- “Oh, aku baru saja bermimpi melihat puluhan bidadari sedang mandi di telaga,” gumamnya.
- “Ternyata, mimpiku benar-benar menjadi kenyataan,” kata Meraksamana,
- “Bidadari-bidadari itu sungguh cantik dan mempesona.” Meraksamana terpesona melihat kecantikan para bidadari itu.
- “Hai, anak muda! Sedang apa kamu di sini?” tanya nenek itu.
- “Sa... sa... saya sedang mengawasi bidadari-bidadari itu, Nek,” jawab Meraksamana dengan gugup.
- “Jika ingin memperistri mereka, sebaiknya kamu ambil pakaian mereka yang diletakkan di atas batu besar sana!” ujar nenek itu sambil menunjuk ke tempat di mana pakaian para bidadari itu diletakkan,
- “Mereka pasti tidak akan bisa terbang kembali ke negerinya.”
- “Baik, Nek,” jawab Meraksamana.
- “Kak, apakah kalian melihat pakaianku?” tanya bidadari itu.
- “Memang kamu letakkan di mana pakaianmu, Bungsu?” bidadari yang sulung balik bertanya.
- “Tadi aku meletakkannya di dekat pakaian kakak,” jawab bidadari bungsu.
- “Kakak, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian di sini. Aku takut sekali,” ratap si Bungsu.
- “Hai, gadis cantik. Kamu siapa dan kenapa menangis?” tanya Meraksamana pura-pura tidak tahu.
- “Aku Bidadari Bungsu dari kahyangan. Aku tidak dapat pulang bersama kakak-kakakku karena pakaianku hilang entah ke mana,” jawab si Bungsu.
- “Dik, jagalah dirimu baik-baik di rumah,” pesan Meraksamana.
- “Baik, Kak. Kanda pun sebaiknya berhati-hati di sungai. Kalau sudah mendapatkan ikan yang banyak, segeralah kembali,” ujar Bidadari Bungsu.
- “Baik, Dik,” jawab Meraksamana.
- “Dik, Kakak sudah pulang. Cepatlah keluar, Kakak membawa ikan yang banyak sekali!” seru Meraksamana.
- “Siraiman, kenapa istriku tidak keluar-keluar juga?” tanyanya kepada Siraiman dengan cemas,
- “Padahal biasanya, sekali saja aku memanggilnya dia sudah datang menyambutku.”
- “Barangkali istri kakak sedang tidur” jawab Siraiman dengan santai.
- “Tidak mungkin. Ia tidak pernah tidur sebelum aku pulang,” sanggah Meraksamana.
- “Hai, kamu siapa dan kenapa digantung?” tanya Meraksamana.
- “Aku Mandinuma dari Negeri Koranobini yang berada di seberang laut,” jawab laki-laki setengah baya itu,
- “Aku dihukum oleh rajaku karena aku suka makan banyak sehingga banyak merugikan orang lain.”
- “Apakah kamu melihat seorang wanita lewat di sini?” tanyanya.
- “Ya, tadi aku wanita cantik seperti bidadari lewat di sini. Tapi, ia bersama dengan Raja Koranobini yang telah menghukumku,” jawab Mandinuma.
- “Hai, kenapa istriku bisa bersama dia?” tanya Meraksamana bingung.
- “Ketahuilah, Meraksamana! Raja Koranobini adalah raja yang bengis dan kejam. Walaupun sudah mempunyai istri banyak, ia suka mengganggu wanita-wanita cantik dan kemudian memperistrinya,” jelas Mandinuma,
- “Aku akan membantu kalian, tapi dengan syarat lepaskan dulu jeratan tali ini.”
- “Terima kasih karena telah membebaskanku,” ucap Mandinuma,
- “Sesuai dengan janjiku tadi, maka aku akan segera membebaskan istrimu dan membawanya kembali ke sini.”
- “Kalian tunggu di sini saja,” ujar Mandinuma,
- “Biar aku sendiri yang menghadapi Raja Koranobini yang bengis itu dan segera membawa istrimu kemari.”
- “Jangan, takut Putri! Aku Mandinuma, sahabat suamimu. Aku ke mari untuk menyelamatkanmu,” ujar laki-laki sakti itu.
- “Sekarang suamiku ada di mana?” tanya Bidadari Bungsu.
- “Suamimu sedang menunggumu di seberang lautan sana. Ayo, cepat kita tinggalkan tempat ini!” ujar Mandinuma seraya menarik tangan istri Meraksamana itu.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja