Upai Samaring adalah leluhur bagi kaum Dayak Lun Dayeh – kisah legenda ini menjelaskan asal-usul Dayak Lun Dayeh yang ada di Serawak dan Sabah adalah merupakan migrasi dari daerah Krayan Kalimantan Utara. Upai Semaring ini menurut legenda adalah seorang yang memiliki tubuh yang besar – mirip kisah tetek tatum Dayak Ngaju. Upai Semaring ini dikenal sebagai orang yang hebat berburu dan pandia menangkap ikan karena keahliannya membuat bubu.
Suatu ketika terjadilah peristiwa yang amat menyedihkan bagi Upai Semaring, yaitu isteri tercintanya meninggal dunia. Kejadi ini membuat dirinya selalu larut didalam kesedihan. Kemudian ia memutuskan untuk menghilangkan rasa sedih ini, ia memutuskan untuk hijrah dari Krayan menuju kawasan baru. Pada perjalanan pertamanya dia tiba di sebuah gunung didaerang Long Bawan. Di atas gunung itu, dia menemui satu gua yang dirasakan sangat sesuai untuk dijadikan tempat tinggal. Pada mulanya, dia hanya merancang tinggal di situ sementara tetapi karena posisi tempat itu yang strategis, dia membuat keputusan menjadikan gua itu sebagai rumah dan kubunya. Dari gua itu, Upai membuat anak tangga daripada batu sehingga ke tebing Sungai Bawan. Oleh kerana langkahnya lebih besar daripada manusia biasa, anak tangga itu sangat tinggi hingga sukar buat siapapun yang hendak memanjatnya.
Upai Semaring ini sangat suka sekali duduk di depan gua sambil meniup seruling. Ketika bulan mengambang atau purnama, bunyi serulingnya sampai kedengaran di seluruh daerah Krayan. Dia sudah mulai merasakan tempat itulah yang sangat sesuai baginya karena tempat ini juga memberikan perlindungan juga kemampuan untuk mengamati kalau-kalau ada musuh yang mencoba menyerangnya. Upai Semaring dikenal memiliki kesaktian untuk menghilangkan dirinya, tetapi karena kesaktiannya ini – banyak masyrakat disekitarnya berusaha untuk mengangkat dia menjadi pemimpin mereka, tetapi Upai menolak dan tidak mau beranjak dari goanya, Upai Semaring menjadi sangat sukar didekati.
Namun demikian Upai Semaring bukanlah orang yang teguh pendiriannya. Suatu pagi ketika dia turun ke sungai untuk mandi, dia melihat suatu gelang rotan yang hanyut dari hulu sungai dan tersangkut di tebing. Pada mulanya, disangkakan gelang itu milik manusia, namun apabila dicoba di kakinya sendiri, didapati gelang itu longgar. Jadi, dia menganggap bahawa gelang itu pasti dimiliki oleh seseorang yang lebih besar dan lebih gagah berbanding dirinya. Dia tidak tahu, sebenarnya gelang itu bukan gelang kaki tetapi rotan yang digunakan untuk membuat bubu. Upai lantas menjadi tidak senang dengan apa yang dilihat. Hal ini yang kemudian menghantui dirinya hari demi hari, sehingga dia membuat keputusan untuk meninggalkan gua dan meneruskan perjalanan yang terhenti dulu. Dia turut membawa beberapa ahli keluarga dan pengikutnya bersama. Mereka berjalan melalui beberapa kampung di kawasan Ulu Padas dan Ulu Trusan.
Dalam perjalanan itu, seorang daripada anak perempuannya meninggal dunia di Blalan dan mengikut cerita, semua barang kemas milik anaknya disimpan dalam satu tempayan yang sangat berharga dan dikuburkan bersama anaknya di situ. Di Ulu Padas, konon ditemui kuburan seperti itu di tebing Sungai Pasia. Kuburan itu juga dikatakan mengandungi mayat anak Upai dan barang kemas itu.
Perjalanan mereka terhenti di Long Pasia. Ditempat itu ditemukan bekas-bekas peninggalam mereka diantaranya batu tempat Upai berbaring, juga ukiran-ukiran diatas batu. Ukiran batu tersebut oleh Upai Semaring atau lebih dikenali sebagai “Arit”, adalah salah satu peninggalan sejarah yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Terletak di Sungai Matang, Upai Semaring menggunakan kekuatan magis untuk mengukir berbagai hal. Menurut cerita rakyat, Upai Semaring tidak sempat menyelesaikan ukiran sebab musuh yang mendekat yang memaksa dia untuk melarikan diri dari tempat itu. Ukiran dikenali sebagai “Arit Linawa” dan “Ari Pawad” -memuja kerana mereka ukiran tulus didedikasikan untuk mendiang isterinya yang dia kasihinya. Batu peninggalan ukirannya ada di Batu Inarit yang ada di Sungai Matang, Ulu Padas. Kemudian Upai Semaring memutuskan untuk berhijrah kadaerah Bang Pedian yang pada hari ini dikenal dengan daerah Brunei (di Brunei pun dikenal legenda Upai Semaring ini tetapi dengan beda nama yaitu Awang Semaun).
Ketika ia sampai di daerah Bang Pedian saat itu Raja Brunei yang pertama sangat tertarik dengan kekuatan dan keistimewaan yang ada pada Upai Semaring sehingga berkenan mengambilnya menjadi menantu. Di daerah Krayan, ada beberapa orang tua yang masih hidup percaya bahawa pada suatu hari nanti wakil daripada kerabat diraja Brunei akan melawat keluarganya di Long Bawan.
Sekian lama di Bang Pedian, Upai Semaring mengalami konflik dengan Raja Brunei kemudian iapun pergi meninggalkan Bang Pedian / Brunei dan mberlayar ke arah Laut China Selatan – mungkin akibat ia masih teringat akan mendiang istrinya. Legenda ini diperkuat dengan adanya kesamaan budaya dengan suku asli di Taiwan.
Konon saat ini diatas gunung di Long Bawang jika malam hari maka akan terdengar suara seruling Upai Semaring, bahkan kadang terlihat api menyala di kawasan gua, bahkan terdengar suara seperti pintu besar dibukan dan ditutup.
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2014/10/05/kisah-upai-samaring-pahlawan-dayak-lun-dayeh/
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.