Hari Raya Enam atau biasa disebut Aghi Ghayo Onam adalah tradisi masyarakat Kabupaten Kampar di Provinsi Riau yang masih diturun-temurunkan sampai saat ini. Peringatan ini dirayakan sehari setelah Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal), dan dinamakan ‘enam’ karena dilaksanakan selama 6 hari berturut-turut, yaitu dari tanggal 2 Syawal – 7 Syawal.
Selama periode tersebut, masyarakat Kampar berpuasa sunnah kembali walaupun sudah melakukannya selama 1 bulan penuh di bulan Ramadhan. Namun esensi dari tradisi ini bukan sekadar berpuasa, tetapi mereka juga berziarah secara berkelompok ke setiap desa atau dusun terdekat, dimana jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Aghi Ghayo Onam atau juga dapat disebut Aghi Ghayo Zorah (Hari Raya Ziarah) menganggap tradisi beramai-ramai ke kuburan ini tidak hanya untuk mendoakan sanak saudara yang telah di alam kubur, namun ini juga sebuah ajang silaturahmi bagi warga Kampar setempat. Masyarakat yang merantau dan jarang bertemu setiap tahun, di sinilah mereka bertemu dan saling berjabat tangan.
Setiap hari dari tanggal 2-6 Syawal, mereka beriring-iringan untuk melakukan ziarah tersebut. Eksistensi mereka dapat dilihat dari ciri khasnya yang menggunakan peci, serta kain sarung yang dililitkan ke leher atau diikat ke pinggang. Pada waktu kaum laki-laki melakukan ziarah kubur, kaum ibu secara bersama-sama menyiapkan hidangan makanan yang disebut dengan “bajambao” di masjid atau di menasah (mushalla) yang telah ditetapkan panitia. Sehingga ketika para lelaki selesai berziarah, mereka berkumpul kembali ke masjid sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Pada tanggal 7 Syawal, mereka merayakannya bersama-sama. Setiap pelaksanaan acara hari raya enam ini biasanya selalu diisi dengan acara tradisi dan hiburan. Dari paginya semua warga tersebut berkumpul di salah satu mesjid kemudian mengarak-arak anak yatim, lalu berkumpul di pinggir sungai kampar sambil melakukan makan bersama anak yatim dan seluruh warga perantau yang datang.
Setelah acara jamuan makan diadakan, selanjutnya diadakan pesta rakyat bagi anak-anak generasi muda untuk mempererat tali persaudaraan diantara mereka dengan acara pacu goni dan panjat pinang serta tarik tambang.
Setelah acara anak-anak tersebut usai maka dilanjutkan dengan acara pacu sampan yang diikuti oleh remaja-remaja setempat dan warga perantauan yang hadir juga ikut berpartisipasi. Perkampungan yang sepi tersebut disulap berubah menjadi sebuah pasar dadakan oleh warga yang memanfaatkan momen bersejarah tersebut.
Malahan, menurut pemuka masyarakat setempat, hari raya 1 syawal bagi mereka hanya untuk solat Idul Fitri saja. Sehingga banyak warga perantau asal Kampar tersebut pulang kampung pada saat hari raya enam. Karena hari raya enam tersebut lebih kepada bersilaturrahmi dan puncak hari raya yang sebenarnya bagi mereka. Tradisi ini lebih meriah dan ramai dibanding hari pertama Lebaran. Masyarakat dari perantauan selalu pulang di hari ini, meski pada Lebaran pertama tidak pulang kampung. Bahkan, muncul istilah lebih baik tidak ada pada hari pertama Lebaran dari pada tidak hadir saat Hari Raya Ziarah Kubur.
#OSKMITB2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja