Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sumatera Barat Pariaman
Kaba Siti Baheram #DaftarSB19
- 15 Februari 2019

Siti Baheram adalah seorang perempuan muda asal Sungai Pasak, Pariaman yang dibunuh oleh pemuda bernama Ajo Juki, pecandu judi. Aju Juki ini masih memiliki hubungan kekerabatan dengan perempuan tersebut. Baheram ditemukan meninggal pada malam Minggu 11 November, tengah malam menjelang 12 November 1916, di Batang Sungai Pasak, Pariaman setelah mengalami penganiayaan. Pada telinga kanannya terdapat luka dan lehernya memiliki bekas diikat dengan rambut dan baju. Perhiasan yang ia pakai juga raib. Pembunuhan terjadi ketika Baheram hendak pulang ke rumah usai berkunjung dari rumah mertuanya di Kota Marapak. Kala itu, perempuan berusia 20 tahun ini memakai sepasang gelang emas, sepasang anting emas, peniti perak, dan tusuk konde. Si Juki bersama temannya yang bernama si Gambuik kemudian membunuh dan merampok perhiasan yang ia kenakan untuk dipertaruhkan di lapak judi. Kedua penjudi ini dikabarkan mengalami banyak kekalahan di medan judi sehari sebelum kejadian.

Peristiwa pembuhunan ini dilaporkan dalam surat kabar Sinar Sumatra terbitan Padang edisi Kamis, 16 November 1916. Berikut adalah cuplikan berita dalam surat kabar tersebut yang dilansir dari laman pribadi dosen dan peneliti dari Universitas Leiden, Suryadi Sunuri.

“KEDAPATAN MAIT. Kita poenja correspondent di Priaman kabarkan: Pada petang Saptoe malam Minggoe 11 djalan 12 November jang soedah, telah kedapatan oleh orang mait seorang perempoean di Batang Soengai Pasak Priaman. Ada poen perempoean itoe namanja si Baheram oemoer kira-kira 20 tahoen, pada hari jang terseboet hendak poelang ke roemahnja di Soengai Pasak dari roemah mertoeanja di Kota Marapak dengan memakai pakaijan 1 pasang gelang mas harga kira-kira f 100, sepasang anting-anting mas harga f 18, 3 penitie perak harga f 5, satoe toesoek konde harga f 3. Maka matinja perempoean itoe roepanja adalah bekas di aniaja oerang, karena pada atas telinganja sebelah kanan ada loeka dan lehernja bekas diikat dengan ramboet dan badjoenja, djoega semoea barangnja jang dipakainja itoe tida ada lagi, boleh djadi matinja itoe karena orang hendak mengambil barangnja.

Maka pada hari Minggoe mantri politie bersama kepala negeri di sana telah datang boeat pereksa dan tjari keterangan dalam hal pemboenoehan itoe, pada hari Senen telah dapat keterangan jaitoe jang tertoedoeh doea orang anak negeri nama si Gandoei (si Ganduik, si Gendut; Suryadi) dan si Djoki, dan pada bajoe si Djoki ada kedapatan bekas darah begitoe djoega selendang perempoean itoe kedapatan poela di rumah si Djoki. Si Gandoei telah mengakoe melakoekan pekerdjaan itoe berdoea dengan si Djoki. Kabarnja si Gandoei dan si Djoki itoe ialah oerang soedah termashoer pendjoedi; begitoe djoega pada hari Saptoe itoe kedoea oerang telah dapat banjak kekalahan main di medan djoedi”

Kaba Siti Baheram merupakan salah satu repertoar dalam pertunjukan rabab Pariaman yang sampai kini masih diceritakan oleh tukang rabab Pariaman. Sedangkan nasib si Joki yang mati digantung, tetap dikenang orang Pariaman dalam bait pantun lagu Kim khas Pariaman berikut ini.

Ka bukik tanamlah padi / Ditanam anak Bintuangan / Lah malang untuang si Joki / Tatagak tiang gantuangan (Ke bukit tanamlah padi / Ditanam anak Bintungan / Malanglah nasib si Joki / Berdiri tiang gantungan).

Selain itu, kaba Siti Baheram juga sering dikisahkan pada randai, sandiwara ala komedi stamboel dulu maupun teater modern, dan ada juga yangdijadikan bahan inspirasi untuk gubahan tari . Berikut adalah kaba kisah Siti Baheram secara lengkap.

____________________________________________________________________________________________________________________________

 

Alkisah, pada zaman dahulu di negri Pariaman hidup seorang pemuda bernama Ajo Juki. Merupakan anak satu-satunya dan ia tinggal bersama Ibu nya. Ajo Juki diperlakukan sangat manja oleh sang Ibu. Apapun keinginannya selalu dikabulkan. Juki tidak bersekolah dan tidak pula mengaji seperti layaknya orang lain, melainkan suka berjudi. Kegemaran Ajo Juki dalam berjudi ini membuat sang Ibu harus memberinya modal uang untuk digunakan berjudi. Ibu Ajo Juki kerap kali mendapat tindakan pemaksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh Ajo Juki agar sang Ibu memberikan uang ataupun hartanya untuk dibawa Ajo Juki berjudi. Ibu Ajo Juki sering kali mendapatkan nasihat orang-orang sekampung untuk tidak terlalu memanjakan dan menuruti semua kemauan Ajo Juki. Tapi apa daya, Ibu Ajo Juki tidak bisa berbuat apa-apa melainkan memenuhi kemauan sang anak.

Ajo Juki tidak sendirian, ia memiliki seorang teman akrab yang selalu menemani nya kemanapun ia pergi, namanya Buyuang Gambuik. Pada suatu hari dimana hujan turun amat lebat disertai angin ribut, Ajo Juki dan Buyang Gambuik sedang berteduh di sebuah pondok dan saling bercerita tentang hidup mereka yang miskin. Sekian lama mereka bercerita, hujan pun perlahan mereda, Ajo Juki dan Buyuang Gambuik pun merasa lapar. Mereka berdua pun meninggalkan pondok tersebut dan berjalan menyusuri rumah Siti Baheram. Siti Baheram merupakan seorang gadis yang sudah berkeluarga, suami nya bernama Saidian memiliki seorang anak perempuan, si Upiak yang masih berumur satu tahun. Siti Baheram merupakan sosok terpandang di kampungnya. Memiliki sifat baik hati, pemurah, suka membantu orang yang kesusahan, hidup berkecukupan, dan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Ajo Juki. Setibanya di rumah Siti Baheram, Ajo Juki dan Buyuang Gambuik dipersilakan masuk oleh Siti Baheram dan diberi jamuan makan. Seusai mereka makan, Siti Baheram pun memberi mereka uang, kemudian mereka berdua berterima kasih dan pamit pulang.

Diperjalanan pulang, Ajo Juki dan Buyuang Gambuik membeli rokok, mereka pun duduk bersama disebuah pondok dan menghisap rokok mereka ambil menyanjung Siti Baheram yang baik hati sudah memberi uang kepada mereka, jika tidak ada uang pemberian Siti Baheram, maka tidak ada rokok yang mereka hisap sekarang. Kemudian, Ajo Juki pun teringat akan satu hal, pada hari Selasa besok, akan berlangsung permainan judi di Sungai Pasak, dimana banyak orang yang akan datang disana untuk bermain judi. Tapi, mereka berdua tidak memiliki uang sama sekali untuk dijadikan modal berjudi. Akhirnya, Ajo Juki memtuskan untuk meminta uang kepada sang Ibu. Ajo Juki pun pulang kerumah dengan niat meminta uang kepada sang ibu, tentu saja Buyuang Gambuik ikut bersamanya.

Melihat kedatangan sang anak, dengan baju koyak di bahu dan muka sedih, beliau menaruh nasi untuk dimakan oleh Ajo Juki dan Buyuang Gambuik. Di dalam hati, ibu Juki sedih tidak bisa makan karena nasi yang dipunya sudah habis dimakan oleh anaknya, beras yang hendak dimasak pun sudah habis. Sambil menatap anaknya, yang sudah besar, Ibu Juki meringis, punya anak satu-satunya, bukannya membantu sang Ibu tapi malah menyusahkan saja.

Setelah usai makan, Ajo Juki pun memanggil sang Ibu, ia bercerita tentang perjudian di Sungai Pasak yang akan diadakan esok hari. Ajo Juki berniat untuk ikut dengan harapan dapat memenangkan perjudian, pulang membawa banyak uang yang mampu merubah kehidupannya sedikit lebi baik. Ajo Juki meminta pada sang Ibu untuk memberikannya uang yang akan dijadikan modal berjudi. Ibu Juki yang tidak memiliki uang sama sekali, mencoba membujuk Ajo Juki untuk tidak ikut perjudian tersebut, dan menceritakan betapa susahnya kehidupan mereka saat ini. Jangankan punya uang, makanan untuk dimakan saja sudah habis tidak tersisa. Ajo Juki  yang mendengarkan ceramah ibu nya marah besar. Ia membentak-bentak ibunya dan tetap bersikeras untuk dicarikan uang untuk modal berjudi besok. Ibu Juki yang tidak kuasa dibentak dan dimarahi oleh anaknya, akhirnya berjalan dari rumah ke rumah menjual barang yang tersisa yang ia punya. Uang hasil penjualan tersebut tidaklah seberapa, kemudian diberikan seluruhnya kepada Ajo Juki.

Melihat uang yang didapatkan oleh sang Ibu sangat sedikit, Ajo Juki pun memaksa Ibunya untuk menambah uang tersebut. Sang Ibu tak kuasa menahan tangis, lalu berusaha untuk menasehati sang anak. Mendengar nasehat ibunya, Ajo Juki pun murka. Ajo Juki mengatai ibu nya dan diakhiri dengan menendang dan menampar sang Ibu. Ajo Juki yang sudah kesal pun mengambil mukena milik sang Ibu dan melemparkannya kepada Buyuang Gambuik. Ajo Juki menyuruh Gambuik untuk menjualnya, senagai penambah modal uang untuk berjudi. Mereka berdua pun keluar dari rumah berjalan menuju Sungai Pasak dan meninggalkan Ibu Juki seorang diri. Ibu Juki sedang menangis, dan meratapi hidupnya yang sengsara akibat perangai anaknya yang durhaka.

Keesokan hari, Ajo Juki dan Buyuang Gambuik pun tiba di Sungai Pasak. Mereka singgah ke kedai untuk makan, maksud mengisi tenaga agar  dapat membawa kemenangan saat bermain judi nanti. Seusai makan, mereka berdua pun berjalan melihat-lihat orang  yang sudah ramai bermain judi. Tak lama kemudian, mereka berdua pun ikut bermain. Harap-harap cemas dapat memenangkan pertandingan. Tapi, nasib berkatalain, mereka berdua kalah. Semua uang pun habis diberikan kepada lawan. Tidak terima dengan kekalahannya, Ajo Juki dan Buyuang Gambuik pun mencari cara agar mereka bisa mendapatkan uang kembali dan bisa lanjut bermain judi.

Sementara itu, kabar datang dari mamak Siti Baheram , seseorang yang bekerja di pemerintahan atau yang disebut juga sebagai seorang Angku Kapalo. Sang mamak teringat akan suami Siti Baheram, Saidi, yang sudah lama tidak pulang. Lalu ia pergi ke rumah Siti Baheram, menyuruhnya kerumah Saidi untuk menanyakan kepada orang tua Saidi. Siti Baheram pun menerima usulan mamaknya, dan meminta izin untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan ibu nya. Ibu SIti Baheram pun menyetujuinya. Siti baheram langsung bergegas, mengenakan pakaian rapi, perhiasan emas, berpamitan pada sang Ibu sambil menitipkan si Upiak pada Ibu nya.

Berjalanlah Siti Baheram menuju rumah mertuanya. Setibanya disana, Siti Baheram disuruh masuk oleh adik iparnya. Kemudian bertemu dengan ibu mertuanya dan langsung menanyakan keberadaan sang suami. Sang mertua pun berkata pada Siti Baheram bahwasannya sang anak juga tak kunjung pulang ke rumah. Tetapi dalam hati bergumam, betapa bodohnya sang anak, tak pandai beristri dua, padahal Siti Baheram adalah istri yang sangat baik. Kemudian, beliau mengajak Siti baheram untuk makan sejenak, tetapi Siti Baheram menolaknya, alih-alih menceritakan mimpi buruknya kepada sang mertua. Ibu mertua Siti Baheram pun menasehati Siti Baheram untuk tidak terlalu memikirkan mimpi buruknya, dan mengingatkannya untuk membaca do’a sebelum tidur. Siti Baheram mengiyakan nasehat mertuanya, sambil berpamitan pulang. Sang mertua pun menawarkan Siti Baheram untuk menginap saja disana karena hari sudah senja. Tapi Siti Baheram menolak dengan halusnya, mengingat si Upiak di rumah dan masih erat menyusu dengannya. Seusai berpamitan, Siti Baheram pun meninggalkan rumah mertuanya, dan bertemu dengan seorang buyuang tetangga Ibu Saidi. Siti Baheram menanyakan kepada si Buyuang, apakah ia bertemu atau melihat suaminya akhir-akhir ini. Buyuang itu pun bercerita bahwasannya kemarin suami Siti Baheram baru saja mengunjungi Ibu nya bersama perempuan lain. Mendengar pengaduan si Buyuang, SIti Baheram sangat sedih. Ia pun berangsur jalan meninggalkan si Buyuang. Bukan suami nya yang ia temukan, melainkan berita suami nya yang sudah memiliki istri kedua tanpa sepengetahuannya.

Di perjalanan pulang, SIti Baheram yang sedang dilanda kesedihan, dibuat semakin takut dengan keadaan sekitar yang gelap dan sunyi. Di perjalanan tersebut, Siti Baheram melihat bayang-bayang orang yang sedang bersembunyi dibalik semak-semak. Ternyata itu adalah bayangan Ajo Juki dan Buyuang Gambuik, yang hendak merampok SIti Baheram.  Ajo Juki pun mengeluarkan sebilah pisau dan mengarahkannya kepada Siti Baheram, kini Ajo Juki hendak membunuh Siti Baheram. Siti Baheram yang ketakutan pun memohon ampun kepada Ajo Juki untuk tidak membunuhnya, diganti dengan memberi semua perhiasan emas yang dipakainya, agar diizinkan pulang dengan menemui anaknya.

Buyuang Gambuik yang ada disana pun menocoba membujuk Ajo Juki untuk tidak membunuh Siti Baheram, dan menyadarkan Ajo Juki dengan segala kebaikan Siti Baheram kepada mereka selama ini. Ajo Juki pun sekilas teringat dengan kebaikan Siti Baheram, tapi jika tidak dibunuh, ia takut Siti Baheram akan mengadukan perbuatannya ini kepada mamaknya, Angku Kapalo. Ajo Juki pun mengarahkan pisau tersebut kepada Siti Baheram, ia semakin takut jika tidak membunuh Siti Baheram, dan teringat dirinya yang sudah amat kecanduan untuk berjudi dan membutuhkan banyak uang untuk kembali bermain. Buyuang Gambuik berusaha untuk menahan Ajo Juki, tapi Ajo Juki menendang Buyuang Gambuik dan langsung menancapkan pisau ke badan Siti Baheram. Siti Baheram pun tewas. Ajo Juki segera merampas semua perhiasan emas yang dikenakan Siti Baheram, dan menyembunyikan mayat Siti Baheram di balik semak-semak. Ajo Juki pergi meninggalkan mayat Siti Baheram, dan diikuti Buyuang Gabuik dibelakang.

Hari pun berganti, Ibu Siti Baheram gelisah karena sang anak tak kunjung pulang kerumah. Beliau memutuskan untuk pergi ke rumah Ibu Saidi menanyakan kabar anaknya. Setibanya disana, ibu Siti Baheram bertemu dengan Saidi, dan menanyakan kabar anaknya, apakah ada disana atau tidak. Saidi pun terkejut Karen Siti Baheram yang tak pulang, kemudian Ibu Saidi pun keluar mengabarkan bahwasannya Siti Baheram sudah pulang dari kemarin sore. Walaupun sudah ditawarkan untuk menginap semalam disana dan pulang esok hari, tapi Siti Baheram bersikeras untuk tetap pulang karena teringat anaknya di rumah.

Ibu Siti Baheram yang panik dan langsung bergegas pulang menemui mamak Siti Baheram dan mengadu bahwa Siti Baheram telah hilang. Kabar ini pun disampaikan oleh mamak Siti Baheram kepada semua orang kampung. Orang kampung pun sepakat untuk bersama-sama mencari Siti Baheram. Akhirnya, mayat Siti Baheram ditemukan, tergeletak di semak-semak. Ibu Siti Baheram tak kuasa menahan kesedihannya. Anak semata wayang nya kini telah tiada, terbujur kaku dan berlumuran darah. Ibu Siti Baheram menyayangkan nasib si Upiak, ibunya yang sudah tiada, dan bapaknya yang sudah mendapatkan istri baru. Jika bukan karena mencari suaminya yang sedang bersama orang lain, mungkin sekarang Siti Baheram masih hidup.

Tak lama setelah itu, jenazah Siti Baheram pun dibawa oleh orang kampung dan segera diselenggarakan pemandian dan pemakamannya. Semua orang kampung sedih atas kepergian Siti Baheram. Mamak Siti Baheram yakin kemenakannya telah dirampok dan dibunuh oleh orang lain karena emas yang dikenakannya. Ia curiga penjudi lah yang telah melakukan hal ini pada Siti Baheram. Mamak pun memberi amanat kepada seluruh warga kampung untuk menangkap semua orang yang suka berjudi, untuk mencari tau siapa yang telah merampok dan membunuh keponakannya. Tidak lupa, mamak Siti Baheram juga meminta bantuan polisi untuk menyelidiki kasus ini.

Setelah dilakukan penyelidikan pada orang-orang yang suka berjudi, tidak ditemukan pelaku pembunuh SIti Baheram, kecuali dua orang  yang belum ditanya karena tidak ditemukan, yakni Ajo Juki dan Buyuang Gambuik. Banyak orang yang mencurigai mereka berdua lah pelakunya. Setelah mencari kemana-mana, akhirnya mereka berhasil ditangkap di gelanggang pacuan kuda Bukik Ambacang, Kota Bukittinggi. Mereka berdua yang baru saja kalah bermain judi langsung ditangkap polisi dan dibawa pulang ke Pariaman. Ajo Juki dan Buyuang Gambuik dimintai keterangan mengenai kasus terbunuhnya Siti Baheram. Disana, Ajo Juki mengakui kesalahannya telah membunuh dan merampok Siti Baheram. Lalu, mereka berdua pun dipenjara sambil menunggu keputusan, hukuman apa yang akan diberikan kepada keduanya.

Hari yang dinanti pun tiba, hari pemberian hukuman pada Ajo  Juki dan Buyuang Gambuik. Hukuman yang akan diterima sudah diputuskan. Buyuang Gambuik dibebaskan dari penjara dan tidak diberi hukuman lain karena terbukti tidak bersalah dan tidak terlibat aksi pembunuhan Siti Baheram. Selain umur nya yang masih dibawah 17 tahun, Buyuang Gambuik pun telah berusaha untuk membujuk Ajo Juki untuk tidak membunuh Siti Baheram. Sementara itu, Ajo Juki mendapatkan hukuman gantung, karena sesuai adat yang dianut pada waktu itu, hutang emas diganti dengan emas, hutang nyawa diganti dengan nyawa.

Sebelum Ajo Juki digantung, sang Ibu dipersilakan untuk memeluk sang anak untuk terakhir kalinya. Isak tangis terdengar dari kedua Ibu beranak tersebut. Sang Ibu menyesal telah memanjakan anaknya selama ini. Menuruti segala kemauannya, hingga kini, anak yang dibesarkannya harus di gantung orang karena kesalahannya sendiri. Sebelum melaksanakan hukumannya, Ajo Juki pun diberi kesempatan untuk menyampaiakn beberapa patah kata kepada seluruh warga kampung yang hadir disana, untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman yang diberikan pada Ajo Juki. Ajo Juki menyesal atas apa yang telah terjadi pada dirinya selama ini. Ia yang tidak mau bersekolah, mengaji, tidak pernah mendengar nasihat orang lain, lebih memilih untuk berjudi kesana kemari sampai merampok dan membunuh orang lain. Kini hidupnya, harus berakhir pada sebuah tali yang sudah disangkutkan pada sebuah tiang. Setelah selesai beramanat, Ajo Juki pun naik ke atas kursi, menggantungkan lehernya pada tali, dan kursi tempat ia berpijak sebelumnya kini telah disingkirkan. Ajo Juki baru saja membayar kejahatannya.

 

Sumber:

http://padangkita.com/kisah-pembunuhan-siti-baheram-yang-melegenda-dalam-kaba/

http://dasrilsainun.tripod.com/cgi-bin/siti_baheram.htm

http://fliphtml5.com/cgjp/gmpy (Komik Siti Baheram)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline