|
|
|
|
Kalender Baduy Tanggal 04 Mar 2019 oleh Nicky Ria Azizman. |
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Baduy
Kalender Baduy adalah sistem kalender yang digunakan oleh Suku Baduy di daerah Banten. Kalender Baduy termasuk dalam kalender matahari dimana satu tahun rata-rata sama dengan satu tahun tropis (365 hari matahari 5 jam 48 menit 45.19 detik). Hal ini sangat berguna bagi masyarakat Baduy sebagai acuan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Selain itu Kalender Baduy juga termasuk dalam kalender astronomis dimana penentuan awal tahun dilakukan dengan memperhitungkan faktor pengamatan langit dan pengamatan musim; tidak hanya mengandalkan sistem penghitungan tertentu (kalender matematis).
Sebagaimana kalender lain, Kalender Baduy juga mengenal sistem tujuh hari dalam satu pekan (saptawara) yang terdiri dari: Ahad, Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jumat, dan Saptu.
Ada 12 bulan dalam Kalender Baduy yang masing-masing terdiri dari 30 hari, yaitu : Kasa, Karo, Katilu, Kapat / Sapar, Kalima, Kanem, Kapitu / Katujuh, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit Lemah, dan Hapit Kayu. Nama-nama bulan tersebut menunjukkan bahwa Kalender Baduy sejalan dengan sistem kalender Pranata Mangsa yang pada masa lalu digunakan oleh masyarakat petani di seluruh Pulau Jawa dan Pulau Bali.
No | Penanggalan Baduy | Awal | Akhir |
---|---|---|---|
1 | Kasa | 23 Juni | 2 Agustus |
2 | Karo | 3 Agustus | 25 Agustus |
3 | Katiga (Katilu) | 26 Agustus | 18 September |
4 | Kapat | 19 September | 13 Oktober |
5 | Kalima | 14 Oktober | 9 November |
6 | Kanem | 10 November | 22 Desember |
7 | Kapitu | 23 Desember | 3 Februari |
8 | Kadalapan | 4 Februari | 1 Maret |
9 | Kasalapan | 2 Maret | 26 Maret |
10 | Kasapuluh | 27 Maret | 19 April |
11 | DHapit Lemah | 20 April | 12 Mei |
12 | Hapit Kayu | 13 Mei | 22 Juni |
Karena hanya ada 30 hari dalam setiap bulan, maka ada selisih lima hari atau enam hari antara Kalender Baduy dengan tahun tropis. Selisih ini tidak termasuk dalam tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Hari-hari ini disebut hari-hari yang diwagekeun. Tahun baru jatuh pada tanggal satu bulan Kapat / Sapar dan tidak boleh tertepatan dengan hari Jumat atau Minggu atau Senin. Karena itu jika tahun baru jatuh pada hari-hari tersebut maka akan digeser ke hari Kamis atau Sabtu atau Selasa yang berdekatan. Peristiwa ngawagekeun tidak terjadi setiap tahun dan hari-hari yang diwagekeun pun tidak selalu tetap jumlahnya tergantung pada hasil penghitungan dari rapat adat. Selain itu, jika pada bulan Hapit Kayu belum bisa dilakukan mipit (panen padi pertama di huma serang oleh istri girang seurat) maka rapat adat akan memutuskan apakah mipit akan tetap dilakukan atau diundur. Jika rapat adat memutuskan bahwa mipit diundur, maka akan terjadi ninggal bulan yang berarti tahun berjalan terdiri dari 13 bulan (Kurnia & Sihabudin, 2010).
Menurut Jacobs & Meijer (1891), Kalender Baduy tidak mengenal tarikh yang menjadi acuan penghitungan tahun. Tetapi menurut Kurnia & Sihabudin (2010), Kalender Baduy mengenal sistem penghitungan tahun berbasis tujuh. Sistem penghitungan tahun ini terdiri dari : Windu (satu windu = delapan tahun), Padalung (satu padalung = tujuh windu), Margasana (satu margasana = tujuh padalung), dan Sareat (satu sareat = tujuh margasana). Hasilnya lalu ditambah 500 tahun waktu kosong yang disebut masa pembenahan dunia. Adapun siklus windu dalam Kalender Baduy sama dengan siklus windu dalam Kalender Jawa. Siklus windu tersebut terdiri dari delapan tahun : Alif, He, Jimawal, Je, Dal, Be, Wau, dan Jimakhir.
# | Nama | Nama suro | Hari |
---|---|---|---|
1 | Alip | Selasa Pon | 354 |
2 | Ehe | Sabtu Pahing | 355 |
3 | Jimawal | Kamis Pahing | 354 |
4 | Je | Senin Legi | 354 |
5 | Dal | Jumat Kliwon | 355 |
6 | Be | Rabu Kliwon | 354 |
7 | Wawu | Ahad Wage | 354 |
8 | Jimakir | Kamis Pon | 355 |
Total | 2835 |
Selain mengandalkan penghitungan kalender, Suku Baduy juga melakukan pengamatan astronomis untuk mematok kalender berjalan dan menentukan waktu yang tepat dalam kegiatan pertanian. Rasi bintang yang sangat penting bagi masyarakat Baduy yaitu rasi bintang Orion (atau Bintang Kidang atau Bintang Waluku atau Bintang Bajak atau Guru Desa) dan rasi bintang Pleiades (atau Bintang Kartika atau Bintang Gumarang). Bintang Kartika biasanya muncul dua pekan sebelum munculnya Bintang Kidang ketika matahari berada di belahan bumi utara. Menurut masyarakat Baduy, pada saat itulah tanah sedang dingin. Sebaliknya, ketika Bintang Kidang mulai terbenam di cakrawala barat dan tidak dapat terlihat adalah saat yang tidak tepat untuk menanam padi karena tanah sedang panas dan banyak serangga hama.
Di antara keduanya, Bintang Kidang memegang peranan paling penting bagi kegiatan berladang di huma serang yang merupakan ladang komunal Suku Baduy dan selalu menjadi acuan bagi kegiatan berladang di ladang huma puun, huma girang seurat, huma tangtu, huma tuladan, dan huma panamping. Pentingnya Bintang Kidang tampak dalam ungkapan berikut yang menggambarkan posisi ketinggian Bintang Kidang dari cakrawala timur pada saat matahari terbit :
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |