Kalo termasuk salah satu alat dapur tradisional yang penting bagi masyarakat Jawa. Fungsi utama alat ini adalah untuk menyaring perasan air kelapa yang disebut dengan air santan, atau dalam bahasa Jawa disebut “santen”. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan alat penyaring santan.
Walaupun kalo mempunyai fungsi utama untuk menyaring air santan, tapi kalo juga digunakan untuk fungsi lain, misalnya untuk meniris sayuran yang baru saja selesai dimasak, seperti bayam, kobis, kecambah, kangkung, dan lain sebagainya. Selain itu sekaligus untuk tempat menaruh sayuran-sayuran keperluan menu pecel, seperti di warung-warung makanan.
Kalo tradisional terbuat dari bahan anyaman bambu. Cara pembuatannya hanya mengandalkan teknologi sederhana, yakni keterampilan tangan. Bentuknya bundar cekung dengan diameter sekitar 32 cm dan tinggi 8 cm. Biasanya satu sisi diberi tali untuk menggantungkan di dinding.
Kalo memiliki anyaman yang tidak terlalu rapat, yang berfungsi untuk keluarnya air santan. Sementara parutan kelapa tidak bisa masuk di sela-sela anyaman bambu tersebut. Pada pinggir kalo dilapisi belahan bambu melingkar dua lapis sebagai penguat. Belahan bambu itu ditali, bisa menggunakan iratan bambu, iratan penjalin, atau tali plastik agar tidak mudah lepas dan lebih kuat.
Kalo termasuk alat dapur tradisional yang sudah lama digunakan oleh masyarakat Jawa maupun masyarakat Nusantara lainnya. Setidaknya sudah digunakan oleh masyarakat Jawa lebih dari 75 tahun lalu. Terbukti, nama alat dapur ini sudah terekam dalam kamus Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta terbit tahun 1939. Pada halaman 183 disebutkan “Kalo, bangsane irig dianggo saringan santen, lan sapiturute”. Artinya kurang lebih “Kalo sejenis penyaring yang fungsinya untuk menyaring santan, dan sebagainya”.
Apakah masyarakat sekarang masih menggunakan alat tersebut? Dan apakah ada alat serupa yang lebih modern saat ini?
Sudah barang tentu masyarakat Jawa hingga saat ini sebagian masih menggunakan alat ini sebagai perlengkapan dapur, khususnya di daerah pedesaan. Sementara masyarakat di perkotaan sebagian besar sudah beralih ke alat serupa yang lebih modern, yang terbuat dari plastik atau aluminium. Kalo dari plastik lebih ringan dan lebih awet, tapi tidak tahan panas. Sementara kalo aluminium tahan panas dan lebih awet. Hanya harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan kalo tradisional.
Santan pun sudah diproduksi secara massal oleh pabrikan dengan mesin modern. Santan pabrikan dengan merk-merk tertentu itu terjual di supermarket, swalayan, mall, pasar tradisional hingga warung-warung sekeliling rumah.
Meski demikian, di pasar-pasar tradisional masih banyak dijumpai penjual kalo tradisional yang terbuat dari anyaman bambu. Demikian pula warung-warung tradisional, juga kadang masih menjual barang ini. Sentra-sentra pembuat kalo dan alat dapur dari bambu juga masih mudah ditemui di berbagai desa di Jawa, seperti di daerah Sleman, Bantul, Kulonprogo, dan Gunungkidul. Harganya sekitar Rp 5.000 per buah.
Kalo yang masih baru dan sebelum dipakai, biasanya dicuci dengan air sabun dengan menggunakan sepet atau kawul. Fungsinya untuk menghilangkan bau bambu dan kotoran-kotoran lainnya. Demikian pula usai dipakai, biasanya juga dicuci dengan cara yang sama.
Apabila kalo tidak digunakan dalam waktu lama, sebelum disimpan dan agar awet, sebaiknya diolesi dengan rendaman air tembakau. Fungsinya agar tidak termakan oleh hama yang sering disebut “bubuk”. Demikian pula, usai digunakan selalu disimpan dalam posisi menggantung di dinding bambu, di rak, atau di tiang. Bisa pula diletakkan di “paga” atau sejenis rak piring dalam keadaan miring. Sebisa mungkin, kalo tidak tertindih oleh alat dapur lain agar lebih awet.
Saat kalo digunakan untuk memeras air santan, agar tidak mudah rusak sebaiknya tidak ditekan dengan tangan yang memeras air kelapa. Sebaiknya tangan yang memegang kelapa parutan berada di posisi di atas kalo dengan jarak sekitar 5 cm. Jadi posisi tangan masih tetap di tengah atas kalo. Sementara kelapa parutan yang sedang diberi air, sebaiknya diperas di tempat lain. Jadi fungsi kalo lebih khusus sebagai tempat menyaring air kelapa parutan.
Apabila kalo sudah lama dan sudah mulai rusak, ditandai lubang-lubang kecil, maka sebaiknya segera diganti. Kalo yang rusak ringan bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti untuk tutup sayur di kwali, tutup panci, tutup wajan, dan sebagainya. Bisa pula digunakan untuk mencuci sayuran yang hendak diolah. Dapat pula digunakan untuk tempat bumbu dapur, semisal bawang merah, bawang putih, cabe, tomat, dan lain sebagainya.
Bagi masyarakat Jawa, kalo dianggap alat dapur biasa, yang tidak ada pantangan-pantangannya saat menggunakannya dan dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/11/kalo-si-spesialis-penyaring-santan/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja