Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
cerita rakyat Jawa Timur Kediri
Gunung Kelud Kediri cerita rakyat penuh sejarah
- 6 Januari 2019
Kekeramatan Gunung Kelud Kediri, Ritual Sesaji Sarana Raih Wangsit
Gunung Kelud merupakan salah satu tujuan wisata di Jatim yang cukup tersohor. Di balik keistimewaan tersebut, Gunung Kelud diselimuti kabut misteri terkait keberadaan gunung berpuncak strato ini.
RITUAL sesaji Gunung Kelud taklepas dari sejarah yang terjadi pada masa Kerajaan Kadiri. Pada saat itu, putri Raja Kadiri, yaitu Dewi Kilisuci dilamar oleh 2 raja yang bukan dari bangsa manusia, Lembu Suro dan Mahesa Suro.
Namun dengan segala tipu dayanya, Dewi Kilisuci berhasil menghindari pinangan dari kedua raja tersebut. Atas kegagalan dan tipu daya Dewi Kilisuci itulah, Lembu Suro, salah satu raja yang tertipu, sempat mengucapkan kutukan kepada orang Kadiri. “Yoh wong Kadiri, mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping, yoiku Kadiri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung. (Ya, orang Kadiri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kadiri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan, dan Tulungagung menjadi danau,” kutukan dari Lembu Suro pada saat tertipu oleh Dewi Kilisuci.
Sementara itu, karena usa­hanya gagal mempersunting Dewi Kilisuci, putri Raja Kadiri, Lembu Suro dipenuhi oleh angkara murka. Sifat ang­kara murka itulah yang pada akhirnya membunuh Lembu Suro dengan cara dimasukkan ke dalam kawah Gunung Kelud oleh pasukan Kerajaan Majapa­hit yang memburunya.
Dari legenda ini, akhirnya masyarakat lereng Gunung Ke­lud melakukan sesaji sebagai tolak bala sumpah itu yang dise­but ritual sesaji Gunung Kelud sejak tahun 2005 lalu. “Serta sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan YME atas hasil bumi yang melimpah serta keganasan Gunung Kelud yang setiap saat meletus mengelurkan erupsin­ya,” ungkap Mbah Ronggo.
Tengara Musibah
Sementara itu, terkait den­gan ritual sesaji yang digelar masyarakat lereng Gunung Kelud pada 2007 silam, tat­kala ritual digelar, sesepuh Mbah Ronggo dalam ritualnya mendapati wangsit gaib. Yaitu berupa pesan terjadinya pertan­da besar menyoal keberadaan Gunung Kelud yang terletak 40 kilometer dari kota Kediri yang memiliki keunikan di pun­caknya, yakni berbentuk strato dengan danau kawah di ten­gahnya walaupun danau kawah itu saat ini telah berubah bentuk menjadi kubah lava. Wangsit tersebut mengatakan, “Le, sing ati-ati arep liwat Danyang Gu­nung Kelud,” tutur Mbah Rong­go mengenai pesan gaib yang merupakan pesan jika Gunung Kelud akan meletus.
Terbukti, tahun 2007 Gu­nung Kelud meletus dengan letusan terakhir bersifat efusif (mengalirkan material), berbeda dari latusan sebelumnya yang bersifat eksplosit (menyemburkan material).
Akibat letusan terakhir, da­nau kawah Gunung Kelud yang berwarna hijau berubah menjadi kubah lava yang mengalirkan material berwarna hitam dari dalam perut gunung. Keting­gian kubah saat ini mencapai 250 meter dengan lebar sekitar 400 meter.
Sepanjang sejarahnya, gu­nung ini tercatat mengalami 29 kali letusan, baik eksplosif maupun efusif, mulai tahun 1000 sampai tahun 2007. Erupsi eksplosifnya mampu menghan­curkan ratusan desa di seki­tarnya, termasuk ribuan hektare lahan pertanian dan menewas­kan ribuan warga. Sebagai gam­baran, lima letusan terakhirnya saja memakan korban 5.400 jiwa.
Berdasarkan pengamatan le­tusan selama tiga abad berturut-turut, waktu istirahat terpanjang aktivitas dalam perut Gunung Kelud adalah 65-76 tahun, teta­pi pernah pula hanya tiga tahun. Sejak letusan tahun 1901, wak­tu istirahat gunung itu menjadi lebih singkat, yaitu 15-31 tahun, bahkan pernah mencapai masa paling singkat, yaitu satu tahun.
Meski demikian, pesona gunung yang secara geografis berada di posisi 7.056′ Lintang Selatan dan 112.018,5′ Bujur Timur dengan ketinggian 1.650 meter di atas dataran Kediri atau 1.731 meter di atas permukaan laut ini juga memiliki sungai air panas yang selalu dibalut den­gan kabut putih pekat.
Kelebihan lain, pembangu­nan wisata ini ditunjang den­gan fasilitas jalan menuju ke kawasan yang beraspal hotmix sampai ke ujung terowongan menuju kawah. Hal ini memu­dahkan pengunjung yang ingin menjangkaunya dengan berb­agai jenis kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, bah­kan sepeda pancal.
Menurut Kepala Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri Mujianto, terdapat tidak kurang dari 1.000 pengunjung pada hari libur. Pada saat diadakan kegiatan ter­tentu seperti ritual sesaji, jum­lah pengunjung bisa menembus 10.000 orang dalam satu hari.
Oleh karena itulah momen­tum ritual sesaji yang dulu han­ya upacara adat biasa sengaja dikemas cantik, sebagai pesona baru Gunung Kelud yang di­harapkan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan lokal ataupun mancanegara. «HUDA«
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
VERSI CERITA LAIN
Cerita Rakyat “Lembu Sura”
Raja Brawijaya penguasa Kerajaan Majapahit, mempunyai seorang putri yang cantik yaitu Dyah Ayu Pusparani. Banyak raja dan pangeran yang melamar untuk dijadikan permaisuri. Kemudian Raja Brawijaya mengadakan sayembara, siapa yang bisa merentang busur sakti Kyai Garodayaksa dan sanggup mengangkat Gong Kyai Sekardelima, dialah yang berhak menikah dengan Putri Pusparani.
Tak ada satupun pelamar yang sanggup merentang busur apalagi mengangkat gong yang besar itu. Menjelang berakhir sayembara itu datanglah seorang pemuda berkepala lembu, yaitu Raden Lembusura atau Raden Wimba. Ia ikut sayembara dan berhasil merentangkan busur serta mengangkat Gong Kyai Sekardelima.
Melihat kemenangan Lembusura, Putri Pusparani langsung meninggalkan Sitininggil. Putri lari kepada embannya. Dia tidak mau menikah dengan manusia berkepala binatang. Akhirnya dia menemukan jalan keluar.
’’ Selamat Raden Wimba, engkau telah memenangkan sayembara dengan gemilang’’
’’ Terima kasih Putri dan kau akan menjadi istriku ’’
’’ Saya tahu itu. Namun saya masih mengajukan satu syarat lagi ’’
’’ Katakan Putri, apa syaratmu itu ? ’’
’’ Buatkan aku sumur di puncak Gunung Kelud ! Air sumur itu akan kita pakai berdua setelah selesai upacara perkawinan ’’
’’ Baiklah Putri’’
Dengan kesaktiannya, konon ia membuat sumur bersama makhluk halus.
Akhirnya Prabu Brawijaya menemukan cara. Lembusura harus ditimbun di dalam sumur. Sebentar saja Lembusura tertimbun di dasar sumur itu.
’’ Prabu Brawijaya, engkau raja yang licik. Aku bisa membalasmu. Yang terpendam ini adalah ragaku bukan nyawaku. Ingat-ingatlah, setiap 2 windu sekali aku akan merusak tanahmu dan kerajaanmu ’’
Hingga sekarang ini jika Gunung Kelud meletus dianggap sebagai amukan Lembusura untuk membalas dendam atas tindakan Prabu Brawijaya.
Meskipun telah puluhan kali meletus dan memakan relatif banyak
korban jiwa sejak abad ke-15 sampai abad ke-20, gunung api ini menjadi salah satu obyek wisata menarik di daerah itu karena keindahan panorama alamnya. Gunung yang memiliki ketinggian 1.730 meter di atas permukaan laut ini semakin menarik minat para pengunjung karena setiap tanggal 23 Suro
(penanggalan Jawa) masyarakat setempat menggelar acara arung sesaji
Pagelaran acara tersebut merupakan simbol Condro Sengkolo atau sebagai penolak bala dari bencana akibat pengkhianatan cinta yang dilakukan oleh putri Kerajaan Majapahit terhadap seorang pemuda bernama Lembu Sura.
 
 
Sumber : http://taandika1.blogspot.com/2017/12/gunung-kelud-kediri.html
 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline