Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Barat Sumedang
Kahuripan Cileutik, Bukti Kasih Sang Pangeran
- 11 Februari 2015

Kahuripan Cileutik, pada prasastinya tertulis"Pengemut-ngemut ka Pangeran Aria Soeria Atmadja Bupati Sumedang Tahun 1882-1919, ku jasa mantenna ieu cai tiasa manfaat kanggo balarea" yang artinya kurang lebih "Untuk mengenang Pangeran Aria Soeria Atmadja, karena jasa beliau air ini bisa bermanfaat bagi semua". Sebuah prasasti pastinya dibuat untuk menandai tempat atau lokasi yang dianggap memiliki nilai historis, ia dibuat sebagai tanda bahwa di tempat tersebut pernah terjadi peristiwa penting, salah satu contohnya seperti Prasasti Cadas Pangeran yang pernah saya ceritakan dulu, yang isi prasastinya mengisahkan tentang peristiwa Cadas Pangeran, sebuah peristiwa yang melegenda di Sumedang.

Sesuai dengan namanya yaitu Kahuripan Cileutik (Kahuripan = Kehidupan, Ci = air, Leutik = kecil), air yang keluar dari tempat dekat prasasti ini berada relatif kecil seperti pancuran biasa, padahal sejatinya ia adalah sebuah mata air yang keluar langsung dari dalam tanah, dimana sebuah mata air biasanya melimpahkan air yang banyak ke permukaan. Cileutik berarti air yang memancar tidak terlalu deras dan relatif kecil, dulunya air yang keluar dari tempat ini keluar begitu saja tanpa tempat khusus untuk mengalirkannya, namun sekarang air yang keluar sudah dilengkapi bak penampungan dan pipa untuk memudahkan penggunannya.

 
Cileutik ini menurut saya sangat unik, karena jika biasanya sebuah mata air muncul di tempat yang cukup rendah, mata air ini justru muncul di tempat yang cukup tinggi dan berada di daerah yang cukup kering dan berdebu. Ternyata ada cerita tersendiri dibalik mata air Cileutik ini sampai-sampai ditempat mata air ini berada kini dibuatkan sebuah prasasti, saya sendiri kurang tahu apakah cerita yang berkembang di masyarakat dan bahkan sedikit disinggung di prasasti ini adalah cerita sejarah atau cerita rakyat semata. Tutur ceritanya melibatkan seorang tokoh Pangeran Sumedang yang pernah saya ceritakan dulu yaitu Pangeran Aria Soeria Atmadja.
 
Kebetulan ada seorang tokoh masyarakat di desa Sukajaya yang menceritakan kisah dibalik munculnya mata air Cileutik ini kepada saya, kira-kira begini ceritanya :
"Pada suatu ketika, pangeran Aria Soeria Atmadja berpatroli melihat keadaan rakyatnya, beliau berkeliling ke daerah-daerah di Sumedang bersama para punggawanya, dan akhirnya sampailah beliau di sebuah daerah yang sekarang bernama desa Sukajaya. Di tempat tersebut beliau melihat-lihat keadaan sekitar, beliau berkata bahwa di tempat tersebut nantinya akan ramai dan penuh dengan canda tawa anak kecil (budak leutik, sunda red). Ketika menyusuri jalan di desa Sukajaya bersama para punggawanya, banyak diantara punggawa merasa kehausan karena perjalanan yang cukup jauh dan mendaki dari pusat kota Sumedang ke tempat tersebut. Melihat para punggawanya kehausan, dengan kasih dan niatan menolong para punggawanya, Pangeran Aria Soeria Atmadja menusukkan tongkat (iteuk) pada sejengkal tanah dipinggir jalan, dan keluarlah aliran air yang tak henti-hentinya mengalir, seketika itu pula para punggawa memanfaatkan air tersebut untuk memuaskan dahaga mereka, dan selanjutnya penduduk sekitar pun ikut memanfaatkannya. Dikemudian hari mata air tersebut disebut dengan Cileutik."
 
Begitu kira-kira cerita singkat dari tokoh desa yang menceritakan kisahnya kembali pada saya, sebuah cerita yang memberi gambaran tentang keluhuran budi Pangeran Aria Soeria Atmadja pada sesama, yang tak memandang para punggawa sebagai abdinya, tetapi memandang semua sama sebagai makhluk Allah dengan penuh kasih sayang. Menurut beliau, cerita tersebut adalah cerita turun menurun yang diceritakan dari generasi ke generasi. Debit air yang keluar dari mata air Cileutik ini memang tidak terlalu besar, namun ia selalu stabil mengalir tiada henti walaupun di musim kemarau. Sekarang, air yang keluar dari mata air ini sangat bermanfaat bagi masyarakat di sekelilingnya, bahkan tak jarang warga dari luar desa Sukajaya pun mengambil air dari tempat ini dengan cara menampungnya pada jerigen-jerigen besar dan mengangkutnya dengan menggunakan mobil atau motor.
 
Dari cerita yang berkembang seperti telah disebutkan diatas, air dari mata air ini tiba-tiba saja keluar dari dalam tanah setelah tanah tersebut ditusuk tongkat oleh Pangeran Aria Soeria Atmadja, airnya pun tidak pernah berhenti mengalir sampai saat ini, konon hal tersebut disebabkan oleh tuah dari sang pangeran, apa-apa yang dikatakannya selalu menjadi kenyataan seperti pernah saya ceritakan juga di postingan tentang Sawo Sukatali, dalam postingan tersebut diceritakan bahwa Pangeran Aria Soeria Atmadja menyebut Sawo Sukatali yang manis akan menjadi terkenal dan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa Sukatali, dan ternyata perkataan beliau tersebut menjadi kenyataan saat ini. Dan mungkin inilah yang dimaksudkan sang pangeran bahwa di desa Sukajaya akan ramai dan penuh dengan canda tawa anak kecil (budak leutik, sunda red), karena selain saya jumpai di desa Sukajaya ini anak kecil memang relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan di tempat-tempat lain (tidak saya jumpai satu sudut desa pun di tempat ini yang tak ada canda tawa anak kecil didalamnya), mungkin kebahagiaan yang dimaksud juga adalah dengan adanya mata air ini yang sangat bermanfaat bagi desa Sukajaya.

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline