Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Barat Sunda
Mundinglaya Dikusumah
- 6 Agustus 2018

Pangeran Mundinglaya Dikusuma adalah putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Ibunya bernama Padmawati. Ketika masih dalam kandungan, Ibu Padmawati mengidam buah Honje yang terkenal sangat masam. Maka raja mengutus Ki Lengser untuk memetik buah Honje. Sayangnya di seluruh negeri tak satu pun pohon Honje sedang berbuah. Ki Lengser sangat kebingungan. Lalu ia pergi ke hutan. Di sana ia menemukan pohon Honje yang berbuah sebanyak 8. Tetapi seluruh buah itu sudah dipetik oleh utusan raja dari Kerajaan Muara Beres. Sebab di negeri itu pun permaisurinya yang bernama Gambir Wangi tengah mengandung dan menginginkan buah Honje. Karena diminta tak boleh, terjadilah perebutan buah Honje. Sampai mejelang malam, tak ada yang kalah ataupun menang. Lalu kedua utusan raja ini bersepakat meminta petunuk dari Kahyangan. Maka turunlah Sunan Ambu yang meminta agar mereka berhenti berkelahi dan mulai berbagi, 4 buah untuk Ki Lengser dari Pajajaran. Dan 4 buah lainnya untuk Ki Lengser dari Muara Beres. Beberapa bulan kemudian Ibu Padmawati melahirkan seorang putra yang dinamai Mundinglaya. Sedangkan Ibu Gambir Wangi melahirkan seorang putri yang diberi nama Dewi Asri. Mengingat cerita tentang buah Honje di masa lalu, kedua orangtua dari masing-masing itu bersepakat menjodohkan Mundinglaya kepada Dewi Asri.

 

Mundinglaya tumbuh besar, tampan, dan baik hati. Banyak orang sayang kepadanya. Pada suatu hari seorang kerabat istana yang iri hati menuduh Mundinglaya telah berbuat jahat kepada putri-putri di istana. Prabu Siliwangi menjadi murka. Tanpa diperiksa Mundinglaya segera dihukum penjara. Sedih sekali hati Ibu Padmawati mendengarnya. Ada yang setuju Mundinglaya dihukum, ada juga yang tidak. Maka Kerajaan Pajajaran menjadi terpecah-pecah. Keputusan raja yang kurang bijaksana itu pun mengundang banyak bencana alam.

 

Pada suatu malam Ibu Padmawati mendapat pesan dari mimpi bahwa kerajaan akan kembali tenteram bila seorang ksatria mendapatkan pusaka Lalayang Salaka Domas dari Kahyangan. Keesokan harinya digelarlah rapat kerajaan, siapa kiranya yang mau diutus raja untuk mendapatkan pusaka Lalayang Salaka Domas. Namun tak seorang pun berani karena untuk mendapatkan pusaka itu harus terlebih dahulu berhadapan dengan raksasa yang ganas penjaga jalanan ke Kahyangan bernama Jonggrang Kalapitung. Setelah beberapa saat, Patih Lengser angkat bicara: “Paduka,” dia berkta, “Setiap orang telah mendengarkan apa yang disampaikan paduka, kecuali masih ada satu orang yang belum mendengarkannya. Dia berada dalam penjara. Paduka belum menanyainya. Dia adalah pangern Mundinglaya.” Mendengar ini, raja memerintahkan agar Pangeran Mundinglaya dibawa menghadap.

 

Kemudian raja berkata: “Mundinglaya, maukan ananda mengambil pusaka Lalayang Salaka Domas yang berada di Kahyangan demi keselamatan negeri? Jika ananda berhasil, kebebasan sebagai hadiahnya.” Demi keselamatan negeri Pangeran Mundinglaya bersedia.

 

Pagi-pagi benar, pergilah Mundinglaya ke kahyangan. Tetapi di tengah jalan ia harus lebih dulu bertempur dengan raksasa dan mengalahkannya. Demikian pun setibanya di kahyangan ia kembali bertempur dengan tujuh guriang, mahluk-mahluk supranatural ang menjaga Lalayang Salaka Domas. Kali ini Mundinglaya kalah dan mati. Segera setelah itu, muncullah Dewi Wiru Mananggay dari Kahyangan yang tak lain adalah nenek sang pangeran. Ia meniup ubun-ubun sang pangeran dan menghidupkannya. Kemudian Pangeran Mundinglaya bersiap kembali untuk bertempur dengan para guriang. Tetapi tak perlu lagi ada pertempuran karena Pangeran Mundinglaya telah mempertunjukan keberanian dan ketulusan hatinya. Akhirnya Lalayang Salaka Domas diberikan kepada Mundinglaya untuk mengatasi masalah-masalah di negeri Pajajaran. Sedangkan Sang Guriang Tujuh berubah menjadi raksasa dan menjadi pengawal Pangeran Mundinglaya.

 

Sumber

Clara, Amanda. 2008. Cerita Rakyat dari Sabang sampai Merauke. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
 

#OSKMITB2018

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline