|
|
|
|
![]() |
Keramat Paseban Tuan Putri Syarifah Alam Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya . |
Seorang diantara tiga orang yang berasal dari negeri Si Guntur Minangkabau, membangun negeri tempat tinggal di Suko Berajo. Namanya Tuan Putri Syarifah Alam yang disayangi rakyatnya. Beliau mempunyai dubalang-dubalang yang gagah berani dan sakti-sakti. Semuanya sanggup berbenteng dada berpagar betis demi keselamatan rajanya wanita yang cantik dan ayu itu.
Susur-salur makanya sang ratu sampai ke Suko Berajo tanah Jambi, dimulai dari rasa takut ayahandanya yang selalu dibayang-bayangi kehendak serakah raja negeri. Si Guntur yang hendak menyunting putrinya itu. Pada hal jelas-jelas Putri Syarifah Alam tak ingin dipersunting raja serakah itu. Dan karena sudah terdesak, berangkatlah bapak dan anak itu melarikan diri menyusuri aliran sungai Batang Hari hingga sampai di Suko Berajo. Datuk Dubalang putih, demikian nama ayahanda Putri Syarifah Alam merasa senang di negeri baru itu. Apalagi kemudian putrinya diperdaulat disana diangkat sebagai raja.
Sudah lama Putri Syarifah Alam menjadi raja di Suko Berajo sampai pada suatu saat datang usikan dari negeri Johor. Raja negeri Johor meminta putri itu untuk dijadikan istrinya. Untuk memenuhi kehendaknya itu diutuslah seorang dubalang untuk menjemput sang putri yang diidam-idamkan itu. Namun utusan itu kembali dengan tangan hampa. Datuk Dubalang Putih, ayahanda Puteri Syarifah Alam, memandang kejadian itu sesuatu yang kelak dapat merusak ketenteraman anaknya serta negeri Suko Berajo.
Ia pun memutuskan untuk berangkat ke negeri Johor, untuk melakukan perhitungan. Ternyata setelah ia sampai di negeri Johor terjadilah perkelahian. Nasib malang bagi Datuk Dubalang Putih, ia tewas dalam perkelahian melawan dubalang-dubalang negeri Johor yang tak seimbang banyaknya itu. Begitu kejam para pembunuhnya, lehernya dipotong kepalanya dikuburkan di Johor sedangkan badannya mengirap kembali ke Suko Berajo. Lalu dimakamkan di Dusun Tuo, di dekat sebuah mesjid, berhampiran dengan makam Nikmah almarhum ayahnya sendiri.
Raja Johor sangat bersuka cita dengan terbunuhnya Datuk Dubalang Putih. Sudah terbuka jalan selebar-lebarnya baginya untuk memboyong putri yang cantik itu ke negeri Johor. Segala rintangan tak ada lagi. Raja Johor sudah yakin benar bahwa Putri Syarifah Alam akan dapat dipersuntingnya. Segeralah kemudian dikirim seorang dubalang untuk menjemput putri tersebut. Namun Putri Syarifah Alam tak sedikitpun hatinya mau memenuhi kehendak raja Johor itu. Bahkan dengan garang beliau menantang utusan yang datang itu.
"Wahai sanak orang utusan," kata beliau, "tak semudah itu keinginanan rajamu dapat kukabulkan," Kemudian beliau diam sesaat dan dilanjutkan tak lama sesudah itu. Katakan kepada rajamu bahwa dubalang kami menunggu di Muaro Jambi. Apabila kamu berhasil dikalahkan dubalang rajamu, barulah Syarifah Alam dapat dimilikinya. Kalau tidak jangan harapkan. Katakan! Katakan itu kepada rajamu!" Apalah daya seorang utusan, tugasnya cuma menyampaikan hajat orang berkehendak. Hendak dititi-titian orang kalau-kalau nanti terjatuh. Maka dengan sabar kembalilah ia ke negeri Johor. Semua pesan dan tantangan Putri Syarifah Alam segera disampaikannya.
Sepeninggal utusan itu, Tuan Putri Sayrifah Alam lalu memanggil Dubalang Datuk Kayo Hitam, dan diperintahkan beliau untuk menanti tentara Johor di Muaro Jambi, pintu masuk ke dalam negeri Jambi di pesisir timur. Dubalang bertuah yang sakti ini sangat gembira menerima tugas ini. Tak berapa lama ia di Muaro Jambi, rombongan tentara Johor pun tiba di sana. Serta-merta terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat. Berkat pertolongan Tuhan Tentara Johor dapat dikalahkannya dan sisanya melarikan diri kembali ke Johor. Untuk selanjutnya Datuk Kayo Hitam menetap di Muaro Jambi, menghandang kala kalau-kalau musuh masuk dari laut.
Dalam pada itu seorang raja ranah Minangkabau, dari negeri Si Guntu, rupanya ingin juga memiliki Putri Syarifah Alam raja negeri Suko Berajo itu. Apalagi menurut perkiraannya putri itu sudah akan lembut hatinya menerima cintanya. Maka ditugaskannya pula para dubalang untuk mengambil tuan putri, ratu negeri Suko Berajo itu. Para dubalang yang diberi tugas itu berangkatlah ke Jambi. Sampai di Singalau mereka sangat heran, karena sungai Batang Hari yang akan mereka jadikan tempat berlayar ternyata tak tampak sedikit pun. Di sekitar mereka terbentang daratan rimba lebat sesayup-sayup mata memandang. Setiap mereka berusaha bergerak maju pandangan mereka tertumbuk ke tebing-tebing. Hal yang seperti ini terjadi karena pengaruh ajian penyihir.
Datuk Dubalang Kecik Batang Hari yang selalu setiap saat mengamat-amati musuh dari Barat yang menempuh susuran sungai Batang Hari. Datuk Dubalang Kecik Batang Hari ini tertawa-tawa melihat rombongan dubalang itu, seperti pencari kayu api yang tersesat, lemah lunglai dan putus asa. Datuk Dubalang Kecik dengan riang kembali ke tempat diamnya di hulu muara sungai Kalumpang. Begitulah, dubalang-dubalang negeri Si Guntur itu pun kembali ke negerinya untuk mengabarkan kegagalan mereka.
Raja Johor pun belum juga jera. Beberapa kali para dubalang dan tentaranya telah mencoba untuk mengambil atau berdiplomasi namun selalu gagal. Usaha terakhir raja ini ialah mengirim tentara menempuh jalan darat dari sebelah barat. Perjalanan yang sulit itu akhirnya sampai di Lumbungan. Disana pasukan ini lama bermukim, karena harus menunggu supaya anggota rombongan yang lain hadir semuanya. Lagi pula mereka dapat beristirahat dan bermusyawarah untuk menentukan jalan apa yang harus diambil untuk merebut Tuan Puteri Syarifah Alam. Namun puas berunding tak satu pun buah pikiran yang mungkin untuk melaksanakan rencana itu. Perjalanan yang panjang dan meletihkan itu berakhir juga kesudahannya dengan kegagalan. Maka kembalilah rombongan tentara Johor yang mengaku kalah sebelum berjuang itu ke negeri mereka di seberang laut. Mundur teratur dengan lemah lunglai.
Tantangan demi tantangan silih berganti. Semua ini dianggap gangguan bagi kedaulatan negeri Suko Berajo. Kali ini gangguan itu datang dari negeri Palembang. Raja negeri ini rupaya menaruh hati pula terhadap Putri Syarifah Alam. Dengan tak disangka-sangka muncul utusan raja negeri Palembang itu di Suko Berajo. Puteri Syarifah Alam sangat tersinggung dengan tawaran ini. Baginda terpaksa menyatakan tantangan yang sekeras-kerasnya. "Para utusan," katanya, "boleh raja kalian meperisterikan Syarifah Alam, tetapi harus diuji dulu emas loyangnya. "Boleh!" jawab utusan Palembang itu. "Akan kami sampaikan kehendak tuan puteri itu kepada raja."
Maka ditentukanlah negeri Kembang Paeban, Mersam sekarang, sebagai tempat yang sebaik-baiknya untuk menguji kemampuan lawan, ataupun kemampuan negeri Suko Berajo sendiri. Untuk menghadapi jagoan-jagoan Palembang dalam pertandingan itu, di pihak negeri Suko Berajo disuruh Datuk Tahan Kilang. Maka setelah kedua belah pihak berkumpul di Kembang Paseban pertandingan pun segera dimuali. Corak pertandingan itu ialah menguji kemampuan tubuh orang yang dimasukkan ke dalam kilang.
Datuk Tahan Kilang mendapat kesempatan pertama menempuh ujian yang menakutkan itu. Badannya dimasukkan kedalam kilang, lalu diputar sekuat-kuatnya. Yang pertama ini hanya kilang kayu. Belum apa-apa, kilangan kayu itu hancur. Kemudian dilanjutkan berturut-turut dengan kilang besi, kilang tembaga, kilang emas, kilang perak, hingga sembilan buah banyaknya, musnah semuanya. Sekujur tubuh Datuk Tahan Kilang tak rusak sedikit pun. Akan tiba giliran jagoan Palembang, maka pada saat itu ia mengurungkan niatnya, dan langsung mengaku kalah. Melihat kenyataan ini Datuk Tahan Kilang menghampirinya. Nampak benar lawannya itu pucat.
"Kalau datuk tak sanggup," katanya kepada dubalang Palembang itu, "Apa lagi, berangkatlah kalian ke Palembang!" Maka kalahlah pihak Pelembang. Rombongan kedua belah pihak pun kembalilah ke tempat masing-masing. Bertahun-tahun kemudian tak ada lagi gangguan. Yang selama ini selalu hiruk-pikuk, berdiplomasi, berkelahi, berhantam, sekarang sudah habis. Dubalang dari daerah sekeliling negeri Suko Berajo tak berani lagi mengusik Tuan Putri Syarifah Alam. Begitu Pula raja-rajanya berangsur-angsur melupakan putri yang menawan hati mereka itu.
Karena sudah merasa aman benar, maka untuk menjaga kelestariannya, disebarlah para dubalang negeri Suko Berajo ketempat-tempat tertentu. Salah seorang dubalang, yakni Datuk Dubalang Kecik, ahli sihir, ditempatkan di Penapal, Muaro Kalumpng. Sedang diujung di Muaro Jambi tetaplah dipercayakan kepada Datuk Kayo Hitam. Keamanan sudah sangat mantap. Untuk lebih memperkokohnya perlu pula diadakan perdamian semesta, terutama dengan raja negeri Minangkabau. Raja negeri itu pun segeralah diberi tahu. Daerah pertemuan, tempat bermusyawarah, ialah di perbatasan antara Jambi dengan Minangkabau. Daerah tempat mengadakan pertemuan itu terkenal kemudian dengan nama Sialang Berlantak Besi dan Durian Ditakuk Raja, yakni dekat Tanjung Simalidu sekarang.
Sidang yang diadakan kemudian menghasilkan perdamian abadi. Antara kedua negeri dapat merampungkan batas kekuasaan masing-masing, yakni Tanjung Simalidu arah ke hulu batas jarahan negeri Minangkabau, dan bagian ke hilirnya masuk ke kekuasaan negeri Jambi. Selain dari pada itu dihasilkannya juga undang-undang adat istiadat serta hukum syaraknya.
Dalam pada itu, tersebut seorang dubalang dari Sungai Ambacang, yang karena jauhnya, terlambat menghadiri pertemuan. Pada saat sidang akan dimulai dubalang itu baru sampai di seberang Dusun Tanjung Simalidu. Dari seberang tempatnya itu ia memanggil-manggil minta dijemput dengan perahu, karena di tempatnya itu tak sebuah perahu pun yang ada yang dapat dipakainya untuk menyeberang. Suaranya sudah parau memanggil-manggil tapi susah diseberangkan disahuti pun tidak. Maka dubalang itupun menghambungkan tubuhnya ke seberang. Tanah tempatnya hingap membubur seperti lumpur diinjak-injak gajah, yang saat sekarang tempat tersebut dinamakan Lumpur Datuk Kuat Kuasa.
Perdamaian sudah didapat, dan dituangkan dalam ketetapan yang ditulis dalam sebuah buku. Setelah ditanda tangani, maka resmilah buku itu sebagai pegangan bagi kedua belah pihak. Saat perpisahan pun tiba. Rombongan kedua negeri itu pun kembalilah ke tempat mereka masing-masing. Namun kejadian yang tak disangka-sangka datang dari beberapa kalangan rakyat yang tak hendak menerima undang-undang yang sudah dibuat.
Golongan mereka ini menyisih kedalam rimba yang selama-lamanya menetap di sana. Karena lama tak pernah lagi bergaul dengan manusia yang lain yang makin tinggi kemajuannya, orang hutan itu makin tertinggal dan makin terperosok akan kebiasaan hidup. Mereka inilah kemudian yang disebut suku Kubu. Mereka telah berayam kepada kuau, berkambing kepada kijang , rumah beratap sakai, serta bertembajau lumut. Akan halnya Tuan Putri Syarifah Alam sampai akhir hayatnya tetap tak hendak bersuami. Ketika baginda meninggal dunia dimakamkan di Paseban Suko Berajo.
Sumber : Cerita Rakyat Daerah Jambi oleh Drs. Thabran Kahar; Drs. R. Zainuddin; Drs. Hasan Basri Harun; Asnawi Mukti, BA
![]() |
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
![]() |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
![]() |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
![]() |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |