Hahiwang merupakan salah satu bentuk sastra tutur masyarakat Lampung, khususnya masyarakat adat 16 Marga Pesisir Krui. Hahiwang adalah puisi berisi kisah atau cerita sedih, baik kejadian menyedihkan perorangan maupun orang banyak. Berdasarkan isinya, hahiwang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang berisi penderitaan hidup seseorang dan hubungan muda-mudi (kegagalan percintaan). Penderitaan hidup atau kegagalan hubungan muda-mudi tersebut ditulis dalam bahasa yang indah dan dibacakan dengan lagu yang menyayat oleh seseorang, sehingga si pendengar dapat ikut merasakan penderitaan tersebut. Hahiwang merupakan tradisi sastra tutur masyarakat Krui, Lampung Barat yang hampir punah karena tidak semua orang yang mampu membawakannya. Di lingkungan masyarakat Lampung Pemanggilan Jelema Daya (Komering, hahiwang dikenal dengan istilah highing-highing sementara di lingkungan masyarakat Lampung Barat khususnya Belalau disebut wayak/muayak. Hahiwang biasanya digunakan sebagai:
1. pengantar acara adat
2. pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria
3. pelengkap acara cangget ’tarian adat’
4. pelengkap acara muda-mudi
5. senandung pada saat menidurkan anak
6. pengisi waktu luang
Hahiwang biasanya terdiri dari 6 baris atau lebih dalam satu bait. Berikut adalah contoh hahiwang
Tiandan Pelituhan
Ngandekhing bunyi pangking mendengar suara pekik
Minjak tengah dabingi bangun kaget tengah malam
Dunia kelom keliling malam gelap gulita
Banjekh tegah sekali banjir mendadak sekali
Suakha gimpa lagi suara gempa pula
Wat luah ngusung guling ada yang keluar menggendong guling
Penyana anak sia perasaan anaknya
Luah wi masing-masing keluarlah masing – masing
Mak lagi sapakhana tidak saling menghiraukan
Tinggal segala buling tinggallah segala harta
Asal selamat nyawa asal selamat nyawa
Lapah tengah dabingi jalan tengah malam
Lepah mak buhakhungan jalan tidak tentu arah
Nyepok jengan bubandi cari tempat perlindungan
Ulih way tabah pinsan karena air menyembur – nyembur
Susah unyin segekhi susah semua kampung
Sasepak satulungan saling mencari dan saling menolong
Kapan kak khani pagi begitu telah pagi
Ya Allah tang liyahan ya Allah penglihatan
Hancekh pekon ki sinji hancur kampung seperti ini
Mayat jama khuntangan mayat orang bergelimpangan
Hiwang mak takhu lagi kesedihan tidak berhenti – henti
Tinggal nabah iman tinggal menabahkan iman
Kisah sina sa ganta kisah itu sekarang
Tajadi di kham Lampung terjadi di Lampung
Kabakh ka imba – imba kabar menyebar luas
Lamon hulun si nuntung banyak orang yang datang
Khatong jak ipa –ipa datang dari mana – mana
Bu niat haga nulung berniat mau membantu
Khatong mak culuk bangkang datang tidak tangan kosong
Macam – macam tangusung macam – macam yang dibawa
Sedalih tabokh hiwang dan ikut bersedih
Sedih mawat kabendung kesedihan tidak terbentung
Ngaliak jalma camping khiban melihat keadaan yang berantakan
Khepa angon mak bingung bagaimana pikiran tidak bingung
Ki ti sepoke ganta kalau di cari sekarang
Api nihan ngebane apa yang menyebabkan
Mak bakheh kham manusia tidak lain karena manusia
Si ngeba cadang ne yang menyebabkan menjadi rusak
Gunung tisanik khata gunung dibuat rata
Kayu bela ti tuakhe kayu habis ditebang
Kapan kok busim labung kalau musim hujan
Way ne tekhus mahili airnya terus mengalir
Banjekh balak ngagulung banjir besar menggulung
Ki kham ti hitung – hitung kalau kita hitung – hitung
Hena salah ne dikhi itulah kesalahannya
Ki kham nangun buiman kalau kita beriman
Kham ganta ngaji dikhi kita sekarang introspeksi
Tattu wat kalioman kalau ada yang buat malu
Dang sampai khenna lagi jangan sampai terulang lagi
Kham demon di si aman kita senang yang aman
Batin angon di hati tenang rasanya hati
Nyin dapok gegoh sina supaya bisa begitu
Titukhut ko pakhintah ikutilah perintah
Takhu kham nuwakh khimba berhentilah menebang kayu indah
Dang lagi pukha khambah janganlah hidup ber
Kayak ya pelituha biar dia hutan rimba
Nyin ya lamon faedah supaya banyak faedah
Makhahan kham ti tambah usaha kita diperbanyak
Tanoman si wat guna menanam yang berguna
Sepak si balak mudak cari yang besar manfaat
Nyin geluk bu hasil ya supaya cepat berhasilnya
Dang lupa huwi sesah jangan lupa rotan
Demakh gung, demakh kaca damar gung, damar kaca
Kibenjakh pelintuha hasil hutan rimba
Satuwa lamon munih satwa banyak juga
Tan dapok sahaga – haga mereka berjalan bebas
Kham dapok ngampa pilih kita bisa memilih
Muat hak gegoh ganta tidak seperti sekarang
Unyin –unyin ne khisih semuanya habis
Sai ticawa ko hena yang dikatakan itu
Tijadi ko pekekhan dijadikan pikiran
Jak dikhi sampai jiran dari diri sendiri sampai tetangga
Dapok senang do bangsa dapatlah senang bangsa
Kijama saan danan kalau sama – sama memelihara
Ki nukhut ko agama kalau menurut agama
Henna khkhuk Ibadah itu termasuk ibadah
Nyegah dang wat bencana menjaga jangan ada bencana
Nyin makhluk je dang susah supaya makhluk ini tidak susah
Pahala ne balak nana pahalanya besar sekali
Si di firman ko Allah yang difirmankan Allah
Nukhut konsep Negara menurut konsep Negara
Henna wi pembangunan itu adalah pembangunan
Nyi kham je sejahtera supaya kita sejahtera
Sampai di akhir zaman sampai di akhir zaman
Ti andan pelintuha memelihara hutan rimba
Ti tukhut ko atokhan ikutilah peraturan
Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...
Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...
Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...
Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...