Antusiasme Bajidoran di Kabupaten Subang masih tinggi. Di era modern ini banyak bermunculan kesenian baru atau pengaruh ke budayaan luar di lingkungan masyarakat Jawa Barat. Hanya ada sedikit masyarakat yang masih mempertahankan kesenian tradisional peninggalan nenek moyangnya. Bajidoran adalah kesenian Sunda yang sudah ada sejak dulu dan sangat populer di Kabupaten Subang meskipun bajidoran identic dengan beberapa hal negative namu antusiasme masyarakat terhadap kesenian tradisional ini ternyata masih sangat kuat terbukti dari sebuah sebuah hajatan perkawinan di Desa Wantilan Kec. Ciepundeuy kab. Subang yang menggelar Jaipongan yang di hadiri oleh bajidor kahot yang di kenal dengan eksistensi di zamannya sampai sekarang. Biasanya Jaipong di gelar jika ada hajat perkawinan, khitanan atau karyaan anak laki-laki.
Adapun yang memprakarsai jaipongan itu sendiri adalah pemangku hajat adalah orang yeng memfasilitasi tempat dan di gelarnya acara jaipong, sinden atau ronggeng adalah wanita yang berprofesi sebagai penari jaipong dan merupakan daya tarik dalam sebuah panggung jaipongan, dan bajidor yaitu para penikmat kesenian jaipongan yang sangat fanatic dengan kesenian jaipong. Beberapa bajidor yang telah terkenal namanya salah seperti Bambang Sutaya, Komeng, Apih Itas Panasaran terdiri dari berbagai kalangan dan profesi mulai dari pejabat daerah ataupun profesi yang lain. Dengan senang hati mereka menunjukan kebolehan mereka dalam hal ngabajidor selain karna hobinya akan kesenian japiong ngabajidor adalah suatu bentuk eksistensi dan status sosial di lingkungan masyarakat mereka karena sinden akan dengan senang hati terus memanggil nama bajidor untuk nyawer (memberikan beberapa uang ribuan rupiah kepada sinden).
Bajidor juga sangat lihai menari jaipong dengan di iringi oleh music gamelan, mereka akan saling mempertontonkan kelihaian mereka dalam menari jaipong yang secara spontan mereka tarikan di bawah panggung atau sekedar menyawer agar namanya terus di panggil oleh sinden. Biasanya dalam sebuah acara bajidoran terdapat sebuah selendang yang di siapkan oleh droup jaipongan yang secara gentian dipakai oleh para bajidor ketika menari atau sebagai ajakan kepada bajidor lain untuk menari. Sementara para sinden duduk manis di atas panggung dengan satu atau dua orang yang yang ngawih. Sementara yang lain nya bergantian menari dan menerima uang saweran. Selain harus pandai menari sinden juga harus piawai dalam ngawih (menyanyikan lagu jaipongan) yang di minta oleh para bajidor.
Sinden atau ronggeng yang terdiri dari berbagai usia mulai dari remaja sampai wanita paruh baya yang masih menekuni profesinya. Ayu (13) salah satu penari jaipong yang masih duduk di bangku SMP mengaku harus tetap sekolah besok harinya setelah nabeuh (istilah pementasan jaipongan) yang biasanya berakir sampai jam 03.00 jika banyak bajidor langganan datang "Selain hobby menari jaipong saya juga bisa membantu biaya sekolah saya sendiri" menurut penari yang tergabung dalam salah satu group Jaipongan terkenal di Kabupaten Subang Wawan Ember dari Pabuaran. Biasanya penari jaipong mendapatkan honor sekitar Rp 100.000,- permanggung, adapun uang saweran akan di serahkan kepada pimpinan group yang akan di bagi rata kepa sinden dan nayaga (pemusik gamelan)
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.