Kisah ini terjadi ketika para raksasa dan para Dewa bekerja sama mengaduk lautan susu untuk mencari “Tirtha Amertha” atau Tirtha Kamandalu. Konon siapa saja yang meminum tirtha itu maka dia akan abadi (tidak bisa mati). Maka setelah tirtha itu didapatkan kemudian dibagi rata. Tugas membagi tirtha adalah Dewa Wisnu yang menyamar menjadi gadis cantik, lemah gemulai. Dalam kesepakatan diatur bahwa para Dewa duduk dibarisan depan sedangkan para Raksasa dibarisan belakang.
Syahdan ada Raksasa bernama “Kala Rahu” yang menyusup dibarisan para Dewa, dengan cara merubah wujudnya menjadi Dewa. Namun penyamarannya ini segera diketahui oleh Dewa Candra atau Dewa Bulan. Maka ketika tiba giliran Raksasa Kala Rahu mendapatkan “Tirtha Keabadian”, disitulah Dewa Candra berteriak. “Dia itu bukan Dewa, dia adalah Raksasa Kala Rahu”. Namun sayang tirtha itu sudah terlanjur diminum. Maka tak ayal lagi Cakra Dewa Wisnu menebas leher Sang Kala Rahu. Maka demikianlah, karena lehernya sudah tersentuh oleh Tirtha Keabadian, sehingga tidak bersentuh oleh kematian. Wajahnya tetap hidup dan melayang-layang diangkasa. Sedangkan tubuhnya mati, karena belum sempat tersentuh oleh tirtha kamandalu. Sejak saat itu dendamnya terhadap Dewa Bulan tak pernah putus-putus, dia selalu mengincar dan menelan Dewa Bulan pada waktu Purnama. Tapi karena tubuhnya tidak ada maka sang rembulan muncul kembali kepermukaan. Begitulah setiap Sang Kala Rahu menelan Dewa Bulan terjadilah Gerhana.
Makna yang terkandung dalam mitos ini adalah, bahwa jika seseorang belum bisa melepaskan sifat-sifat keraksasaannya maka dia belum boleh mendapatkan keabadian. Sang Kala Rahu yang tidak sabar menunggu giliran akhirnya harus kehilangan tubuhnya. Sedangkan Dewa Candra yang menjadi sasaran kemarahan Kala Rahu harus menanggung akibatnya. Dimana jika terjadi gerhana, maka dunia akan mengalami bencana atau musibah.
Untuk menanggulangi hal seperti ini maka seseorang, diharapkan selalu eling dan waspada. Setelah terjadinya gerhana biasanya orang-orang wikan membuat sesajen tertentu untuk mencegah sebelum bencana itu terjadi. Gerhana lebih banyak disorot oleh para ilmuan modern sebagai peristiwa alam biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Namun bagi kalangan para pengamat supranatural dan kebathinan, Gerhana bulan tetap harus diwaspadai. Dengan kata lain hendaknya masyarakat berhati-hati, karena peristiwa-peristiwa buruk sangat rawan terjadi.
Selain Gerhana Bulan, tanda-tanda alam yang juga dijadikan pedoman oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia adalah munculnya “Bintang Kukus” atau Komet berekor yang mengeluarkan asap mengepul. Biasanya kemunculan Bintang Kukus ini sebagai pertanda jatuhnya seorang Pemimpin suatu negara. Namun sebelum itu didahului oleh percekcokan-percekcokan serta pertumpahan darah. Krisis moneter atau krisis ekonomi dan krisis moral serta terjadinya keributan-keributan di suatu wilayah.
Terlepas dari mitos atau kepercayaan semacam itu hendaknya sejak dini seseorang sudah menekuni dan memperdalam serta memulai menggembleng dirinya untuk tidak terpengaruh oleh sesuatu yang diluar dugaan. Zaman dulu ketika teknologi tidak secanggih sekarang peristiwa Gerhana Bulan dianggap suatu yang diluar dugaan. Namun kini dengan pesatnya kemajuan dibidang Iptek (Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi) Peristiwa Gerhana sudah bisa diramalkan kemunculannya dan tidak perlu ditakuti.
Namun meskipun begitu kepercayaan akan adanya peristiwa yang tak diharapkan tetap harus diwaspadai. Purnama Tilem memberi kesempatan seluas-luasnya pada umat manusia untuk melakukan ritual pemujaan. Pengendalian dan pendidikan budi pekerti. Hendaknya hari suci Purnama Tilem betul-betul dimanfaatkan untuk memupuk nilai-nilai keimanan dalam diri setiap orang. Musnahkan sifat-sifat raksasa dalam diri, jangan menjadi Kala Rahu (Nuju Peteng/ketika kegelapan datang). Orang yang berilmu pengetahuan hendaknya seperti bulan Purnama, memberi kesejukan dan penerangan bagi semuanya.
Purnama Tilem, hari yang identik dengan kesucian, keharmonisan, kegembiraan. Tekadkan niat untuk selalu berada dijalan yang lurus, percaya diri bahwa Sang Hyang Jagad Pratingkah, akan senantiasa membimbing umat-Nya menuju ke alam yang Sunyata (Alam nyata yang sesungguhnya). Alam yang tidak ada konflik, alam kebebasan, alam kebahagiaan Surgawi. Pastikan dia senantiasa hadir di tengah-tengah para pemuja-Nya. Lakukan pemujaan dengan setulus-tulusnya.
Dia yang dipuja turut memuja, memberkati dengan rahmat-Nya dengan senyum manis-Nya, dengan kasih sayang –Nya. Dia yang tulus, meluluskan permohonannya dengan karunia kebijaksanaan. Dia yang berbakti, terberkati dengan karunia yang berlimpahan. Dia yang menghibur, terhibur oleh alunan musik surgawi dan kedamaian. Dia yang mendoakan kidung Perdamaian, memperoleh anugerah Shanti dihatinya, dan Prema (kasih sayang yang tulus) di Tri Loka.
Sumber:
http://tradisi-tradisional.blogspot.com/2017/04/cerita-rakyat-bali-kala-rahu-menelan.html
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang