Keramat Riak merupakan cerita rakyat daerah Bengkulu. Di Provinsi Bengkulu ada sebuah daerah bernama Keramat Riak. Dahulu, daerah tersebut ditinggali oleh sekelompok masyarakat yang dipimpin oleh seorang raja kejam bernama Riak Bakau. Raja Riak Bakau tidak segan-segan akan menghukum siapa saja yang berani menentangnya. Hingga suatu ketika, ada sebuah kejadian yang membuat Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan lebat dan seluruh penduduknya menjelma menjadi kera.
Alkisah dahulu kala, di suatu siang terik, nampak seorang kakek tua berjalan tertatih sambil menggendong sebuah jala melewati pendopo istana kerajaan Keramat Riak. Si kakek tampak begitu lelah. Rupanya, ia baru saja pulang dari sungai mencari ikan. Ia memutuskan untuk duduk beristirahat di depan pendopo istana yang selalu dijaga ketat oleh dua orang prajurit kerajaan. Jala milik Si kakek yang memakai pemberat dari rantai emas diletakkannya di tanah. Rantai jala itu nampak berkilau diterpa sinar matahari sehingga menarik perhatian kedua prajurit penjaga pendopo istana.
“Kakek baru pulang mencari ikan ya? Jala milik Kakek bagus sekali, terlihat berkilau dari kejauhan.” tanya seorang prajurit.
“Iya, Tuan! Ini jala warisan orang tua Kakek. Setiap hari Kakek menggunakannya untuk mencari ikan. Oh ya, bolehkah Kakek menumpang shalat dhuhur di pendopo istana?” kata si kakek.
“Oh ya boleh… boleh… Silahkan Kakek shalat di pendopo” jawab kedua prajurit.
Si kakek tua kemudian memasuki pendopo istana untuk melaksanakan shalat dhuhur. Sementara jala miliknya dibiarkan tergeletak di luar pendopo istana. Saat kakek tengah shalat, kedua prajurit penjaga merasa penasaran dengan jala si kakek. Keduanya melihat jala tersebut dengan seksama, ternyata dugaan mereka berdua benar bahwa rantai jala itu terbuat dari emas. Namun, betapa terkejutnya mereka saat hendak mengangkat jala itu yang ternyata sangat berat dan seolah-olah menempel di tanah.
“Bukan main, rantai jala ini berat sekali?” ujar salah seorang prajurit.
Kemudian kedua prajurit tersebut bersama-sama berusaha mengangkat jala milik si kakek. Namun jala itu tidak bergeser sedikit pun. Melihat keanehan itu, salah seorang dari prajurit tersebut segera bergegas memasuki istana untuk melaporkan kejadian aneh tersebut kepada Raja Riak Bakau. Mendengar laporan si prajurit, segera saja Raja Riak Bakau diiringi beberapa pengawalnya menemui kakek tua pemilik jala.
Raja Riak Bakau Meminta Jala Emas
“Apa benar Kakek adalah pemilik jala emas?” tanya Raja Riak Bakau pada si Kakek.
“Ampun, Baginda. Benar Hamba adalah pemilik jala emas itu. Terimakasih telah mengizinkan Hamba melaksanakan shalat dhuhur di pendopo istana. Sekarang mohon izinkanlah hamba pergi.” pinta kakek.
“Jangan pergi dulu, Kek! Aku ada perlu dengan Kakek. Hai, Kakek budiman. Bolehkah aku memiliki jala rantai emasmu milikmu?” kata Raja Riak Bakau.
“Maafkan hamba Baginda. Bukannya hamba bermaksud mengecewakan hati Baginda. Hamba belum bisa memenuhi permintaan Baginda. Jala ini satu-satunya harta milik hamba” jawab kakek.
Mendengar jawaban kakek, Raja Riak Bakau merasa sangat marah karena baru kali ini ada orang berani menolak permintaannya.
“Hai, Kakek! Engkau pasti tahu, Aku adalah penguasa di negeri ini. Siapa pun yang menginjak tanah negeri ini harus tunduk padaku.” jawab Raja Riak Bakau gusar.
Si Kakek tidak takut terhadap ancaman Raja. Ia tetap tak mau memberikan jala emasnya kepada Raja Riak Bakau. Tentu saja sikap si kakek membuat Raja Riak Bakau bertambah marah.
“Hai, Kakek! Serahkan jalamu milikmu sekarang juga atau aku sendiri yang akan mengambilnya!” teriak Raja Riak Bakau.
“Silakan saja, jika Baginda sanggup mengangkatnya” kata kakek.
Raja Riak Bakau naik pitam merasa diremehkan oleh kakek. Ia kemudian segera mengangkat jala rantai emas dengan segenap kekuatannya. Namun anehnya, jala itu tidak bergerak sedikit pun. Meskipun ia telah memerintahkan beberapa prajuritnya untuk membantu mengangkatnya, namun tetap saja jala emas tak bisa diangkat. Kendati demikian, Raja Riak Bakau tidak kehabisan akal.
“Baiklah, Kek! Aku mengakui jala emas milikmu sulit diangkat. Bagaimana kalau kita mengadu ayam saja. Jika ayam aduanku kalah, kakek boleh memiliki semua harta serta kekuasaanku. Tapi, jika ayam aduan kakek kalah, jala rantai emas milikmu harus menjadi milikku” tantang Raja Riak Bakau.
Semula si kakek menolak, namun karena terus didesak oleh Raja Riak Bakau akhirnya ia pun menerima tantangan Raja. Akhirnya disepakati bahwa pertandingan sabung ayam akan dilaksanakan di depan istana tiga hari kemudian.
Kabar mengenai pertandingan sabung ayam Raja Riak Bakau tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Di hari yang telah ditentukan, pertandingan sabung ayam segera dimulai dengan disaksikan seluruh rakyat Negeri Keramat Riak. Si kakek tua membawa seekor ayam aduan bertubuh kurus, sedangkan ayam aduan milik Raja Riak Bakau bertubuh besar. Melihat ayam aduan si kakek tua, Raja Riak Bakau merasa yakin akan memenangkan pertandingan dengan mudah.
Begitu gong dibunyikan sebagai tanda pertandingan sabung ayam dimulai, Raja Riak Bakau dan si kakek tua segera melepaskan ayam aduan milik mereka masing-masing di arena pertarungan. Kedua ayam aduan langsung berhadap-hadapan untuk bertarung. Ayam aduan Raja Riak Bakau langsung menyerang secara bertubi-tubi sehingga ayam aduan si kakek harus melompat ke sana-kemari menghindari serangan. Ayam si kakek tua sesekali jatuh terkena tendangan kaki ayam aduan Raja Riak Bakau. Namun, setelah beberapa lama adu ayam berlangsung, ayam aduan Raja Riak Bakau mulai kelelahan. Justru kini ayam aduan kakek tua yang menyerang secara ganas. Hanya sekali tendang, ayam aduan Raja Riak Bakau langsung jatuh. Ayam aduan Raja Riak Bakau akhirnya tak bisa melanjutkan pertarungan.
Walaupun ayam aduannya kalah, Raja Riak Bakau masih belum bisa menerima kekalahannya. Raja tentu saja tak ingin kehilangan seluruh kekuasaannya. Kemudian ia menantang lagi kakek tua untuk bertarung. Tapi si kakek kembali menolak tantangan raja.
“Mohon ampun Baginda Raja. Hamba tidak ingin bertarung karena tak ada manfaatnya. Bagaimana kalau hasil pertandingan tadi kita anggap impas. Hamba tak akan menuntut apapun dari Baginda, tapi izinkanlah hamba pergi membawa jala rantai emas milik hamba ini.” jawab si kakek hati-hati.
Raja Riak Bakau akhirnya mengambulkan permintaan kakek tua. Sebelum pergi, kakek tua mampir terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat di pendopo istana, sementara jala emas miliknya ia diletakkan di depan pendopo. Ternyata diam-diam Raja Riak Bakau bersama pengawalnya membuntuti si kakek. Raja nampaknya masih berminat untuk memiliki jala rantai emas. Ketika melihat kakek tua tengah khusyuk shalat, Raja Riak Bakau segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya lalu menusuk tubuh si kakek dari belakang. Tapi sungguh ajaib, walau terluka parah, si kakek masih dapat menyelesaikan shalatnya.
Usai mengucapkan salam, kakek misterius kemudian mengambil lidi. Lidi tersebut ia tancapkan di empat sudut pendopo istana. Si kakek tua kemudian pergi meninggalkan negeri Keramat Riak dalam kondisi terluka parah. Setelah si kakek pergi, beberapa prajurit berusaha mencabut lidi itu, namun tak seorang pun berhasil. Akhirnya, terpaksa Raja Riak Bakau sendiri yang mencabutnya. Begitu lidi-lidi tersebut tercabut, air menyembur keluar dengan derasnya. Makin lama semburan air semakin deras sehingga dalam waktu sekejap air menggenangi seluruh negeri Keramat Riak. Seluruh rakyat Keramat Riak berhamburan berusaha menyelamatkan diri. Ada yang berlari ke gunung, sedangkan Raja Riak Bakau beserta pengikutnya berusaha memanjat pohon tinggi agar tidak terkena luapan air yang sudah hampir menenggelamkan seluruh negeri Keramat Riak.
Raja Riak Bakau beserta pengikutnya yang memanjat ke atas pohon berhasil selamat dari banjir. Akan tetapi, Tuhan murka kepada perbuatan keji mereka. Tiba-tiba saja langit menjadi gelap. Beberapa saat kemudian, hujan deras turun disertai angin kencang. Raja Riak Bakau yang berada di atas pohon beserta pengikutnya terombang-ambing diterpa angin kencang. Pada saat itulah terdengar suara misterius menggema dari balik awan.
“Wahai kalian, Raja Riak Bakau yang kejam! Wahai kalian seluruh rakyat kerajaan Keramat Riak! Tetaplah kalian seperti itu, bergelantungan seperti kera” begitulah kata-kata dari suara misterius.
Setelah suara misterius hilang, tiba-tiba Raja Riak Bakau dan seluruh rakyatnya yang selamat menjelma menjadi kera. Kemudian hujan deras menjadi reda. Cuaca kembali cerah. Air pun mulai surut sehingga yang terlihat hanya kera-kera bergelantungan di atas pohon. Lama-kelamaan negeri Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan rimba yang dihuni oleh kawanan kera. Sementara, si kakek tua misterius telah menghilang entah ke mana.
Beberapa tahun kemudian, beberapa awak kapal dari Cina mendarat di hutan lebat Keramat Riak. Konon, mereka adalah para pedagang yang pernah ditolong oleh si kakek tua misterius. Mereka datang untuk memenuhi pesan sang kakek agar dibuatkan makam di Keramat Riak. Mereka pun membuat sebuah makam megah di hutan Keramat Riak. Pada nisan makam tertulis, Syekh Abdullatif, yang konon merupakan nama dari kakek misterius. Selanjutnya, masyarakat menyebut makam Syekh Abdullatif dengan nama makam Keramat Riak.
***
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.