Makanan Minuman
Makanan Minuman
Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Amuntai
Kerajaan Nan Sarunai
- 22 Desember 2018

Di bumi Borneo, Kerajaan Kutai Martadipura muncul pada abad ke-4 Masehi dan selama ini diyakini sebagai kerajaan tertua di Nusantara. Namun, jauh sebelumnya, di belahan lain Pulau Kalimantan, ada kerajaan yang ternyata jauh lebih tua. Namanya Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan sudah berdiri sedari zaman purba alias prasejarah.

Nan Sarunai didirikan orang-orang Dayak Maanyan, salah satu sub suku Dayak tertua di Nusantara, khususnya di Kalimantan bagian tengah dan selatan. Apakah Nan Sarunai sudah layak disebut kerajaan atau belum memang masih menjadi perdebatan. Namun, yang jelas, pemerintahan di Nan Sarunai berlangsung sangat lama.

Eksistensi Kerajaan Nan Sarunai baru berakhir setelah datang pasukan Majapahit dari Jawa pada pertengahan abad ke-14 M. Nan Sarunai diruntuhkan, orang-orang Dayak Maanyan tercerai-berai. Namun, nantinya kerajaan ini menjadi embrio terbentuknya entitas masyarakat Kalimantan Selatan, cikal-bakal Kesultanan Banjar.

Melacak Nan Sarunai

Nan Sarunai diyakini berada di Amuntai, daerah yang terletak di pertemuan Sungai Negara, Sungai Tabalong, dan Sungai Balangan yang bemuara di Laut Jawa. Daerah itu berjarak sekira 190 kilometer dari Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan sekarang.

Salah satu jejak arkeologis yang digunakan untuk melacak keberadaan Nan Sarunai adalah ditemukannya bangunan candi kuno di Amuntai. Candi ini dikenal dengan nama Candi Agung, yang dipercaya menjadi salah satu simbol eksisnya peradaban orang-orang Dayak Maanyan di masa silam.

Baca juga: Ali Anyang, Putra Dayak Penegak NKRI

Penelitian Vida Pervaya Rusianti Kusmartono dan Harry Widianto berjudul “Ekskavasi Situs Candi Agung Kabupaten North Upper Coarse, South Kalimantan” yang dimuat dalam jurnal Berita Penelitan Arkeologi edisi Februari 1998 menyebutkan, pengujian terhadap candi tersebut telah dilakukan pada 1996. 

Hasilnya mengejutkan. Pengujian terhadap sampel arang candi yang ditemukan di Amuntai itu menghasilkan kisaran angka tahun antara 242 hingga 226 Sebelum Masehi (hlm. 19-20). Apabila benar demikian, maka Kerajaan Nan Sarunai jauh lebih tua dari Kerajaan Kutai Martadipura yang berdiri pada abad ke-4 Masehi.

Dalam perkembangannya, Nan Sarunai dikenal pula dengan beberapa nama lain, seperti Kuripan, Tabalong, hingga Tanjungpuri. 

Khusus Tanjungpuri, ada perbedaan pendapat di kalangan peneliti bahwa nama ini bukanlah kerajaan yang sama dengan Nan Sarunai. Menurut Suriansyah Ideham dkk., dalam Urang Banjar dan Kebudayaannya (2007), Tanjungpuri diyakini didirikan orang-orang Melayu Sumatera yang merupakan pelarian dari Kerajaan Sriwijaya (hlm. 17).

Tanjungpuri dan Nan Sarunai diyakini dua entitas berbeda, tapi pernah berada dalam lingkup ruang dan waktu yang berdekatan. Keduanya sama-sama menempatkan pusat pemerintahannya di tepi anak Sungai Barito, termasuk Sungai Tabalong.



Baca juga: Melayu, Islam, dan Politisasi Pribumi ala Kolonial

Kedatangan orang-orang Melayu dari Sumatera ke Borneo itu diperkirakan terjadi pada awal abad ke-11 M, menjelang keruntuhan Kerajaan Sriwijaya. Sebagian pelarian itu lalu mendirikan komunitas yang kemudian berkembang menjadi suatu pemerintahan serta hidup berdampingan dengan orang-orang Dayak Maanyan yang bernaung di bawah Kerajaan Nan Sarunai.

Alfani Daud dalam Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisis Kebudayaan Banjar (1997) mendukung kemungkinan tersebut. Menurutnya, penduduk sebagian wilayah Kalimantan Selatan berintikan orang-orang asal Sumatera, tepatnya Palembang, yang membangun tanah baru di kawasan ini dan kemudian bercampur dengan orang-orang Dayak Maanyan (hlm. 44). 

Leluhur Kalimantan Selatan

Salah satu rujukan lain untuk menelisik eksistensi Kerajaan Nan Sarunai adalah Hikayat Banjar. Jejak peradaban lama di Nusantara memang kerap dilacak melalui historiografi tradisional, seperti hikayat atau babad. Historiografi tradisional, menurut Sartono Kartodirdjo dalam Historiografi Tradisional, Model, Fungsi, dan Strukturnya (1993), punya ciri-ciri menonjol dan saling berkaitan, yaitu etnosentrisme, rajasentrisme, dan antroposentrisme (hlm. 7). 

Johannes Jacobus Ras dalam Hikayat Bandjar: A Study in Malay Historiography (1968) membagi Hikayat Banjar dalam dua ragam, yakni versi Kerajaan Negara Dipa yang beragama Hindu dan versi yang disusun pada era Kesultanan Banjar yang telah memeluk Islam (hlm. 238). Nan Sarunai adalah pemula dari dua kerajaan yang kemudian membentuk entitas orang-orang Kalimantan Selatan itu.

Hanya saja, Hikayat Banjar, yang ditulis sepanjang 4.787 baris atau 120 halaman, tidak terlalu banyak mengulik tentang Kerajaan Nan Sarunai. Pembahasan terutama pada masa menjelang keruntuhannya. 

Baca juga: Kerajaan Kristen Pertama di Nusantara, Larantuka

Bab terkait Nan Sarunai dalam Hikayat Banjar menyerupai tradisi lisan, yakni nyanyian (wadian) yang ditransmisikan secara turun temurun. Dalam Struktur Birokrasi dan Sirkulasi Elite di Kerajaan Banjar pada Abad XIX (1994), M.Z. Arifin Anis menegaskan, Tradisi lisan Dayak Maanyan ini membawa kisah jika mereka sudah memiliki “negara suku” bernama Nan Sarunai

Boleh jadi istilah “negara suku” lebih tepat untuk menyebut tata pemerintahan di Nan Sarunai daripada istilah "kerajaan", karena keberadaan peradaban orang-orang Dayak Maanyan ini terkesan “tidak diakui” sebagai kerajaan tertua di Nusantara.

Bangkit dan Runtuhnya Nan Sarunai

Alfani Daud (1997) memperkirakan bahwa terbentuknya pemerintahan Nan Sarunai pada masa prasejarah bermula dari bergabungnya beberapa komunitas adat Dayak Maanyan yang dipersatukan dalam suatu pusat kekuasaan yang lebih luas (hlm. 2).

Hal ini didukung oleh Suriansyah Ideham dkk., (2003) yang menyebutkan bahwa ketika penataan organisasi dalam pemerintahan gabungan itu bisa dijalankan—meskipun masih sangat sederhana—terbentuklah sebuah negara suku yang dikenal sebagai Kerajaan Nan Sarunai.

Ditilik dari waktunya, pengelolaan “negara” di Nan Sarunai pada masa awal masih sangat sederhana, sehingga struktur pemerintahnya pun agak sulit ditemukan. Kekuasaan tertinggi sebagai kepala suku maupun kepala pemerintahan berada di tangan seorang “raja” yang memiliki kewenangan untuk mewariskan kekuasaannya (hlm. 16-17).

Kendati begitu, eksistensi Nan Sarunai sebagai “negara suku” atau “kerajaan tradisional” mampu bertahan hingga ribuan tahun. Nan Sarunai dianggap sudah tidak lagi menganut konsep pemerintahan “primitif” pada awal abad ke-12 M saat dipimpin raja bernama Raden Japutra Layar yang bertakhta sejak 1309.


Sepeninggal Raden Japutra Layar, roda pemerintahan di Kerajaan Nan Sarunai secara berturut-turut dilanjutkan oleh Raden Neno (1329-1349) kemudian Raden Anyan (1349-1358). Raden Anyan yang menyandang gelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas disebut-sebut sebagai raja terakhir Nan Sarunai.

Keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai mulai terjadi pada masa-masa akhir pemerintahan Raden Anyan. Riset Sutopo Urip Bae yang dirujuk Abdul Rachman Patji dalam Etnisitas & Pandangan Hidup Komunitas Sukubangsa di Indonesia: Bunga Rampai Kedua Studi Etnisitas di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Selatan (2010) menyebut bahwa kerajaan ini pernah diserang Majapahit pada 1358 (hlm. 58).

Baca juga: Kejamnya Sultan Samudera Pasai dan Serbuan Majapahit

Atas perintah Hayam Wuruk, pasukan Majapahit pimpinan Empu Jatmika menyerang Nan Sarunai hingga takluk. Oleh para seniman lokal, tragedi runtuhnya Nan Sarunai ini diungkapkan dalam puisi ratapan atau wadian dalam bahasa Maanyan yang disebut peristiwa “Usak Jawa” atau “Penyerangan oleh Kerajaan Jawa” (Fridolin Ukur, Tanya Jawab Tentang Suku Dayak, 1977: 46).

Kemudian, Empu Jatmika membangun kerajaan baru bernama Negara Dipa yang bernaung di bawah kekuasaan Majapahit dan menganut agama Hindu. Nantinya, Negara Dipa pun menuai keruntuhan dan pada akhirnya, sejak 1520, digantikan Kesultanan Banjar yang sudah memeluk Islam.

sumber: https://tirto.id/jejak-panjang-nan-sarunai-kerajaan-purba-di-kalimantan-cBfD

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya