Halaehili, secara harafiah berarti “tangisan” atau “ratapan” yang dilantunkan ketika ada kematian di masyarakat Sentani, Jayapura, Papua. Lantunan ini mengisahkan orang yang meninggal semasa hidupnya. Salah satu substansi yang diekspresikan, baik secara eksplisit maupun implisit dalam lantunan helaehili adalah keberadaan perempuan. Menurut empunya budaya, perempuan Sentani adalah pekerja keras yang memberi kontribusi besar pada hampir setiap aspek kehidupan rumah tangga, namun keberadaannya sering tidak mendapat perhatian yang proporsional.
Perempuan Sentani yang dimitoskan sebagai kani (bumi), memiliki peran yang sangat kompleks. Peran ini dipengaruhi oleh pandangan adat (tradisi) masyarakat Sentani, serta kedudukan perempuan di masyarakat. Secara reproduktif, perempuan merupakan seorang yonelau, yang mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, mendidik anak. Secara produktif, perempuan adalah tenaga kerja dan penghasil makanan melalui bekerja di kebun, danau, dan di dusun sagu. Di samping itu, perempuan juga menunaikan peran-peran publik. Kematian seorang perempuan dalam keluarga, berarti hilangnya yonelau, tenaga kerja dan penghasil makanan, dan agen pendukung suami/lakilaki. Sebagai tokoh sentral dalam keluarga, maka kematian seorang perempuan mempengaruhi kehidupan keluarga dan masyarakat.
Pelantun helaiheli biasanya berasal dari kerabat dekat dan orang yang mengenal baik orang yang meninggal. Pada umumnya hanya kaum abu enime (kaum tua) yang mampu melantunkan helaiheli. Ungkapan yang diekspresikan dalam helaiheli bersifat spontan tidak direkayasa atau tidak disiapkan sebelumnya. Durasi lantunan helaiheli pun bervariasi, dari yang hanya beberapa jam saja, sampai yang berdurasi tiga hari tiga malam. Ini sangat bergantung pada: (1) status sosial orang yang meninggal; (2) tersedianya orang yang mampu melantunkan helaiheli; (3) jasa atau perbuatan baik orang yang meninggal.
Tujuan melantunkan helaiheli adalah sebagai wujud penghormatan terakhir dari pihak keluarga dan masyarakat bagi orang yang meninggal. Di samping itu, helaiheli juga sering merupakan pesan bagi orang yang masih hidup agar dapat meneladani sifat dan perbuatan baik orang yang meninggal itu. Berikut ini merupakan contoh lantunan helaiheli untuk meneladani sikap baik seorang tokoh:
Ra igwa yono omi menake wa foijaele miyae, nundaeya
(Mama ku perempuan dari kampung Egwa yang baik, perempuan, telah tiada)
We Ebaite yonu tehili kandeya, Ana kanendeya
(kami anak-anak keturunan Ebaite bersedih, mama, bersedih)
Re raei yamno maengge menake wa moijaele , iyae howalaeya
(mama ku perempuan dari kampung Raei yang baik, perempuan, telah tiada)
Wa Hayaere yoha fele-fele kandeya, Ana kandeya
(kami anak-anak keturunan Hayae bersedih, mama, bersedih)
Sumber : Buku Penetapan WBTB 2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja