×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Alat masak

Provinsi

Jawa Tengah

Asal Daerah

Jawa Tengah

Kendhi - Jawa Tengah - Jawa Tengah - Peralatan Masak

Tanggal 19 Apr 2018 oleh Oase .

Alat dapur yang terbuat dari gerabah (tanah liat) ini dikhususkan sebagai tempat minum siap saji. Kendhi ini biasa diisi dengan air mentah atau air matang. Dulu kala, air dalam kendhi yang siap diminum tidak harus dimasak dulu. Sebab air minum mentah zaman dulu belum begitu banyak tercemar oleh bakteri.

Berbeda sekali dengan air mentah sekarang yang sudah banyak tercemar, sehingga harus dimasak dulu sebelum diminum. Selain itu juga bisa dipengaruhi oleh ketahanan fisik seseorang. Orang zaman dulu sebagai pekerja keras lebih tahan terhadap air minum mentah dari pada orang zaman sekarang.

Zaman dulu hampir di setiap rumah tentu tersedia kendhi. Namun sekarang, alat ini sudah banyak tergantikan oleh barang-barang yang terbuat dari logam, porselin, plastik, kaca, dan sejenisnya, berupa teko, porong, ceret, dan lain sebagainya.

Walaupun bentuk derivasi kendhi sudah beraneka ragam, kendhi hingga saat ini masih tetap eksis. Tentu saja keberadaannya sudah jauh berkurang jika dibandingkan dengan zaman dulu, ketika kendhi masih berjaya. Masyarakat Jawa, sebagai salah satu pengguna kendhi, sebagian masih menggunakan kendhi untuk menyimpan air siap saji.

Untuk mendapatkan kendhi kita masih bisa membelinya di pasar-pasar tradisional maupun di sentra-sentra kerajinan gerabah. Memang saat ini kendhi-kendhi itu sudah banyak mengalami modifikasi dan finishing-nya lebih bagus. Namun, fungsinya tetap sama sebagai tempat air minum.

Jauh sebelum kemerdekaan, kendhi sudah banyak dikenal oleh masyarakat Jawa. Masyarakat suku lain tentu juga sudah mengenalnya, walaupun namanya mungkin berbeda. Sebuah data otentik dari kamus Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939) sudah merekamnya. Pada halaman 208 kamus itu diterangkan bahwa kendhi adalah tempat menyimpan air (minum) yang terbuat dari gerabah (tanah liat), memiliki “cucuk” (mulut) dan “gulu” (leher). Mulut untuk menuangkan air ke gelas, berada di samping. Sementara gulu (berada di atas) tempat menuangkan air ke dalam kendhi dan berfungsi sebagai pegangan saat air dituangkan ke gelas, cangkir atau langsung ke mulut.

Kendhi (tempat minum yang terbuat dari gerabah/tanah liat), sering dimaknai sebagai Kendhalining Budi, (kendali atas hati dan pikiran manusia). Dari kendhi inilah orang jawa memberi pesan bahwa, air yang dimasukkan kendhi adalah air bersih, keluarnya juga suci dan bisa mensucikan. Manusiapun juga demikian, jika apa yang ia dengar dan pelajari adalah hal baik, maka apa yang akan diucapkan dan dilakukan adalah sesuatu yang baik.

Bentuk kendhi memang unik. Bagian tubuh lebih besar dibandingkan dengan bagian leher. Bagian tubuh bawah (alas) agak kecil dibandingkan bagian tengah. Selain itu, alasnya berujud datar, agar mudah diletakkan di meja atau lantai. Sementara bagian leher agak panjang, cukup untuk pegangan tangan.

Biasanya bagian atas leher kendhi ada tutupnya, yang juga terbuat dari gerabah. Fungsinya agar kotoran tidak mudah ke dalam kendhi. Bagian mulut untuk mengalir air keluar berbentuk silinder kecil agak panjang. Agar tidak kemasukan debu, biasanya juga diberi tutup, terbuat dari daun pisang yang digulung.

Bentuk kendhi ini hampir mirip dengan poci, hanya tanpa pegangan di samping (lihat gambar). Ukuran kendhi yang standar berdiameter 21 cm dan tinggi 30 cm.

Ada kebiasaan unik di masyarakat Jawa dulu dalam penggunaan kendhi. Setiap rumah pada zaman dulu, khususnya yang berada di pinggir jalan, umumnya menyediakan kendhi yang diletakkan di pagar halaman depan rumah.

Fungsi kendhi tersebut untuk menyediakan air minum bagi para musafir atau orang yang lewat. Zaman dulu praktis tidak ada warung yang berjualan minuman. Jadi keberadaan kendhi di depan rumah itu sebagai bentuk solidaritas atau wujud dari beramal jariyah. Walaupun hanya berupa air kendhi, tetapi rasa “peduli” terhadap sesama itulah yang penting. Sayang sekali, zaman sekarang hal itu sudah tidak ada lagi, ketika semuanya sudah dihargai dengan uang. Semuanya harus beli. Budaya “sepi ing pamrih” sudah luntur.

Zaman dulu, ketika belum banyak muncul dispenser, kulkas, dan es batu, air kendhi banyak diminati, karena rasanya lebih dingin jika dibandingkan dengan air yang disimpan di teko dan sejenisnya. Apalagi sebelumnya air kendhi semalaman “diembun-embunkan” di luar rumah, akan terasa menyegarkan badan.

Selain berfungsi sebagai tempat air minum, umumnya kendhi juga dipakai untuk simbol pelengkap rangkaian upacara, seperti pernikahan dan kematian. Pada upacara pernikahan, kendhi hadir dalam rangkaian sesajen upacara pasang tarub. Demikian pula pada upacara kematian, kendhi dihadirkan sebagai salah satu alat yang ikut diarak hingga pemakaman.

Air kendhi dituang ke pusara orang yang baru saja meninggal, yang dimaksudkan untuk menyejukkan arwahnya. Bahkan hingga sekarang, masih banyak masyarakat Jawa yang melakukannya saat ada upacara kematian.

Perkembangan selanjutnya, saat ini kendhi juga sering hadir saat ada peresmian atau peristiwa penting. Misalkan, saat launching atau peluncuran bus baru untuk kegiatan sosial. Agar penggunaan bus tersebut selamat, bus tersebut disiram dengan air kendhi. Kendhi juga kadang hadir sebagai salah satu peralatan yang digunakan dalam kesenian tradisional, misalnya kethoprak. Ketika ada adegan di dapur atau ruang tamu, kendhi juga ada di tempat itu.

Sayangnya, alat satu ini, seperti alat lain yang terbuat dari gerabah, sekali pecah sudah tidak bisa digunakan lagi, kecuali dibuang. Untuk itu, penggunaan kendhi memang harus ekstra hati-hati, baik dalam penggunaan, perawatan, maupun penyimpanan. Sebelum digunakan, sebaiknya kendhi dicuci dengan air hangat, supaya tidak berbau tanah. Setelah digunakan, kendhi juga harus dibersihkan secara berkala. Cara membersihkan dengan dicuci menggunakan air panas agar kerak-kerak di dalam kendhi terkelupas dan ikut keluar.



 

Sumber:

https://gpswisataindonesia.info/2015/02/kendhi-tempat-air-pelepas-dahaga/

https://javanist.com/asal-usul-kata/

DISKUSI


TERBARU


Pertunjukan Man...

Oleh Bukantokohpublik24 | 15 Sep 2024.
Seni Budaya

Debus merupakan salah satu kesenian tradisional yang terdapat di Provinsi Banten. Pada awalnya, debus berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan aj...

Budaya Begalan...

Oleh Aniasalsabila | 12 Sep 2024.
Budaya Begalan

Budaya Begalan merupakan salah satu tradisi adat yang masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat di wilayah Banyumas, termasuk di Kabupaten Cilaca...

Seni Pertunjuka...

Oleh Radhityamahdy | 02 Sep 2024.
budaya

Seni pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang kaya akan nilai budaya dan artistik. Berakar dari kebudayaan Jawa,...

Ting-Ting Tempe

Oleh Deni Andrian | 29 Aug 2024.
Camilan

Bahan-bahan : 250 gram Tempe 150 gram gula pasir 1 sdt margarin 1 sdt sprinkles untuk topping (optional) Cara Membuat: Potong2 tempe dgn ukur...

Bebantan laman

Oleh . | 24 Aug 2024.
Ritual adat

Bebantan Laman adalah upacara memberi sesajian untuk pelindung kampung yaitu Tuhan Sang Hyang Duwata beserta para manifestasinya. Upacara Bebantan da...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...