Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Banten Banten
KISAH DIBALIK PRASASTI MUNJUL
- 20 Juli 2018

PRASASTI MUNJUL adalah sebuah prasasti bertuliskan aksara Pallawa yang terletak di tepi Sungai Cidangiang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Prasasti dengan bahasa Sansekerta tersebut ditulis oleh raja ketiga Kerajaan Tarumanegara, RAJA PURNAWARMAN (395-434 M.). Menurut cerita, Purnawarman menulis prasasti itu untuk mengabadikan sebuah peristiwa besar yang terjadi di daerah Munjul.

 

Pada masa dahulu perairan Ujung Kulon di sekitar Selat Sunda dikuasai oleh para bajak laut yang menjadi ancaman bagi para nelayan di daerah itu. Kaum perompak itu sering merampas ikan hasil tangkapan para nelayan. Pada masa pemerintahan RAJA PURNAWARMAN, terdapat suatu gerombolan bajak laut yang beranggotakan 80 orang. Kelompok bajak laut yang sering beraksi di perairan wilayah KERAJAAN TARUMANEGARA itu dipimpin oleh seorang yang sakti, ia bisa berubah wujud sesuai kehendaknya.
 
Pada suatu hari, gerombolan bajak laut itu sedang merampok perahu yang ditumpangi oleh tiga orang nelayan.
Namun, baru saja para perompak itu memindahkan ikan hasil rampasan ke kapal mereka, tiba-tiba dari kejauhan terlihat sebuah kapal besar berbendera naga sedang menuju ke arah mereka. Kapal besar itu ternyata adalah kapal milik Kerajaan Tarumanegara. Pemimpin bajak laut justru merasa senang karena akan memperoleh harta rampasan yang banyak. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera memerintahkan anak buahnya untuk menyerang kapal kerajaan itu.
Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan kerajaan yang ada di dalam kapal dengan bajak laut. Pasukan kerajaan dipimpin oleh seorang menteri dengan dibantu oleh seorang laksamana. Dalam pertempuran itu, kubu bajak laut ternyata lebih kuat daripada pasukan kerajaan. Menteri, laksamana, dan sejumlah awak kapal kerajaan tewas, dan mayat-mayat mereka dilemparkan ke tengah laut. Semua harta benda yang ada di kapal pun dikuras habis oleh para begundal itu.
 
Seminggu berselang, terlihat dua nelayan sedang memancing di laut. Mereka adalah WAMANA dan BHIMAPARAKRAMA atau BHIMA. Ketika sedang asyik memancing, tiba-tiba Bhima melihat mayat yang mengapung di atas air.
  • “Hai lihat, ada orang hanyut!” seru Bhima yang segera menghampiri sesosok tubuh yang tertelungkup di atas sebuah tameng kayu itu. Ternyata orang itu masih hidup, hanya saja tubuhnya penuh dengan luka yang amat parah. Kedua nelayan itu pun segera membawa tubuh orang malang tersebut ke pantai untuk diberi pertolongan.
  • “Hai, sepertinya dia prajurit kerajaan,” kata Wamana saat melihat pakaian yang dikenakan orang itu.
  • “Kamu benar,” sahut Bhima.
Setelah siuman, prajurit itu pun menceritakan peristiwa yang telah dialaminya mengenai kejadian perompakan seminggu yang lalu. Setelah mendengar cerita itu, Wamana dan Bhima segera mengantar prajurit itu ke istana untuk melapor kepada Raja Purnawarman.
  • “Betul-betul kejam dan biadab para bajak laut itu!” kata Raja Purnawarman geram begitu mendengar laporan tersebut.
  • “Dengan ini, aku menyatakan perang terhadap gerombolan bajak laut itu!” ucap sang Raja.
Keesokan harinya, puluhan kapal perang kerajaan bertolak meninggalkan pelabuhan dan dipimpin langsung oleh RAJA PURNAWARMAN yang didampingi oleh PANGLIMA CAKRAWARMAN, SENOPATI ARWAJALA, serta NAGAWARMAN. WAMANA dan BHIMA pun ikut serta dalam rombongan itu. Setelah berlayar selama beberapa hari, pada suatu malam armada kerajaan tiba di perairan Ujung Kulon. Dalam kegelapan yang mencekam, tampak dua titik cahaya kecil di tengah lautan.
“Hai, lihat cahaya itu! Aku yakin itu adalah penerangan kapal bajak laut,” kata Panglima Cakrawarman kepada Senopati Arwajala. Bergegas mereka melaporkan hal ini kepada sang Raja.
Raja Purnawarman kemudian segera memerintahkan seluruh pasukannya untuk bersiap-siap menyerang. Puluhan kapal perang perlahan-lahan mendekati kapal milik bajak laut itu dan lalu mengepungnya.
 
Sementara itu, gerombolan bajak laut yang berada di dalam kapal itu tidak menyadari kehadiran pasukan kerajaan. Rupanya, mereka sudah terlelap, kecuali tiga orang yang terlihat masih terjaga. Itu pun mereka sedang asyik bermain judi di bawah penerangan lampu damar. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara-suara desingan yang begitu ramai. Ketika mereka hendak beranjak, ratusan mata tombak menyerbu ke kapal mereka.
“Kapal kita diserang... Kapal kita diserang!” seru ketiga bajak laut itu panik.
Pemimpin bajak laut dan anak-anak buahnya yang lain terbangun dari tidur mereka. Salah seorang dari mereka
bertindak cepat dengan melompat ke jendela untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Alangkah terkejut ia saat melihat puluhan kapal milik kerajaan telah mengepung kapal mereka.
“Kapal kita dikepung! Kapal kita dikepung!” teriaknya.
Belum sempat mereka menyiapkan senjata, tiba-tiba terdengar bunyi terompet yang menggema.
“Nguuunngggg..!!! Nguuunngggg..!!! Nguuunngggg..!!!”
Begitu terompet itu selesai berbunyi tiga kali, ratusan tombak dan anak panah meluncur ke kapal gerombolan bajak laut. Bersamaan dengan itu, suara-suara kayu hancur dan pekikan orang-orang yang terkena tombak dan anak panah pun terdengar. Tidak ada perlawanan yang berarti dari para bajak laut. Akhirnya, mereka pun dapat ditaklukkan sebelum pagi menjelang. Dari 80 anggota bajak laut tersebut, 27 orang di antaranya tewas, sedangkan sisanya menjadi tawanan kerajaan.
 
Setelah suasana tenang, Wamana bersama Bhima dan beberapa prajurit lain segera naik kapal bajak laut untuk mencari sisa-sisa gerombolan yang mungkin masih bersembunyi, namun tidak seorangpun ditemukan. Ketika Wamana hendak turun dari kapal bajak laut, tiba-tiba terdengar suara yang mencurigakan. Cepat-cepatlah ia kembali masuk ke kapal. Ternyata dugaannya benar. Ia menemukan seorang pria yang berseragam prajurit kerajaan yang baunya amis sekali. Ketika Wamana menanyainya, prajurit itu justru melompat ke laut. Setelah kejadian itu, Wamana ke kapal untuk bergabung bersama pasukan kerajaan.
 
Sementara itu, Raja Purnawarman dan para panglimanya sedang menanyai satu persatu para tawanan mengenai siapa pemimpin mereka. Setelah ditanya, tak seorang dari mereka yang mengetahuinya karena pemimpin mereka selalu berubah wujud. Namun, salah seorang dari tawanan itu memberitahukan mengenari ciri-ciri pemimpin mereka yaitu berbau amis dan berpenyakit asma. Wamana yang mendengar keterangan tersebut curiga terhadap prajurit yang melompat ke laut tadi dan menceritakannya kepada Raja.
 
Setelah mendengar keterangan itu, rombongan sang Raja segera bertolak menuju Pantai Teluk Lada. Selanjutnya mereka menyusuri aliran Sungai Cidangiang hingga masuk ke daerah pedalaman. Setiba di sebuah kampung di tepi sungai yang kini bernama Desa Lebak, mereka disambut meriah oleh tetua kampung dan para warga. Untuk merayakan keberhasilan para pasukan kerajaan dalam menumpas gerombolan bajak laut, pihak kerajaan dan penduduk kampung akan mengabadikan peristiwa tersebut. Para prajurit serta penduduk setempat segera mempersiapkan segala sesuatunya. Kaum laki-laki sibuk menyiapkan puluhan kerbau untuk disembelih. Sedangkan kaum perempuan bertugas memasak makanan.
 
Saat tiba waktu makan siang, kaum perempuan terlihat sibuk mengantarkan makanan untuk para pekerja yang sedang beristirahat. Wamana dan Bhima terlihat berbaur dengan para pekerja lainnya yang duduk di dekat tangga pondok tetua kampung. Sang Raja bersama para panglimanya sedang beristirahat di dalam pondok itu. Tidak berapa lama, terlihat barisan wanita hendak mengantarkan makanan untuk sang Raja. Di antara mereka, tampak seorang gadis cantik berjalan di barisan paling belakang sedang membawa dua buah kendi air minum.
 
Ketika gadis itu melewati tangga pondok itu, Wamana tersentak kaget. Sejenak ia terdiam sambil mengembangkempiskan hidungnya. Indra penciumannya merasakan bau amis persis yang pernah dikenalnya. Tanpa berpikir panjang, ia cepat-cepat berlari masuk ke dalam pondok dengan melompati beberapa anak tangga untuk menyusul gadis itu. Saat tiba di dalam pondok, Wamana langsung melompat dan merangkul si gadis yang baru saja meletakkan kendi di hadapan sang Prabu. Tubuh wanita itu pun terdorong dan terjerembab ke depan karena tertindih oleh tubuh Wamana.
“Huh, kena kamu sekarang!” seru Wamana sambil menekan kepala gadis itu.
Setelah itu, Wamana segera menendang kendi air yang dibawa gadis tadi hingga terpental dan pecah. Semua terheran-heran melihat sikap Wamana, termasuk Bhima.
“Hai, Wamana! Apa yang kamu lakukan terhadap gadis itu? Hentikan leluconmu itu!” seru Bhima.
Dengan nafas tersengau-sengau, Wamana menjelaskan bahwa kendi itu berisi air minum yang telah dicampur racun. Ia juga mengatakan bahwa gadis itu berbau amis.
“Masih ingatkah kalian keterangan para tawanan tadi? Bukankah ciri-ciri pemimpin bajak laut berbau amis dan dapat berubah wujud?” kata Wamana.
Mendengar penjelasan tersebut, sang Raja langsung memerintahkan panglimanya untuk meringkus gadis jelmaan pemimpin bajak laut itu. Ketika hendak diringkus, tiba-tiba gadis itu berubah wujud menjadi pria bertubuh besar. Ia murka dan meronta-ronta sehingga Wamana yang berada di atas punggungnya pun terpental ke belakang.
 
Secepat kilat Bhima maju dan mencekik leher pemimpin bajak laut itu lalu mengangkatnya ke atas hingga matanya melotot dan wajahnya memerah. Cekikan Bhima amat kuat membuat tubuh pemimpin perampok itu menjadi lemas. Bhima pun segera melepaskan cekikannya hingga tubuh pria itu terjatuh dengan lunglai ke lantai.
“Prajurit, cepat ringkus dia!” seru Bhima.
Setelah itu, sang Raja memerintahkan para prajuritnya agar pemimpin gerombolan itu dihukum mati lalu dibuang ke laut. Dengan tewasnya pemimpin gerombolan itu, maka sempurnalah penumpasan gerombolan bajak laut oleh pasukan kerajaan. Untuk mengabadikan peristiwa ini, pasukan kerajaan bersama penduduk Lebak membangun prasasti di tepi Sungai Cidangiang. Prasasti itu ditulis langsung oleh Raja Purnawarman dengan menggunakan aksara Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Bunyi prasasti itu antara lain seperti berikut:
 
“Vikrantayam vanipateh, Prabbhuh satyaparakramah, Narendraddhvajabutena crimatah, Purnnavarmmanah”
Artinya:
(Ini tanda) penguasa dunia yang perkasa, prabu yang setia serta penuh kepahlawanan, yang menjadi panji segala raja, yang termasyur Purnawarman.
 
Hingga saat ini, prasasti tersebut masih dapat kita temukan di tepi Sungai Cidangiang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Oleh masyarakat setempat, prasasti tersebut dinamakan Prasasti Munjul.
 
Sumber: http://agathanicole.blogspot.com/2017/10/kisah-dibalik-prasasti-munjul.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline