×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Tradisi

Provinsi

Nusa Tenggara Timur

Asal Daerah

Timor Tengah Selatan

Halaika

Tanggal 05 Sep 2014 oleh Oase .

Misalnya seorang suku Boti harus menghormati alam karena mereka hidup dari alam yang telah dilindungi Uis Pah, roh penjaga bumi. Mereka berpandangan bahwa manusia harus bersahabat dengan alam karena alamlah yang menyediakan makanan dan minuman. Karenanya, pepohonan tidak boleh ditebang sembarangan, makanan tidak boleh dipanen sebelum waktunya, bahkan rambut mereka pun tidak boleh dicukur. Alat dapur mereka pun terbuta dari bahan alam, misalnya piring, sendok, dan gelas yang mereka pakai pun terbuat dari tempurung kelapa.

Bagi suku Boti, alam merupakan Tuhan yang harus mereka sembah (Uis Pah) karena alam telah memberi mereka kehidupan. Oleh sebab itu, keseimbangan alam harus dijaga dengan baik dan ketat.

Dalam kehidupan sosial misalnya, seorang suku Boti yang mencuri pisang tidak “dihukum”, namun warga sekitar malah menanam pohon pisang di sekitar rumah si pencuri. Hal tersebut dilakukan atas asumsi bahwa yang mencuri pisan tersebut sangat membutuhkan pisang untuk makan.

Seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa pandangan hidup orang Boti erat katannya dengan nilai-nilai kepercayaan dan keyakinan mereka (halaika). Tradisi halaikamengagungkan 4 nilai-nilai dasar yang biasanya disebut dengan ha’ kae (empat larangan) sebagai acuan atau rujukan dalam kehidupan bermasyarakat. Keempat larangan ini merupakan artikulasi dari pandangan hidup suku Boti mengenai tindak-tanduk yang harus mereka lakukan dan bagaimana cara menjadi manusia sebaik-baiknya. Keempat larangan tersebut antara lain:

  1. Kaes mu bak artinya warga halaika dilarang mencuri;
  2. Kais mam paisa artinya warga halaika dilarang berzinah dan merampas istri orang lain;
  3. Kaes teun tua artinya warga halaika dilarang meminum minuman keras/beralkohol;
  4. Kaes heot heo artinya warga halaika dilarang memetik bijol atau biola tradisional khas orang Timor, memetik buah kusambi (kaes hupu sapi), dan memotong bambu (kaes oet o’) bila waktu untuk memanen belum tiba.

Mengasihi sesama manusia atau dalam bahasa dawan (bahasa komunkasi suku Boti) disebut lais manekat menjadi perwujudan dari nilai-nilai halaika dalam kehidupan mereka. Menjaga perbuatan dan tindakan agar tidak menyinggung dan melukai hati orang lain merupakan bentuk kasih sayang mereka. Adapun nilai-nilai yang dianggap baik bagi kaum halaika adalah menjadi penganut halaika yang baik. Ciri-ciri dari seorang penganut halaika yang baik, dan taat adalah:

  1. Berkonde bagi pria dewasa dan menyanggul rambut bagi kaum perempuan;
  2. Memakai soit pada setiap ikatan rambut yang disanggul/dikonde;
  3. Semua pria dewasa memakai selimut berlapis. Lapisan pertama disebut mau pinaf (selendang pembungkus bagian dalam) dan lapisan kedua sebagai selendang luar (mau fafof). Pada kaum perempuan, mengenakan sarung juga dengan dua lapis: lapisan pertama adalah sarung tenunan (tais), dan lapisan kedua berupa selendang kain (lipa);
  4. Selalu membawa saku sirih pinang (alu’ mama untuk laki-laki; oko’ sloi untuk perempuan) ke mana pun bepergian;
  5. Menaati pantangan-pantangan atau larangan sebagai penganut halaika;
  6. Tidak menggunakan alas kaki;
  7. Berbicara dengan sangat sopan. Selalu menghargai orang lain sebagai yang mulia dan patut dihormati;
  8. Harus bisa menenun bagi setiap perempuan dewasa; dan
  9. Khusus perempuan, tidak diijinkan menatap muka lawan jenisnya secara langsung saat berkomunikasi.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa semua warga boti sangat sangat setia dengan apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh raja mereka atau kepercayaan mereka. Oleh karena itu, mereka akan selalu menunjukkan sikap dan tindakan yang patuh, taat, dan setia terhadap berbagai ajaran sang raja. Apapun yang menjadi titah raja, pasti diikuti dan dijalankan tanpa membantah.

 

Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1275/tradisi-halaika-nilai-nilai-dasar-kehidupan-suku-boti

DISKUSI


TERBARU


Kolintang: Alat...

Oleh Klasiktoto | 27 Apr 2024.
Alat Musik Tradisional

Sulawesi Tenggara, surganya keberagaman budaya, telah menjadi tempat bagi berbagai suku yang membentuk kehidupan dan kebudayaan yang kaya. Dalam jurn...

Bubur Pedas

Oleh Sherly_lewinsky | 25 Apr 2024.
Makanan khas Kalimantan Barat

Bubur pedas adalah salah satu makanan khas dari Kalimantan Barat. Biasanya, bubur ini akan dilengkapi dengan berbagai macam sayuran seperti daun kuny...

ANALISIS FENOME...

Oleh Keishashanie | 21 Apr 2024.
Keagamaan

Agama Hindu Kaharingan yang muncul di kalangan suku Dayak sejak tahun 1980. Agama ini merupakan perpaduan antara agama Hindu dan kepercayaan lokal su...

Kue Pilin atau...

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
Kue Tradisional

Kue pilin atau disebut juga kue bapilin ini adalah kue kering khas Sumatera Barat.Seperti namanya kue tradisional ini berbentuk pilinan atau tamb...

Bika Panggang

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
kue tradisional

Bika Panggang atau bisa juga disebut Bika bakar merupakan salah satu kue tradisional daerah Sumatera Barat. Kue Bika ini sangat berbeda dengan Bika...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...