Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bali Bali
Kisah Anak Kedelapan Prabu Kangsa
- 23 November 2018

Seorang raja yang memerintah negeri Madura. Prabu Kangsa namanya. Sang raja sangat sakti. Tubuhnya kebal, tidak mempan kulitnya dilukai oleh aneka senjata. Serasa tidak ada yang mampu mengalahkannya. Tidak mengherankan jika Prabu Kangsa sangat ditakuti.

Prabu Kangsa amatlah kejam lagi sewenang- wenang tindakannya. Ia gemar menghukum siapa pun juga yang dianggapnya bersalah. Orang yang dianggapnya bersalah atau menentang kehendaknya akan segera dihukumnya dengan hukuman mati.

Syahdan, Prabu Kangsa mendengar ramalan ahli nujum. Menurut ahli nujum itu, Prabu Kangsa sebenarnya dapat menguasai dunia. Namun, keinginan itu akan terhalang oleh seorang anak lelaki Prabu Wasudewa yang bertakhta di Dwarawati. Prabu Kangsa lantas memberikan perintah kejamnya kepada para patihnya untuk mengamat- amati Diah Dewaki, istri Prabu Wasudewa. Jika anak yang dilahirkan Diah Dewaki itu perempuan, maka hendaknya dibiarkan saja. Namun, jika anak itu lelaki, hendaknya anak itu dibunuh seketika itu juga ketika dilahirkan.

Prabu Wasudewa mengetahui rencana keji Prabu Kangsa tersebut. Maka, ia pun berembuk dengan para penasihat kerajaannya untuk mencegah kejadian buruk itu terjadi seandainya anak Prabu Wasudewa kedelapan itu lahir laki-laki.

Lahirlah anak kedelapan Prabu Wasudewa itu kemudian. Seorang bayi lelaki. Prabu Wasudewa memberinya nama Kresna. Sesaat setelah dilahirkan, bayi itu lantas ditukar dengan bayi perempuan. Secara rahasia dan diam-diam, Kresna lantas diungsikan keluar istana Kerajaan Dwarawati dan dititipkan pada sepasang suami istri penggembala lembu. Kirata dan Yasoda namanya.

Begitu rapi dan tersembunyinya siasat yang dilaksanakan di Kerajaan Dwarawati itu hingga para patih Kerajaan Madura yang mengamat- amati mengetahui jika anak yang dilahirkan istri Prabu Wasudewa itu seorang bayi perempuan. Prabu Kangsa tak terkirakan gembiranya setelah para patih melaporkan padanya. “Aku akan dapat menguasai dunia!” begitu katanya. “Aku memang ditakdirkan menguasai dunia?”

Kresna tumbuh sebagai anak yang telah menampakkan kewibawaan dan keperkasaannya sejak masih terhitung dini usianya. Kresna mengakui jika Kirata adalah ayahandanya dan Yasoda adalah ibunya. Hingga ketika remaja menjelang dewasa usianya, Kresna merasa ada hal-hal aneh yang senantiasa ditutup-tutupi Kirata dan Yasoda. Setiap bulan sejak Kresna masih kecil, ia senantiasa didatangi seorang lelaki asing. Kresna dapat merasakan kasih sayang lelaki asing itu tertuju padanya. Lelaki itu selalu memberikan uang dan berbagai bahan makanan untuk Kirata dan Yasoda. Kresna juga senantiasa dipeluk lelaki itu sebelum akhirnya lelaki itu meninggalkannya dengan menunggang kuda. Sama sekali Kresna tidak mengetahui siapa sesungguhnya lelaki itu.

“Siapakah lelaki itu, Ayah?” tanya Kresna ketika kembali dipeluk sebelum ditinggalkan lelaki asing itu.

Selama itu Kirata dan Yasoda senantiasa berdusta perihal sosok lelaki itu dengan menyebutkan lelaki itu saudara mereka. Namun, setelah Kresna berusia menjelang dewasa, Kirata akhirnya membuka rahasia itu. Jawabnya, ‘Anakku, ketahuilah, lelaki itu sesungguhnya adalah ayahanda kandungmu! Beliau adalah Prabu Wasudewa yang bertakhta di Kerajaan Dwarawati. Engkau sesungguhnya putra mahkota Kerajaan Dwarawati. Sementara aku dan istriku yang selama ini engkau anggap orangtua kandung, sesungguhnya hanyalah orangtua angkatmu.”

Penjelasan Kirata sangat mengejutkan Kresna. Kian membuatnya terkejut penjelasan Kirata berikutnya perihal penyebab dititipkannya dirinya pada orangtua angkatnya itu.

Setelah mengetahui jati dirinya, Kresna pun segera mengejar ayah kandungnya. Ia berlari sekuat yang bisa ia perbuat untuk mengejar ayahandanya yang berkuda. Pengejarannya seperti akan berakhir di pinggir sungai sementara Prabu Wasudewa telah berada di seberang sungai. Satu- satunya jembatan yang tersedia telah diangkat oleh Prabu Wasudewa. Semua itu dilakukan Prabu Wasudewa agar keberadaan Kresna tidak diketahui oleh mata-mata Prabu Kangsa.

Kresna tidak menyerah. Tanpa takut dan ragu-ragu, Kresna segera menceburkan diri di sungai yang dalam lagi lebar itu. Prabu Wasudewa sangat terperanjat ketika mengetahui Kresna menceburkan dirinya ke sungai. Kuda tunggangannya segera dipacunya untuk mendekati sungai. Prabu Wasudewa merasa sangat khawatir dengan keselamatan Kresna karena mengetahui jika sungai itu dipenuhi buaya-buaya ganas.

Benarlah kekhawatiran Prabu Wasudewa. Seketika tubuh Kresna memasuki sungai, tiga buaya besar langsung datang mendekat dan langsung menyerangnya. Tiga moncong buaya itu terbuka lebar-lebar, siap mencabik-cabik tubuh Kresna sebelum mereka mangsa.

Dengan moncong besarnya, salah seekor buaya besar itu mendekati Kresna dan siap mencaplok. Kresna tidak mundur atau menghindar. Ditangkap dan diregangkannya rahang buaya itu dan dengan gerakan cepat, Kresna mencabut lidah buaya tersebut. Meraung-raung kesakitanlah buaya yang tercabut lidahnya tersebut. Dua buaya besar lainnya menjadi terperanjat mendapati keberanian dan kekuatan Kresna. Mereka mendadak mengurungkan niat mereka untuk menyerang Kresna dan bahkan berbalik arah dengan menjauhi Kresna. Keduanya berenang secepat yang dapat mereka perbuat agar dapat sejauh mungkin menjauhi Kresna. Keduanya merasa sangat ketakutan jika harus kehilangan lidah seperti salah seekor teman mereka jika tetap nekat menyerang Kresna.

Masih berada di dalam air sungai, Kresna berujar seraya melemparkan lidah buaya yang digenggamnya itu, “Kiranya lidah buaya ini akan bermanfaat bagi manusia!”

Lidah buaya yang dilemparkan Kresna jatuh di pinggir sungai.

Kresna kemudian keluar dari dalam sungai dan menemui Prabu Wasudewa. Dihaturkannya sembah hormatnya. “Ayahanda,” katanya, “Aku berhasil.”

Prabu Wasudewa sangat terkejut sekaligus bangga mendapati keberanian dan kesaktian anak kedelapannya itu. Kresna pun diajaknya ke istana Kerajaan Dwarawati. Tanpa takut-takut lagi, Prabu Wasudewa mengumumkan bahwa Kresna adalah anaknya yang kedelapan.

Tak terkirakan terperanjatnya Prabu Kangsa ketika mendengar dan mengetahui jika anak kedelapan Prabu Wasudewa itu ternyata seorang lelaki. Bukan anak perempuan seperti yang selama itu ia percayai. Ia segera memerintahkan segenap prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Dwarawati. Prabu Kangsa sendiri yang memimpin penyerangan itu. Ia ingin melenyapkan anak lelaki kedelapan Prabu Wasudewa itu agar cita-citanya menguasai dunia dapat terwujud. Peperangan yang dahsyat pun segera terjadi. Prajurit-prajurit dari dua kerajaan saling serang.

Prabu Kangsa langsung berhadapan dengan Kresna. Dengan segala kesaktiannya, Prabu Kangsa menyerang Kresna habis-habisan. Namun, yang dihadapi Prabu Kangsa ternyata bukan sembarang pemuda. Pemuda yang kesaktiannya ternyata melebihi kesaktiannya yang telah ternama di dunia. Setelah melalui pertarungan yang sengit, Kresna berhasil membunuh Prabu Kangsa. Musnahlah kesewenang-wenangan dan kecongkakkan yang selama itu ditunjukkan Raja Madura itu.

Perang antara kekuatan Kerajaan Madura dan Kerajaan Dwarawati pun berakhir dengan tewasnya Prabu Kangsa. Nama Kresna pun melambung. Ia dihormati dan disegani.

Lantas, bagaimana dengan lidah buaya yang dilemparkan Kresna ke pinggir sungai?

Lidah itu kemudian menjelma menjadi pohon pisang istimewa. Batang pohon itu besar, daunnya lebar lagi tebal. Buah-buahnya menyerupai lidah buaya dan rasanya sangat manis lagi enak. Banyak manfaat buah itu bagi manusia. Pohon pisang itu pun kemudian disebut pisang gedang saba.

 

 KESEWENANG-WENANGAN YANG MERUPAKAN ANAK DARI KEJAHATAN AKAN DAPAT DITUMPAS OLEH KEBENARAN. KELEBIHAN DIRI HENDAKNYA DIGUNAKAN UNTUK MENOLONG SESAMA. 

 

Sumber: https://dongengceritaanak.com/category/cerita-rakyat/bali/

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Prajurit pemanah kasultanan kasepuhan cirebon di festival keraton nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU