|
Sebagian masyarakat Indonesia mungkin lebih mengenal Gundala sebagai nama seorang tokoh superhero dalam komik Indonesia tahun 1970-an karya Hasmi. Tapi yang satu ini tak kalah menariknya, yaitu Gundala-gundala. Suatu seni pertunjukan masyarakat Karo yang menggunakan topeng kayu. Gundala-gundala pada umumnya ditampilkan dalam upacara Ndilo Wari Udan, yaitu upacara memanggil hujan) pada musim kemarau panjang. Selain pemeran-pemeran yang menggunakan topeng kayu, pada seni pertunjukan yang sekaligus upacara memanggil hujan itu, juga ada yang berperan sebagai si Manuk Gurda Gurdi, burung penjelmaan pertapa sakti. Kisahnya memang terkait dengan burung tersebut. Ada sejumlah variasi cerita rakyat atau legenda yang terkait dengan Gundala-gundala ini. Salah satunya adalah kisah tentang kehidupan masyarakat yang hidup rukun dan damai di dataran tinggi Karo, dipimpin oleh raja yang disebut Sibayak. Sang raja memiliki satu-satunya keturunan, yaitu seorang putri kesayangan. Putrinya kemudian menikah dengan kepala pengawal raja yang kemudian diberi jabatan sebagai panglima kerajaan setelah menikah dengan sang putri. Suatu hari raja mengajak panglima kerajaan untuk berburu di hutan yang lebat. Di tengan hutan rimba, rombongan ini bertemu dengan seekor burung raksasa, penjelmaan seorang pertapa sakti yang bernama Gurda Gurdi. Tidak seperti hewan lainnya, si Gurda Gurdi mampu berbicara seperti layaknya seorang manusia. Pada saat rombongan raja dan panglimanya bertemu dengannya, sang burung menyapa salam raja seraya menunjukkan rasa hormatnya, membuat panglima raja menaruh simpati dan mengajaknya pulang untuk tinggal di istana menemani istrinya, sang putri raja. Hari-hari kehidupan sang putri yang ditemani Gurda Gurdi bertambah ceria dan bahagia, karena pada saat suaminya melaksanakan tugas keluar daerah, Gurda Gurdi mampu menghibur sang putri sekaligus mampu memberikan perlindungan yang sempurna. Burung jelmaan pertapa sakti ini tidak hanya tangguh dalam dunia persilatan, namun juga ampuh menangkal semua jenis racun, mantra, guna-guna, termasuk ilmu santet. Namun sang burung memiliki pantangan, yaitu paruh yang merupakan simbol kehormatannya tak boleh dipegang. Suatu ketika, selagi sang putri asyik bercanda dan tanpa sengaja memegang paruh Gurda Gurdi, yang membuat burung ini berang dan tidak menunjukkan sikap bersahabat. Mengetahui keadaan ini, suaminya berusaha membujuk Gurda Gurdi dengan mengelus paruh burung tersebut. Ketidaktahuannya atas karakter dan sifat Gurda Gurdi membuat kemarahannya terulang padahal tindakan tersebut dianggap sang burung sebagai bentuk pelecehan yang sangat menyakitkan. Si Gurda Gurdi menjadi marah besar, dengan mata merah dan bulu berdiri, dia melakukan sambaran dan pukulan ke arah panglima. Jadilah pertempuan maha hebat antara panglima kerajaan dengan si Gurda Gurdi. Raja kemudian memerintahkan para pengawal membantu sang panglima yang akhirnya bisa mengalahkan sang burung. Gurda Gurdi terkena pukulan mematikan di bagian kepala. Setelah sang burung tewas, barulah raja, panglima kerajaan, sang putri, dan seluruh warga tersadar, bahwa mereka telah membunuh hanya karena kesalah pahaman. Seluruh istana berkabung, demikian pula rakyat ikut berkabung. Hari tiba-tiba mendung dan menitikkan air tanda berkabungnya alam atas kematian Gurda Gurdi, hujan deras pun melanda seluruh negeri. |
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kasultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda berwarna hitam. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam berupa golok dan pisau. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis namun ada juga yang memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce. QUIVER ( TEMPAT ANAK PANAH ): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , noc...
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belakang.
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang