|
|
|
|
Kesenian DamarWulan ...Pengingat pemuda gagah berani Tanggal 02 Aug 2014 oleh Yulius Dwi Kristian. |
Damarwulan adalah salah satu konsep kesenian drama tari tradisional isoterik daerah Banyuwangi. Prinsipnya Damarwulan itu adalah suatu bentuk kesenian tari yang di-drama-kan atau boleh dikatakan sebuah drama yang di-tari-kan. Secara visual mirip dengan Drama Gong di Bali, dimana para tokoh dituntut untuk dapat menari didalam membawa penokohannya. Suatu ujud nyata dari dialog budaya terjadi disini. Banyuwangi memang tidak jauh dari Bali, interaksi antara keduanya adalah sangat wajar. Damarwulan merupakan dampak interaksi tersebut, akulturasi budaya.
Sebutan DAMARWULAN itu berasal dari nama seorang pemuda yang 'gagah berani' pada jaman kerajaan Blambangan. Karena terlampau sering membawakan lakon yang mengisahkan tentang Damarwulan (dan masyarakat menyukainya), maka disebutnya nama kesenian itu dengan Damarwulan. Orang luar daerah menyebutnya sebagai "Janger".
Cukup kontradiktif, masyarakat yang mendewakan Minakjinggo sebagai seorang Pahlawan Blambangan dan dimithoskan sebagai seoarang yang tampan dan gagah berani (baca lampiran lirik lagu Pahlawan Blambangan). Disisi lain mereka juga memuja pemuda Damarwulan yang merupakan "pemusnah" dari pahlawan mereka. Apakah ini merupakan konsep berpikir filosofis, yaitu mengakui kehebatan dan keteguhan pemuda itu dalam mengalahkan Minakjinggo melalui suatu prespektif yang berbeda dari yang mereka yakini ?
Sebagai kesenian yang mengacu dan berakar pada masyarakat Banyuwangi, pada awalnya hanya sebuah bermotivasikan keisengan dari para pemainnya. Mereka berkarya sebagai suatu hobby dari naluri seni mereka. Namun dalam perkembangannya, Damarwulan menjadi suatu bentuk kesenian "ritual" pada upacara-upacara khitanan, pengantin, dan sebagainya.
BAHASA DAMARWULAN
Bahasa masyarakat Banyuwangi bukanlah Bahasa Madura seperti banyak disangka orang selama ini. Bahasa orang Banyuwangi itu adalah Bahasa Osing (baca artikel tentang Bahasa Osing disini). Dalam konteks Damarwulan, tampak sekali ada suatu hal yang cukup menarik untuk kita kaji. Mengapa justru Bahasa Jawa Kromo Inggil yang digunakan dialog para tokoh ? Mengapa bukan Bahasa Osing yang jelas merupakan bahasa komunikasi masyarakat di Banyuwangi ? Sebuah konsekwensi dari kekomplekan struktur masyarakat Banyuwangi, ataukah merupakan suatu upaya agar dapat diterima oleh penikmat dari daerah lain (diluar orang osing).
INSTRUMEN DAN GENDING
Secara awam sudah pasti kita menduga bahwa instrumen yang digunakan adalah sama dengan Drama Gong di Bali. Bahannya sama yaitu dari perunggu, tetapi 'ancak' (tempat pilahan gamelan, semacam jumlah oktaf) dalam Gamelan Banyuwangi lebih pendek bila dibandingkan Gamelan Bali. Secara lebih rinci perbandingan jumlah instrumennya adalah sbb :
=================================================
No. Nama Alat Drama Gong Damarwulan
=================================================
1. Ketuk 1 Stel 1 Stel
2. Reong 1 Stel 1 Stel
3. Saron Tengah 4 Stel 4 Stel
4. Calung 2 Stel 2 Stel
5. Jublag/Genjor 2 Stel 2 Stel
6. Kendang 2 Stel 2 Stel
7. Kecek 1 Stel 2 Stel
8. Peking 2 Stel 4 Stel
9. Pantus 1 Stel 2 Stel
10. Gong 2 Stel 4 Stel
11. Kempul Tidak ada 1 Stel
=================================================
Untuk mengiringi penari pada drama kesenian Damarwulan, gending-gending yang digunakan untuk mengawal jalannya cerita adalah Gending Osing. Seperti halnya : Sonte Pare, Sekar Jambu, Dewoan, Klampokan, Gebyar dan sebaginya. Anehnya untuk mengiringi penari (tokoh-tokoh), pemusik tidak selalu 'memimpin' gerakan sang penari, dan sebaliknya penaripun tidak terikat pada patokan-patokan gending sebagaimana layaknya tarian lainnya. Tetapi pada Damarwulan terjadi "Transaksi Jual Beli" antara penari dan pemusik. Keduanya bergantian memimpin "gerak". Kadang sang penari yang memimpin, tetapi kadang dilakukan oleh pemusik yang dimotori oleh Kendang dan Pantus. Ini adalah hal yang sangat jarang ditemukan dalam Seni Tari.
Setting, Plot, Costum dan Casting
Seperti pada Ketropak, Wayang Wong, atau Drama gong, Damarwulan biasanya cerita bersettingkan Kerajaan, yaitu sekitar masa kejayaan Kerajaan Blambangan. Judul thema yang diusung, sebagaimana : Aryo Bindung, Menak Dadali Putih, Minakjinggo nagih janji, Mbalelone Mataram lan Blambangan.
Untuk membantu imajinasi penonton, digunakan gambar 2 (dua) dimensi sebagai latar panggung. Gambar dapat digulung dan diganti sesuai jalannya cerita. Banyak gambar berlatarkan Kraton Kerajaan, sehingga muncul pertanyaan dalam pikiran saya : Apakah Damarwulan ini merupakan bentuk Seni yang di-sejarah-kan, atau merupakan sejarah yang di-seni-kan ?
Sebagaimana Drama Tradisional lainnya, jalannya alur/plot terasa biasa saja. Jarang sekali terjadi "greget", semacam suspense atau backtracking misalnya. Umumnya justru ber-denoument yang Happy Ending.
Gemebyar suara gending yang dihasilkan oleh perangkat gamelan Damarwulan serasa aneh bila tidak didukung dan diimbangi semaraknya costum para pemain. Pakaian keluarga Kraton, mencolok dengan warna-warni yang cukup berani. Kolok (sejenis topi) digunakan juga oleh tokoh wanita. Walau tergolong ukuran 'besar' tampak masih berkesan feminin, dan tidak berpengaruh pada gerakan tari mereka yang biasanya berbeda-beda sesuai karakter masing-masing penokohannya.
Proses penentuan tokoh-tokoh pada Damarwulan digunakan proses pemilihan berdasarkan kecakapannya. Siapa yang terbaik dan terpandai, dialah yang memerankan peran yang penting, selain itu pemilihan peran ini juga berdasarkan kecocokan fisik si pemain. Misal, tokoh Damarwulan akan pas jika dimainkan oleh seseorang yang tampan dan gagah seperti yang digambarkan dalam skenenarionya.
MAGIS
Unsur magis dalam Damarwulan tidak seperti Gandrung Seblang, Jaranan (Banyuwangi), atau Tari Keris (Bali). Pada Gandrung Seblang, Jaranan atau Taris Keris kehadiran "Sang penari metafisic" sengaja didatangkan guna meramaikan suasana. Lainhalnya pada Damarwulan, walau kerap kali hadir, sebenarnya pemusik atau penari tidak mengharap kedatangannya. Terlebih jika mereka mengadakan pertunjukkan di sekitar Muncar (yang disinyalir sebagai petilasan Minakjinggo) dan membawakan lakon yang bercerita tentang Minakjinggo. Konon khabarnya pernah salah seorang penari yang berperan sebagai Minakjinggo, kesurupan dan akhirnya meninggal diatas panggung saat adegan "Damarwulan menempeleng Minakjinggo". Menurut Pak Matsari, untuk mengantisipasinya hanya diperlukan Nasi Tumpeng Arum dan Ayam Jantan yang dipotong di bawah panggung saat adegan tersebut terjadi, meras namanya.
PELESTARIAN
Usaha regenerasi scara profesional dengan mengadakan sanggar tari dengan mengajarkan pelajaran tari damarwulan tampaknya memang belum ada. Biasanya pemain baru adalah seorang yang memang sudah mempunyai bakat alam terhadap kesenian tersebut. Seringkali anak muda yang tampil adalah putra dari seorang pemain lama, bahkan tak jarang antara satu saudara berada dalam satu panggung.
Era moderenisasi sangat berpengaruh mengancam eksistensi mereka. Orang daerahpun secara pasti telah dihantam dan diracuni kesenian-kesenian komtemporer atau drama sinetron atau Telenovela oleh Televisi-televisi dengan sangat kuat. Sementara disisi lain usaha pelestarian perangkat kesenian Damarwulan, mengalami kendala dalam penghimpunan dana.
Mengandalkan uang kas atau hasil dari pertunjukkan jelaslah tidak mungkin, karena relatif kecil. Pernah bapak saya almarhum, mengajukan anggaran ke depdikbud guna pembuatan kobong dan pembenahan gamelan yang sudah hancur, tetapi hanya disetujui 17% dari anggaran yang diajukan. Sehingga hanya cukup untuk mengecat dan menambal saja, padahal instrumen sudah kropos semua, demikian kata bapak bercerita pada saya dulu.
Nyata bahwa kerespekan semua unsur masyarakat, termasuk pemerintah dalam pelestarian Damarwulan adalah sangat memprihatinkan. Dan itu tidak bisa dipaksakan ? Sebagai salah satu warisan kebudayaan kesenian nasional, kelak Damarwulan hanya bisa kita nikmati dari sebuah literatur, dari sebuah museum.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |