya. Dengan kesaktian tersebut, ia kemudian mengubah wajah Pangeran Sae Bagus Lana menjadi seorang tua dan berkulit hitam legam.

Sementara itu, Pangeran Sae Bagus Lana yang sudah tidak berdaya datang menghadap kepada gurunya untuk meminta petunjuk. Ia pun disarankan oleh gurunya untuk membuat sebuah gelang besar yang bisa dilewati manusia. Gelang itulah yang dapat mengalahkan Pangeran Cunihin. Jika Pangeran Cunihin melewati gelang tersebut maka seluruh kesaktiannya akan lenyap dan kembali kepada Pangeran Sae Bagus.

Setelah mendengar nasehat sang guru, Pangeran Sae Bagus Lana pergi ke sebuah kampung untuk menjadi seorang pembuat gelang atau “pande gelang” tanpa sepengetahuan Putri Arum. Sejak itulah, ia pun dipanggil dengan nama Pande Gelang. Penduduk setempat akrab memanggilnya Ki Pande.

Suatu hari, ketika melintas di Bukit Manggis, Pande Gelang melihat seorang gadis cantik duduk termenung seorang diri. Rupanya, gadis itu tidak asing lagi baginya. Ia adalah Putri Arum yang sedang bersedih karena tidak ingin menikah dengan Pangeran Cunihin yang terkenal kejam dan bengis itu. Meskipun ia tahu kalau gadis itu kekasihnya, Pangeran Sae Bagus Lana tidak ingin membongkar penyamarannya agar sang kekasih tidak bertambah sedih.

Sampurasun!” sapa Pande Gelang.

Ra… rampes,” jawab sang putri dengan terkejut.

“Maaf jika hamba telah mengejutkan Tuan Putri,” kata Pande Gelang seraya memberi hormat.

Sang putri tidak segera menjawab. Ia hanya terpaku mengamati lelaki yang belum dikenalnya itu. Meskipun wajah lelaki yang berkulit legam itu tampak kusam, sang putri yakin bahwa orang itu berwatak baik. Ia mengumpamakan lelaki itu bagaikan buah manggis, walaupun hitam dan pahit kulitnya tetapi putih dan manis buahnya. Dengan keyakinan itu, sang putri tidak segan untuk menjawab sapaan lelaki setengah baya itu.

“Maaf, Aki siapa dan berasal dari mana?” tanya sang putri.

“Nama hamba Pande Gelang. Orang-orang memanggil hamba Ki Pande,” jawab lelaki itu. “Maaf Tuan Putri. Sekiranya hamba boleh tahu mengapa Tuan Putri tampak gundah gulana?” tanyanya.

Sang putri kembali terdiam sambil meneteskan air mata. Ia ingin menceritakan kegundaan hatinya, namun sungguh berat untuk mengungkapkannya. Sang putri merasa bahwa tidak ada gunanya menceritakan masalah kepada orang lain karena tak seorang pun yang dapat membantunya.

“Oh, maaf jika pertanyaan hamba tadi telah menyinggung perasaan Tuan Putri”, ucap Ki Pande seraya hendak berlalu.

Ketika Pande Gelang akan meninggalkan tempat itu, sang putri mencegah langkahnya.

“Tunggu, jangan pergi dulu Ki!” cegah Putri Arum. “Baiklah, Ki. Saya akan bercerita, tetapi sekadar untuk mengilangkan rasa penasaran Ki Pande. Selama ini saya tidak pernah menceritakan masalah ini kepada orang lain karena hanya akan sia-sia belaka,” kata sang putri.

“Mengapa Tuan Putri berkata demikian?” tanya Pande Gelang.

“Masalah yang saya hadapi saat ini sangat berat Ki,” ungkap sang putri.

Putri Arum kemudian bercerita bahwa dirinya sedang mendapat tekanan dari Pangeran Cunihin.

“Saya sangat sedih Ki, karena Pangeran Cunihin memaksa saya untuk menjadi istrinya. Meskipun ia tampan, tetapi saya tidak menyukai wataknya yang bengis dan kejam. Namun, saya tidak berdaya untuk menghadapinya karena ia sangat berkuasa dan sakti mandraguna,” ungkap Putri Arum.

Sejenak Pande Gelang tertegun. Hatinya sangat geram mendengar sikap dan perilaku Pangeran Cunihin yang semakin menjadi-jadi. Ia tidak sabar lagi ingin menghajar pangeran bengis itu. Meski demikian, ia tetap berusaha menyembunyikan amarah dan mencoba untuk menenangkan hati kekasihnya itu.

“Hamba turut bersedih, Tuan Putri,” ucap Pande Gelang berlinang air mata.

“Terima kasih Ki atas keprihatinannya. Tadinya saya mengira wangsit yang saya terima benar adanya,” ungkap Putri Arum.

“Maaf, Tuan Putri. Wangsit apa yang Tuan Putri maksud?” tanya Pande Gelang.

“Menurut wangsit yang saya terima melalui mimpi bahwa saya harus menenangkan diri di bukit ini. Kelak akan ada seorang pengeran yang baik hati dan sakti mandraguna yang datang menolong saya. Namun, harapan itu hampir sirna. Sudah sekian lama saya menanti kedatangan dewa penolong itu namun tak kunjung tiba. Padahal, tiga hari lagi Pangeran Cunihin akan datang untuk memaksa saya menikah dengannya,” keluh Putri Arum.

Pande Gelang kembali tertegun. Ia menyadari bahwa dewa penolong yang dimaksud sang putri adalah dirinya.

“Maaf, Tuan Putri. Kalau boleh hamba menyarankan, sebaiknya Tuan Putri mau menerima keinginan Pangeran Cunihin itu,” ujar Pande Gelang.

Mulanya sang putri menolak saran itu karena bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan Pangeran Cunihin yang sangat dibencinya itu. Namun, setelah lelaki itu menjelaskan bahwa sang putri tidak menerimanya begitu saja tetapi dengan syarat yang berat, akhirnya sang putri mau menerima saran itu. Syarat tersebut adalah Pangeran Cunihin harus melubangi batu keramat hingga bisa dilalui manusia. Selain itu, batu keramat itu harus diletakkan di sekitar pantai sebelum dilubangi. Untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut memerlukan waktu tiga hari. Dengan demikian, tentu saja setengah dari kesaktian Pangeran Cunihin akan hilang.

“Lalu, bagaimana selanjutnya Ki?” tanya Putri Arum setelah mendengar pejelasan itu.

“Tuan Putri tidak usah khawatir. Urusan selanjutnya serahkan kepada hamba,” ujar Pande Gelang.

Mendengar seluruh penjelasan Pande Gelang, maka semakin yakinlah sang putri untuk menerima saran tersebut.  Setelah itu, Pande Gelang kemudian mengajak Putri Arum ke tempat tinggalnya untuk mengatur siasat. Perjalanan menuju ke tempat tinggal Pande Gelang ternyata cukup jauh dan melelahkan sehingga membuat Putri Arum jatuh pingsan di atas sebuah batu cadas saat akan tiba di kampung Pande Gelang. Mengetahui hal itu, penduduk kampung segera membantu Pande Gelang membawa Putri Arum ke salah satu rumah penduduk yang terdekat. Mereka pun merawat sang putri dengan penuh kasih sayang. Menurut tetua kampung, sang putri akan segera pulih jika ia meminum air gunung yang memancar melalui batu cadas itu.

Alhasil, setelah meminum air dari batu cadas tersebut, Putri Arum kembali sehat. Sejak itulah, penduduk kampung memanggil Putri Arum dengan sebutan Putri Cadasari. Setelah itu, sang putri segera mengatur siasat bersama Pande Gelang untuk mengelabui Pengeran Cunihin.

Keesokan harinya, Putri Cadasari kembali ke istana dengan diantar oleh beberapa penduduk kampung. Sementara itu, Pande Gelang sibuk membuat sebuah gelang besar untuk dikalungkan pada batu keramat.

Pada hari yang telah ditentukan, datanglah Pangeran Cunihin mengajak Putri Arum untuk menikah dengannya. Putri Arum pun mengajukan syarat sebagaimana yang disarankan oleh Pande Gelang.

“Kamu boleh menikahiku, tapi dengan satu syarat kamu harus membawa batu cadas ke pantai lalu melubanginya,” jelas Putri Arum.

“Ha, sungguh mudah syaratmu itu Tuan Putri. Tapi, apa maksud dari syaratmu itu?” tanya Pangeran Cunihin.

“Batu keramat itu untuk bulan madu kita Pangeran. Kita bisa duduk di atas batu itu sambil menikmati indahnya pemandangan laut. Bukankah itu sangat menyenangkan Pangeran?” jelas Putri Cadasari.

“Oh, sungguh bulan madu yang menyenangkan. Tuan Putri memang seorang putri yang romantis,” puji Pangeran Cunihin.

Tanpa perasaan curiga lagi, Pangeran Cunihin segera melaksanakan syarat itu. Dalam waktu tiga hari, ia berhasil menemukan batu keramat yang disyaratkan dan kemudian membawanya ke sebuah pantai yang indah. Setelah berhasil melubangi batu keramat itu, Pangeran Cunihin segera ke istana untuk menjemput Putri Cadasari.

Sementara itu, Pande Gelang yang sejak tadi bersembunyi di balik semak-semak mengamati semua tingkah laku Pangeran Cunihin, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera memasang gelang besar pada batu keramat yang berlubang itu. Namun, ketika ia hendak kembali ke tempat persembunyiannya, tanpa diduganya Pangeran Cunihin telah kembali bersama Putri Cadasari.

“Hai, tua bangka! Apa yang kamu lakukan di sini?” bentak Pangeran Cunihin.

“Saya datang kemari untuk merebut kembali kesaktian dan Puti Arum yang kamu rampas dariku,” kata Pande Gelang.

“Hai, bukankah aku pernah mengatakan bahwa kamu tidak pantas menjadi pemenang. Lihatlah sang putri telah menjadi milikku untuk selamanya, hahaha…!” ujar Pangeran Cunihin seraya tertawa terbahak-bahak.

Putri Cadasari sungguh heran mendengar pembicaraan kedua orang itu. Sepertinya mereka sudah saling mengenal sebelumnya. Baru saja ia hendak menanyakan hal itu kepada mereka, tiba-tiba Pengeran Cunihin menarik tangannya untuk melihat batu keramat yang telah dilubanginya itu.

“Lihatlah, wahai Tuan Putri! Keinginan Tuan Putri terlah terwujud. Sungguh sebuah tempat yang indah dan romantis untuk bulan madu kita,” kata Pangeran Cunihin.

Dengan sikap tenang, Putri Cadasari mencoba untuk menunjukkan kegembiraannya seraya menjalankan siasat yang telah diatur bersama Pande Gelang.

“Maaf, Pangeran. Barangkali saya terlalu gembira sehingga tidak bisa melihat lubang pada batu keramat ini. Sudikah Pangeran membuktikan bahwa batu ini telah berlubang?” pinta Putri Cadasari.

Tanpa berpikir panjang, Pangeran Cunihin segera berjalan melewati lubang pada batu keramat. Baru beberapa langkah ia berjalan di dalam lubang batu itu, tiba-tiba seluruh tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa. Ia pun berteriak keras karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit. Begitu ia selesai melewati lubang itu, seluruh kekuatannya hilang sehingga ia hanya bisa duduk lemas tak berdaya. Beberapa saat kemudian, ia pun berubah menjadi seorang tua renta seolah telah melewati lorong waktu yang begitu panjang.

Pada saat yang bersamaan, Pande Gelang merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir masuk ke dalam tubuhnya. Akhirnya, seluruh ilmu dan kesaktiannya kembali seperti semula. Wajahnya pun kembali seperti sediakala, yaitu wajah seorang pangeran yang tampan.

Putri Cadasari seolah-olah tidak percaya menyaksikan peristiwa ajaib itu. Ia baru sadar bahwa ternyata lelaki paruh baya yang telah menolongnya itu adalah kekasihnya sendiri, Pangeran Sae Bagus Lana.

Akang, bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanya Putri Cadasari dengan heran.

Pangeran Pande Gelang pun menceritakan semua kejadian yang dialaminya mulai dari peristiwa Pangeran Cunihin mencuri kesaktiannya hingga peristiwa ajaib itu terjadi. Mendengar cerita itu, barulah sang putri sadar bahwa wangsit yang ia terima memang benar adanya. Akhirnya, mereka pun meninggalkan batu keramat itu. Beberapa waktu kemudian, mereka menikah dan hidup bahagia.

* * *

Demikian cerita legenda Pangeran Pande Gelang dan Putri Cadasari dari daerah Pandeglang, Banten, Indonesia. Hingga saat ini, tempat Pangeran Cunihin mengambil  batu keramat dikenal dengan nama Kramatwatu, sedangkan pesisir pantai tempat di mana batu keramat yang berlubang itu berada dikenal dengan Karang Bolong. Sementara itu, tempat sang putri melaksanakan wangsit di Bukit Manggis dikenal dengan Kampung Pasir Manggu. Kata mangguyang berasal dari bahasa Sunda berarti Manggis, sedangkan kata pasir berarti bukit. Selanjutnya, tempat Putri Cadasari pingsan kini bernama Cadasari di daerah Pandeglang. Sementara itu, tempat Pangeran Pande Gelang membuat gelang dikenal dengan nama Pandeglang.

Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas bahwa sifat iri hati akan membuat seseorang melakukan perbuatan jahat seperti Pangeran Cunihin. Oleh karena sifat iri hati dan dengki, ia tega melakukan perbuatan apa saja, bahkan menghianati temannya sendiri. Akibatnya, seluruh kesaktian Pangeran Cunihin hilang dan berubah menjadi seorang tua renta yang tak berdaya.

Sumber: https://histori.id/kisah-pangeran-ande-gelang-dan-putri-cadasari/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev