|
|
|
|
Guritan Besemah Tanggal 23 Oct 2014 oleh Sobatbudayajakarta . |
Guritan Besemah adalah salah satu jenis sastra daerah masyarakat Besemah yang eksistensinya ditampilkan dalam bentuk “teater tutur”. Artinya, ia dituturkan secara monolog oleh seorang tukang cerita dalam bahasa Besemah dengan lagu tertentu dan memakai alat (bantu) yang disebut sambang yang dililit dengan kain (digetang) dan ditopangkan di bawah dagu, dan kadang-kadang pada kening penutur.
Pada masa lalu guritan dituturkan pada malam hari di rumah warga dusun yang ditimpa musibah kematian, sejak hari pertama setelah jenazah dikebumikan sampai 3 malam berturut-turut. Penuturnya selalu laki-laki, biasanya berumur 50-an tahun ke atas. Tangan kanan penutur memegang pertengahan sambang atau agak ke bawah dan tangan kiri diletakkan di atas sambang, kemudian keningnya ditempelkan di atas tangan kiri itu. Penutur guritan tidak memandang penonton (audience) ketika sedang menuturkan cerita, ia memejamkan mata sebagai bentuk ekspresinya yang dalam.
Lakon-lakon (judul) gurita dalam sastra Basemah cukup banyak, diperkirakan ada sekitar 26 judul. Judul guritan “pangkal guritan” selalu dikaitkan dengan nama tokoh utama dalam cerita, dalam bahasa Besemah disebut Lawangan. Nama-nama lawangan yang dikenal dijadikan pangkal guritan di antaranya: Araw Bintang, lawangan Kute Pengadangan, Bengkung Peniwin, Lawangan Kisam Tinggi, Radin Suwane, Lawangan Kute Tanung Larang dan lain-lain. Dari sekian nama tokoh utama (lawangan), hanya Guritan Besemah “Radin Suwane, Lawangan Tanjung Larang”, (diguritkan oleh Cik Ait) yang telah didokumentasikan melalui desertasi William Augustus Collins (University of California, Berkley Amerika Serikat), yakni The Guritan of Radin Su(w)ane: A Study of The Besemah Oral Epic from South Sumatera tahun 1998. Barangkali jika seluruh judul dikumpulkan, kami yakin akan panjang sekali, dan bisa jadi menyamai ilagaligo (epos yang berasal dari Bugis, Sulawesi Selatan).
Saat ini, seringkali Guritan ditampilkan untuk kepentingan mengibur dengan materi yang singkat dan disesuaikan dengan situasi kontekstual.
Informasi ini didapatkan pada acara Penyerahan Sertifikat Warisan Budaya TakBenda Indonesia 2014 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya. Jumat, 17 Oktober 2014 di Museum Nasional.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |