Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Baduy
Kalender Baduy adalah sistem kalender yang digunakan oleh Suku Baduy di daerah Banten. Kalender Baduy termasuk dalam kalender matahari dimana satu tahun rata-rata sama dengan satu tahun tropis (365 hari matahari 5 jam 48 menit 45.19 detik). Hal ini sangat berguna bagi masyarakat Baduy sebagai acuan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Selain itu Kalender Baduy juga termasuk dalam kalender astronomis dimana penentuan awal tahun dilakukan dengan memperhitungkan faktor pengamatan langit dan pengamatan musim; tidak hanya mengandalkan sistem penghitungan tertentu (kalender matematis).
Sebagaimana kalender lain, Kalender Baduy juga mengenal sistem tujuh hari dalam satu pekan (saptawara) yang terdiri dari: Ahad, Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jumat, dan Saptu.
Ada 12 bulan dalam Kalender Baduy yang masing-masing terdiri dari 30 hari, yaitu : Kasa, Karo, Katilu, Kapat / Sapar, Kalima, Kanem, Kapitu / Katujuh, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit Lemah, dan Hapit Kayu. Nama-nama bulan tersebut menunjukkan bahwa Kalender Baduy sejalan dengan sistem kalender Pranata Mangsa yang pada masa lalu digunakan oleh masyarakat petani di seluruh Pulau Jawa dan Pulau Bali.
No | Penanggalan Baduy | Awal | Akhir |
---|---|---|---|
1 | Kasa | 23 Juni | 2 Agustus |
2 | Karo | 3 Agustus | 25 Agustus |
3 | Katiga (Katilu) | 26 Agustus | 18 September |
4 | Kapat | 19 September | 13 Oktober |
5 | Kalima | 14 Oktober | 9 November |
6 | Kanem | 10 November | 22 Desember |
7 | Kapitu | 23 Desember | 3 Februari |
8 | Kadalapan | 4 Februari | 1 Maret |
9 | Kasalapan | 2 Maret | 26 Maret |
10 | Kasapuluh | 27 Maret | 19 April |
11 | DHapit Lemah | 20 April | 12 Mei |
12 | Hapit Kayu | 13 Mei | 22 Juni |
Karena hanya ada 30 hari dalam setiap bulan, maka ada selisih lima hari atau enam hari antara Kalender Baduy dengan tahun tropis. Selisih ini tidak termasuk dalam tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Hari-hari ini disebut hari-hari yang diwagekeun. Tahun baru jatuh pada tanggal satu bulan Kapat / Sapar dan tidak boleh tertepatan dengan hari Jumat atau Minggu atau Senin. Karena itu jika tahun baru jatuh pada hari-hari tersebut maka akan digeser ke hari Kamis atau Sabtu atau Selasa yang berdekatan. Peristiwa ngawagekeun tidak terjadi setiap tahun dan hari-hari yang diwagekeun pun tidak selalu tetap jumlahnya tergantung pada hasil penghitungan dari rapat adat. Selain itu, jika pada bulan Hapit Kayu belum bisa dilakukan mipit (panen padi pertama di huma serang oleh istri girang seurat) maka rapat adat akan memutuskan apakah mipit akan tetap dilakukan atau diundur. Jika rapat adat memutuskan bahwa mipit diundur, maka akan terjadi ninggal bulan yang berarti tahun berjalan terdiri dari 13 bulan (Kurnia & Sihabudin, 2010).
Menurut Jacobs & Meijer (1891), Kalender Baduy tidak mengenal tarikh yang menjadi acuan penghitungan tahun. Tetapi menurut Kurnia & Sihabudin (2010), Kalender Baduy mengenal sistem penghitungan tahun berbasis tujuh. Sistem penghitungan tahun ini terdiri dari : Windu (satu windu = delapan tahun), Padalung (satu padalung = tujuh windu), Margasana (satu margasana = tujuh padalung), dan Sareat (satu sareat = tujuh margasana). Hasilnya lalu ditambah 500 tahun waktu kosong yang disebut masa pembenahan dunia. Adapun siklus windu dalam Kalender Baduy sama dengan siklus windu dalam Kalender Jawa. Siklus windu tersebut terdiri dari delapan tahun : Alif, He, Jimawal, Je, Dal, Be, Wau, dan Jimakhir.
# | Nama | Nama suro | Hari |
---|---|---|---|
1 | Alip | Selasa Pon | 354 |
2 | Ehe | Sabtu Pahing | 355 |
3 | Jimawal | Kamis Pahing | 354 |
4 | Je | Senin Legi | 354 |
5 | Dal | Jumat Kliwon | 355 |
6 | Be | Rabu Kliwon | 354 |
7 | Wawu | Ahad Wage | 354 |
8 | Jimakir | Kamis Pon | 355 |
Total | 2835 |
Selain mengandalkan penghitungan kalender, Suku Baduy juga melakukan pengamatan astronomis untuk mematok kalender berjalan dan menentukan waktu yang tepat dalam kegiatan pertanian. Rasi bintang yang sangat penting bagi masyarakat Baduy yaitu rasi bintang Orion (atau Bintang Kidang atau Bintang Waluku atau Bintang Bajak atau Guru Desa) dan rasi bintang Pleiades (atau Bintang Kartika atau Bintang Gumarang). Bintang Kartika biasanya muncul dua pekan sebelum munculnya Bintang Kidang ketika matahari berada di belahan bumi utara. Menurut masyarakat Baduy, pada saat itulah tanah sedang dingin. Sebaliknya, ketika Bintang Kidang mulai terbenam di cakrawala barat dan tidak dapat terlihat adalah saat yang tidak tepat untuk menanam padi karena tanah sedang panas dan banyak serangga hama.
Di antara keduanya, Bintang Kidang memegang peranan paling penting bagi kegiatan berladang di huma serang yang merupakan ladang komunal Suku Baduy dan selalu menjadi acuan bagi kegiatan berladang di ladang huma puun, huma girang seurat, huma tangtu, huma tuladan, dan huma panamping. Pentingnya Bintang Kidang tampak dalam ungkapan berikut yang menggambarkan posisi ketinggian Bintang Kidang dari cakrawala timur pada saat matahari terbit :
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.