Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Tengah Semarang
Kisah Nyai Banteng Wareng
- 17 Juli 2012
Tersebutlah seorang janda sakti Nyai Banteng Wareng namanya. Dia bertempat tinggal di sebuah tepi sungai tidak jauh dari Laut Jawa. Tidak seorang pun tahu asal usul janda tersebut dan mengapa dia disebut Nyai Banteng Wareng.

Nyai Banteng Wareng tinggal di sebuah gubug yang amat sederhana bersama anak laki-laki satu-satunya. Tidak heran Nyai Banteng Wareng sangat menyayangi anaknya itu. Kemana dia pergi selalu di bawa serta. Mata pencaharian utama Nyai Banteng Wareng adalah bertani.

Semula, tanah di daerah itu tidak dapat di tanami karena terlalu banyak mengandung air garam. Tumbuhan apapun yang di tanam selalu mati. Akan tetapi, berkat kesaktian Nyai Banteng Wareng, tanah di daerah itu menjadi sangat subur. Sekarang, justru sebaliknya apa pun yang ditanam di daerah itu pasti hidup. Oleh karena itulah, Nyai Banteng Wareng bersma anaknya tidak pernah kekurangan makan. Hasil kebunnya berlimpah, baik yang berupa umbi-umbian maupun sayur-sayuran.

Sesekali, Nyai Banteng Wareng pergi ke sungai untuk menangkap ikan. Tidak terlalu sulit mendapatkan tangkapan ikan yang banyak. Berbekal kesaktiannya, Nyai Banteng Wareng dapat mendapatkan ikan apa dan berapa banyak yang diinginkannya.

Anak laki-laki Nyai Banteng Wareng tumbuh dengan sehat dan makin besar. Meskipun kulitnya tampak hitam, wajahnya sangat tampan. Kasih sayang Nyai Banteng Wareng semakin bertambah. Untuk menyenang-nyenangkan hati anaknya, sering pada pagi dan sore hari Nyai Banteng Wareng membawanya ke pantai. Di sana mereka menyaksikan indahnya pemandangan alam pagi dan sore ketika matahari terbit dan tenggelam.

Sesekali, di biarkan pula oleh Nyai Banteng Wareng anak laki-lakinya mandi di laut. Nyai Banteng Wareng amat bahagia menyaksikan anak kesayangannya tampak gembira. Namun, di balik kegembiraannya itu timbul pula rasa khawatirnya. Oleh karena itu, Nyai Banteng Wareng tidak bosan-bosannya selalu berpesan agar anaknya berhati-hati.

Di sisi lain, kecintaan anak Nyai Banteng Wareng terhadap laut makin hari makin bertambah. Hampir setiap hari dia pergi ke laut dan mandi-mandi di sana kadang-kadang sampai menjelang matahari terbenam dia baru pulang,

"Kenapa sampai demikian sore kamu baru pulang, Nak?" Tanya Nyai Banteng Wareng pada suatu ketika.

"Maaf Ibu! Kebetulan ketika saya akan pulang tadi, saya bertemu dengan seseorang."

"Bertemu dengan seseorang ?" Tanya Nyai Banteng Wareng penuh keheranan.

"Betul Ibu! Seorang laki-laki tua, berambut dan berjenggot putih. Dia mengajak saya ikut dengannya ?"

"Mengajakmu ikut dengannya ?" tanya Nyai Banteng Wareng dengan penuh terkejut.

Malam itu, Nyai Banteng Wareng tidak dapat memejamkan mata sedikitpun. Dia bertanya-tanya, siapa gerangan orang tua yang di ceritakan anaknya itu. Seingat Nyai Banteng Wareng, selama ini dia tidak berhubungan atau berkenalan dengan siapa pun.

Sementara itu, anak laki-laki Nyai Banteng Wareng makin sering pergi ke laut dan selalu pulang menjelang matahari terbenam. Sudah lebih dari tiga kali dia ditemui kakek berambut dan bejenggot putih. Selalu si kakek mengajaknya ikut setiap kali mereka akan berpisah.

Nyai Banteng Wareng sangat khawatir akan keselamatan anak laki-lakinya.Pikirannya selalu di hantui oleh keajaiban-keajaiban yang tak diinginkannya .Oleh karena itu, dia selalu mengingatkan anak laki-lakinya setiap kali anak itu berangkat ke laut.

"Ibu tidak usah khwatir, Bu. Saya sudah pandai berenang. Percayalah, tidak akan terjadi apa-apa atas diri saya."

Demikianlah selalu jawaban anak laki-laki Nyai Banteng Wareng setiap kali diingatkan oleh Ibunya. Semakin hari kekhawatiran Nyai Banteng Wareng makin memuncak.

Lebih-lebih setelah anak laki-lakinya bercerita bahwa si kakek berambut dan berjenggot putih itu selalu menemuinya dan mengajak serta.

Nyai Banteng Wareng akhirnya memutuskan untuk bersemedi, memohon pertolongan kepada Sang Maha kuasa agar tidak terjadi apa-apa atas diri anak laki-lakinya. Nyai Banteng Wareng sangat heran karena samapi pada hari kelima ia bersemedi tidak ada tanda-tanda permohonannya akan dikabulkan. Dia hampir putus asa. Namun, demi keselamatan anak laki-laki satu-satunya dia bertekat akan melanjutkan semedinya sampai yang diinginkan terkabul. Barulah pada hari ketujuh, jawaban itu di perlolehnya.

"Nyai Banteng Wareng, aku puji keteguhanmu dalam upaya mencapai cita-citamu." Demikian suara itu tiba-tiba didengarnya tanpa diketahui sosok yang mengucapkannya.

Belum hilang rasa heran dan takut Nyai Banteng Wareng, suara itu kembali terdengar.

Keluarlah kamu dari tempat tinggalmu ini. Pada sudut kiri gubugmu ini telah aku sediakan jangkar bertali untuk kau pakaikan pada anak laki-lakimu jika dia akan mandi di laut. Menyertai hilangnya suara itu, terdengar di luar suara kepak burung yang besar meninggalkan gubug Nyai Banteng Wareng. Dengan tergesa-gesa Nyai Banteng Wareng keluar memenuhi perintah yang di dengarnya tadi. Benar! Di tempat yang di sebutkan oleh suara tadi didapatinya sebuah jangkar yang bertalikan amat panjang. Tak terkirakan gembira hati Nyai Banteng Wareng. Dia bersyukur kepada yang Maha Kuasa karena telah di beri alat penyelamat untuk anak laki-lakinya.

Keesokan paginya, ketika Nyai Banteng Wareng hendak ke ladang dia temui anak laki-lakinya, sambil menunjukkan jangkar yang ada di tangannya, dia pun berkata kepada anak laki-lakinya.

"Nak, jika kau mau mandi nanti, ikatkanlah tali ini pada tubuhmu. Kemudian, letakkanlah jangkar ini di tanah."

"Ah mengapa harus susah-susah begitu Ibu ?"

"Untuk menjaga keselamatanmu, agar kau tidak terbawa arus."

"Ibu tidak usah khawatir. Percayalah, tidak akan terjadi apa-apa atas diri saya. Saya sudah pandai berenang. Kemarin saya telah mencoba lebih ke tengah. Nyatanya, saya dapat kembali bukan ?"

Nyai Banteng Wareng tidak mau berdebat lebih panjang lagi dengan anak laki-lakinya. Sambil mengingatkan kembali agar anak laki-lakinya mau memakai jangkar yang disiapkannya, Nyai Banteng Wareng pergi ke ladang.

Sepeninggalnya Nyai Banteng Wareng, anak laki-laki Nyai Banteng Wareng pun bersiap-siap ke laut. Jangkar yang di siapkan Nyai Banteng Wareng tidak dibawanya. Dia menganggap hal itu hanya merepotkannya. Dia yakin kemampuannya berenang mengatasi apapun yang akan terjadi.

Tidak berapa lama, anak laki-laki Nyai Banteng Wareng berenang, mendadak terdengar suara gemuruh. Hujan datang amat derasnya. Ditingkahi suara guntur menggelegar. Angin pun bertiup amat kencang. Air laut naik dan bergulung-gulung. Semua benda terseret tanpa sisa. Tidak terkecuali anak laki-laki Nyai Banteng Wareng.

Nyai Banteng Wareng berlari menuju pantai, tempat anak laki-lakinya biasa mandi-mandi. Malang, anak laki-lakinya tidak ditemukannya. Hanya, dari arah jauh terdengar suara, " Ibu. maafkan saya. Saya melanggar nasihatmu Ibu. Maafkan saya"

Nyai Banteng Wareng tercenung, sedih. Dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Dengan langkah guntai dan hati pilu, dia pun kembali ke gubugnya.

Kesedihan Nyai Banteng Wareng semakin hari semakin memuncak. Akhirnya, dia jatuh sakit dan meninggal di gubugnya yang sederhana di tepi sungai dekat laut jawa tersebut. Konon, tempat itulah yang sekarang di kenal bengan nama KALI BANTENG.

KALI BANTENG ( KALI = SUNGAI ), terletak di wilayah Semarang Barat. Di wilayah itulah lapangan udara Ahmad Yani kini berada.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline