Sebuah papan tulisan huruf latin terpampang di sebuah kawasan pesisir, di Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan. Tulisan itu berbunyi “Selamat Datang Di Makam Zimat Banyu Sangka”. Menurut warga sekitar, di makam itu bersemayam jasad seorang ulama sekaligus waliyullah besar Madura Barat di masanya. Sayyid Husain atau Syarif Husain namanya. Dari nama depan sang Wali, jelas kalau beliau bukan merupakan orang asli Madura. Gelar itu umum dimiliki kalangan saadah. Yaitu kata jamak bagi para keturunan Rasulullah SAW melalui Sayyidah Fathimah az-Zahra.
MataMaduraNews.com–BANGKALAN-Ya, Sayyid Husain memang pendatang. Beliau dikisahkan berlabuh ke Madura demi kepentingan da’wah. Yaitu sebagaimana kebiasaan para ‘Aalawi (keturunan Sayyidina Husain bin Fathimah), yang melanglang buana, hijrah dan berda’wah.
Informasi kedatangan sang Sayyid ke Madura masih simpang-siur mengenai masanya. Begitu juga mengenai asal-usul beliau. Di pasarean tertulis beliau bernama lengkap Sayyid Husain as-Segaf. As-Segaf merupakan sebuah marga pecahan bani Alawi, dari jalur Sayyid Muhammad al-Faqih al-Muqaddam di Hadhramawt, Yaman. Namun, warga sekitar dan para pengunjung hanya tahu beliau itu Sayyid Husain alias Buju’ Sangka.
”Ya, warga sekitar hanya tahu beliau sebagai Buju’ Banyusangka atau Buju’ Sangka,” kata KH Muhammad Ali, salah satu peziarah yang kebetulan berjumpa dengan Mata Madura, beberapa waktu lalu.
Keterangan di papan kompleks makam Sayyid Husain. (Foto/Istimewa)
Salah satu sumber yang agak detail menyingkap sosok Sayyid Husain ialah catatan berupa buku Manaqib Buju’ Batuampar, di kawasan Kecamatan Proppo, Pamekasan. Di buku yang bersumber dari KH Ja’far Shodiq, yang merupakan dzurriyah Sayyid Husain via Buju’ Batuampar itu disebut jika Sayyid Husain adalah putra Sunan Bonang (Sayyid Ibrahim) bin Sunan Ampel (Sayyid Ahmad Rahmatullah).
Dalam banyak literatur yang sifatnya masyhur, Sunan Ampel memang berasal dari kalangan saadah. Namun beliau bukan bermarga as-Segaf. Leluhur Sunan Ampel ialah Sayyid Alwi Ammil Faqih, yang menurunkan Sayyid Abdul Malik di India. Dari sana keturunan Abdul Malik menyebar hingga Indonesia, melalui Wali Sanga.
”Meski begitu, info mengenai Sayyid Husain itu putra Sunan Bonang masih perlu dikaji lagi, dengan banyak alasan,” kata salah satu pakar silsilah Wali Sanga di Madura, Bindara Yahya.
Alasan Yahya, ada keterangan bahwa Sunan Bonang tidak memiliki keturunan. Di keterangan lain, Sunan Bonang membujang atau tidak beristeri. ”Meski kemudian juga ada keterangan bahwa Sunan Bonang di usianya yang sudah agak lanjut, beristeri,” kata Yahya, beberapa waktu lalu.
Di samping itu, memang ada catatan di Jawa, bahwa Sunan Bonang memiliki seorang putri saja, yaitu Dewi Ruhil. ”Dewi Ruhil ini ibunya Sunan Kudus, menurut catatan di Jawa,” kata pakar silsilah Wali Sanga lainnya, Bindara H. Ilzam, di Pamekasan.
Sumber: http://matamaduranews.com/kisah-banyusangka-petaka-keramat-di-madura-barat/
Alasan lain yang dikemukakan Bindara Ilzam dan Yahya, ialah mengenai masa. Memang tidak ada keterangan pasti baik lisan maupun tulisan mengenai tahun masa hidup Sayyid Husain di Madura Barat. Namun, jika diukur dari masa hidup keturunannya di Pamekasan, yaitu Kiai Abu Syamsuddin (Buju’ Latthong) bin Kiai Batsaniyah (Buju’ Tompeng) bin Kiai Abdul Mannan (Buju’ Kosambi) bin Sayyid Husain (Banyusangka), kurang bisa diterima. Pasalnya, Buju’ Latthong diperkirakan hidup di masa pemerintahan Panembahan Mangkuadiningrat di Pamekasan.
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.