Menurut cerita orang tua-tua di Belu, pada jaman dahulu kala, seluruh Pulau Timor masih digenangi air, kecuali puncak gunung Lakaan. Pada suatu hari turunlah seorang putri dewata di puncak gunung Lakaan dan tinggallah ia di sana. Putri dewata itu bernama Laka Lorak Mesak yang dalam bahasa Belu berarti Putri tunggal yang tidak berasal usul. Laka Lorak Mesak adalah seorang putri cantik jelita dan luar biasa kesaktiaannya. Karena kesaktiannya yang luar biasa itu, maka Laka Lorak Mesak dapat melahirkan anak dengan suami yang tidak pernah dikenal orang. Itulah sebabnya Laka Lorak Mesak disebut pula dengan nama Nain Bilakan yang artinya berbuat sendiri dan menjelma sendiri.
Beberapa tahun kemudian Putri Laka Lorak Mesak berturut-turut melahirkan dua orang putra dan dua orang putri. Kedua putranya diberi nama masing-masing, Atok Lakaan dan Taek Lakaan. Sedangkan kedua putrinya masing-masing diberi nama : Elak Loa Lorak dan Balak Loa Lorak. Setelah keempat putra-putri ini dewasa mereka dikawinkan oleh ibunya karena di puncak gunung tidak ada keluarga lain. Atok Lakaan kawin dengan Elak Loa Larak dan Taek Lakaan Kawin dengan Balak Loa Larak. Sementara itu air laut mulai surut dan pulau Timor sudah terbentuk menjadi daratan yang luas. Atok Lakaan dan istrinya Elak Loa Larak kemudian pindah dari Lakaan ke bukit Nanaet Dubesi, lalu mendirikan kerajaan yang bernama Naetenu. Dikisahkan pula bahwa salah sorang anak dari Atok Lakaan ini kemudian merantau ke Timor Timur dan mendirikan sebuah kerajaan di sana yang diberi nama kerajaan Mau Katar. Nama Mau Katar masih ada hingga sekarang. Turunan Atok Lakaan yang lain terus menetap di Belu dan mendirikan kerajaan sendiri dengan nama kerajaan Fehalaran. Sedangkan Taek Lakaan dan istrinya Loa Larak memperanak 10 orang anak laki-laki. Semuanya kemudian menjadi pemuda yang gagah berani dan mereka merantau ke mana-mana. Seorang anak yang bernama Dasi Tuka Mauk berlayar ke Pulau Flores lalu kawin dan menetap di sana. Sedangkan 4 orang anak lainnya merantau dan
menetap di Timur Tengah Utara sekarang. Mereka yang merantau menetap di Timor Tengah Utara ialah masing-masing : 1 Dasi Boki Mauk menetap di Desa Biboki 2 Dasi San Mauk menetap di Insana 3 Dasi Lida Mauk menetap di Lidak; dan 4 Dasi Leuk Mauk menetap di Lekuhun.
Kelima putra lainya dari Taek Lakaan tetap tinggal di Belu dengan keturunannya hingga sekarang. Dari kisah Putri Laka Lorak Mesak inilah timbul adat kebiasaan di Belu hingga sekarang dimana anak-anak selalu mengikuti keluarga ibu. Juga dari kisah inilah maka orang Belu, orang Timor Leste, orang Timor Tengah Utara maupun orang Flores sampai hari ini tetap merasa bersaudara. Cerita ini hampir sama dengan banyak cerita mitos tentang asal usul manusia dikalangan masyarakat primitif, tetapi pada umumnya semua cerita mitos mengisahkan bahwa semua manusia apapun ras, suku, budaya dan agamanya, semuanya mempunyai satu asal. Dalam agama-agama modern, semua manusia adalah sama karena semuanya adalah ciptaan Tuhan Maha Pencipta. Khusus dikalangan masyarakat Belu, Laka Lorak Mesak mengagungkan kedudukan seorang ibu sebagai sumber penerus kehidupan umat manusia di bumi. Karena itu setiap ibu wajib dihormati dan dikasihi sepanjang masa.
Sumber:
https://pakjappy.files.wordpress.com/2008/11/gunung-lakaan.pdf
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...