Huta atau kampung di daerah komunitas orang Batak Toba adalah persekutuan masyarakat yang paling kecil yang dibentuk oleh marga. Mulanya mereka tinggal di kampung induk tetapi karena penduduknya terus berkembang menyebabkan terbentuk huta-huta yang baru. Untuk mengatur kepentingan bersama beberapa kampung atau huta membentuk federasi atau persekutuan yang sifatnya masih terikat satu dengan lainnya. Kumpulan huta disebut Horja.
Perserikatan horja ini lebih banyak mengurus hal yang berhubungan dengan duniawi. Dalam pagelaran pesta Horja Bius diadakan yang namanya Hahomion.Dalam pagelaran pesta Horja Bius diadakan yang namanya Hahomion. Ritual Hahomion adalah upacara yang dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu yang ditujukan untuk pemujaan kepada roh leluhur dan kekuatan gaib. Maksud diadakannya Ritual Hahomion untuk memberikan sesajen/persembahan kepada kekuatan gaib dan roh leluhur. Nenek moyang kita dahulu percaya bahwa roh leluhur masih memiliki peran dalam kehidupan keturunannya. Mereka juga percaya bahwa roh nenek moyang senantiasa memantau kehidupan sosial kemasyarakatan. Persembahan ini dimaksudkan sebagai bukti nyata dari warga untuk pengakuan akan adanya kekuatan gaib yang mengiringi kehidupan.
Tujuan ritual Hahomion untuk memohon agar roh dan kekuatan kekuatan gaib tetap memantau kehidupan warga dan memohon kepada Mulajadi Na Bolon agar senantiasa memelihara, mendatangkan kemakmuran, dan ketentraman hidup warga. Perlengkapan bahan makanan meliputi dari hewan, ikan, tepung beras, buah-buahan diantaranya adalah:
1. Satu Ekor Kambing Putih (hambing putih) yang dimasak dan dipotong sesuai potongan sendi tulang kambing, bagian kepala, leher, dada/badan, pangkal paha bagian atas, paha bagian tengah kaki bagian depan dan belakang. Daging kambing ini dimasak dengan bumbu seperti cabe, garam, jahe, lengkuas, sere, bawang merah bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan. Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare, disajikan, disusun sesuai urutan ketika hewan ini hidup dalam pinggan pasu/piring besar dari keramik.
2. Ayam Putih Jantan (Manuk Putih Jantan/manuk mira), dipotong sesuai potongan sendi tulang ayam, potongan berupa; kepala, leher, dada, tuah/punggung, rempelo/bagian dalam perut, sayap, paha pangkal, paha bawah, kaki dan buntut dimasak dengan bumbu cabe, garam, jahe, lengkuas, sere, bawang merah, bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan.Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare disajiakan/disusun sesuai urutan ketika hewan hidup dalam pinggan pasu atau piring biasa/piring keramik putih ukuran sedang.
3. Ayam Jantan Merah Panggang (manuk mira narara pedar) dipotong sesuai potongan sendi tulang ayam, potongan berupa; kepala, leher, dada, tuah/punggung, rempelo/bagian dalam perut, sayap, paha pangkal, paha bawah, kaki, buntut, ayam dicuci dan dipanggang, darahnya dicampurkan ke bumbu dan dilumuri secara menyeluruh. Ayam ini yang memasak khusus suami dan hanya para suami yang boleh makan ayam ini nantinya bila ritual selesai. Disajikan dalam pinggan pasu dengan posisi ayam duduk.
4. Ayam Jantan (manuk faru basi bolgang). Ayam ini utuh ditujukan kepada yang sakti, ayam dipotong dibelah/dikeluarkan bagian dalam perutnya, direbus/dikukus sampai matang, sebelum direbus diberi bumbu rendang tapi tak memakai santan.
5. Sagu-sagu. Bahan kue ini dari tepung beras dimasak tanpa gula kemudian dipadatkan dibentuk menggumpal/membulat. Kueh ini dimaksudkan sebagai lambang pemberi semangat.
6. Itak Nani Hopingan, kueh dari tepung beras dicampur dengan pisang, gula putih, gula merah ditumbuk/dicetak bisa berbentuk bulat diletakkan di piring. Di atas itak nani hopingan diberi telur, bunga raya dan roddang (kembang jagung), pisang dan menge-mangeni pining (bunga pinang) Kueh ini dimaksudkan sebagai lambang minta doa restu.
7. Itak Gurgur atau Pohul-pohul. Bahan kue ini dari tepung beras, gula putih, kelapa digongseng setengah matang dicampur sampai menyatu dan dapat dibentuk, dengan menggunakan jari/genggaman.
8. Ihan Batak yakni ikan khusus dari danau toba yang dimasak utuh satu ekor dengan terlebih dahulu dibersihkan bagian perut dan diberi bumbu cabe, garam, jahe, lengkuas, serre, bawang merah bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan. Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare, disajikan di atas nasi kuning yang diberi bumbu di sertakan dengan pisang, itak gurgur dan bahan lainnya.
9. Anggir pangurason yakni air yang dicampur dengan jeruk purut, bunga raya dan dedaunan untuk penawar dan bahan lainnya, ditaruh dalam wadah berupa cawan putih.
10.Assimun pangalambohi adalah bahan yang terbuat dari timun dipotong panjang dimaksudkan sebagai penyegar perasaan.
11.Tanduk horbo paung yang terbuat dari pisang berukuran besar-besar seperti pisang ambon/pisang Batak yang dimaksudkan sebagai penyegar perasaan.
12.Aek Naso ke mida matani ari (air kelapa muda ) air yang bersih dan steril. Cara penyajiannya kelapa muda dilobangi bagian atasnya, di atas lobang tersebut diletakkan jeruk purut dan bunga raya merah.
14.Perlengkapan makan sirih yaitu daun sirih, gambir, kapur, cengkeh, buah pinang dan tembakau.
15.Perlengkapan pakaian untuk semua peserta upacara adalah memakai pakaian adat Batak Toba (ulos), bagi perempuan ulos diselempangkan atau diselendangkan sebagai pengganti baju, bagi laki-laki ulos disarungkan dan diselempangkan tanpa baju.
Bagi orang tertentu memakai ikat kepala menunjukkan kedudukan dalam pranata sosial. Khusus Datu memakai pakaian baju berwarna hitam yaitu melambangkan bahwa datu tersebut seolah-olah bertindak sebagai perlambang kehadiran Debata Batara Guru (salah satu dari Debata Na Tolu) yang merupakan wujud pancaran kasih Debata Mulajadi Na Bolon perihal kebijakan, sementara pada kepala memakai ikat kepala berwarna merah yakni melambangkan Debata Bata Bulan yang merupakan wujud pancaran kasih Debata Mulajadi Na Bolon perihal kekuatan.
16.Perlengkapan lainnya adalah “Dupa” tempat membakar kemenyan, yakni wadah yang diisi abu, bara api, dan ditaburkan kemenyan sedikit demi sedikit. Aroma khas kemenyan dimaksudkan untuk mengundang kehadiran mahluk gaib/kekuatan gaib untuk hadir dan menyatu dalam ritual yang dilaksanakan.
17.Pergondangan yaitu menyiapkan satu gordang (gondang besar), 5 buah topong (gondang yang ukurannya lebih kecil) 1 buah kesik (hesek-hesek) dan 2 buah ogungdoal (Gong), ogung ihutan dan 1 ogung oloan panggor dan 1 buah sarune.
Upacara adat horjabius ini dilakukan untuk sekedar mengenang ritual yang dilakukan nenek moyang kita BatakToba yang terdahulu dan disamping itu mereka hendak melestarikan budaya yang mereka miliki yang juga berguna untuk menarik wisatawan kedaerah Batak.
Sumber:
http://ihsanfzn.blogspot.com/2012/10/ritual-ritual-budaya-batak.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja