Ritual
Ritual
Ritual Daerah Istimewa Yogyakarta Jogjakarta
Grebeg Maulud
- 11 Maret 2018
Grebeg Maulud : wujud keharmonisan agama dengan budaya warga Jogja
Grebeg Maulud merupakan upacara tradisi peninggalan Kerajaan Demak untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini memiliki beberapa agenda yang ditutup dengan pengarakan “gunungan” dari Keraton Yogyakarta ke halaman Masjid Agung, untuk dibagikan kepada pengunjung yang sudah menunggu sejak semalaman.
 
Hampir semua orang Jogja tentu sudah tidak asing dengan istilah grebeg. Kata grebegsendiri berasal dari Bahasa Jawa ‘Gembrebeg’ yakni suara keras yang timbul ketika Sultan keluar dari keraton untuk memberikan “gunungan” kepada masyarakatnya. Gunungan merupakan tumpukan hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan dan makanan tradisional,  dikawal oleh pasukan keraton dengan bunyi teriakan yang bersahut-sahutan serta diiringi suara tembakan. Seiring perjalanan waktu, nama gembrebeg berubah menjadi grebeg.
 
gunungan-grebeg-maulud-keraton-yogya
source : blog.alfarish.com
 
Dalam satu tahun Kalender Jawa, setidaknya terdapat 3 Grebeg. Grebeg Maulud, yang dilaksanakan pada Bulan Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Grebeg Syawal yang dilaksanakan pada Bulan Syawal untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri, dan terakhir adalah Grebeg Besar yang dilaksanakan di Bulan Dzulkahijjah untuk memperingati Hari Raya Idul Adha.
 
Di Indonesia sendiri, upacara grebeg dilaksanakan di dua kota yakni Yogya dan Solo yang masih memiliki keraton dan sultan yang memerintah. Perbedaannya, sultan dari Keraton Yogyakarta memiliki jabatan sebagai gubernur sekaligus sedangkan Keraton Solo tidak.
 
Untuk anda yang ingin menyaksikan sendiri bagaimana keseruan tradisi ini, harap memastikan waktu berkunjungnya, karena acara ini hanya dilaksanakan setahun sekali dan menurut kalender Masehi, acara Grebeg Maulud selalu berubah karena disesuaikan dengan kalender Jawa.
 
Tradisi Grebeg Maulud dimulai sejak Kerajaan Demak
 
Dari ketiga grebeg tersebut, Grebeg Maulud adalah yang paling meriah dan mendapat antusiasme paling tinggi dari masyarakat. Sejarah dari grebeg ini sendiri merupakan tradisi warisan pada awal mula penyebaran Islam di Jawa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Raden Patah.
 
Awalnya, setiap tanggal 12 Maulud yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad, Sunan Kalijaga mengadakan tabligh akbar di Kerajaan Demak yang dihadiri oleh pihak kerajaan dan masyarakat luas. Acara tersebut berisi pertunjukan musik gamelan dan permainan wayang kulit di halaman Masjid Agung, bercerita tentang nilai-nilai keislaman. Acara ini kemudian ditutup dengan makan bersama dengan hidangan yang disediakan oleh pihak kerajaan.
 
gunungan-grebeg-maulud-keraton--yogya
source : chic-id.com
 
Dengan cara menggabungkan syiar Islam dengan tradisi budaya setempat ini, Sunan Kalijaga berhasil menarik simpati masyarakat untuk mempelajari dan kemudian memeluk agama Islam. Tradisi ini dianggap sukses besar sehingga terus dilanjutkan ketika Kerajaan Mataram Islam terbentuk di Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono I yang merupakan Raja Mataram pertama mengenalkan budaya ini di Yogya.
 
Seiring berjalannya waktu, acara semakin meriah dan antusiasme dari masyarakat juga semakin meningkat. Maka, meskipun masyarakat Jogja sudah banyak menganut Islam tradisi ini terus dilangsungkan oleh Keraton hingga sekarang. Meskipun mengalami pergeseran dari segi fungsi dan tujuan utama, tradisi ini dianggap sebagai salah satu warisan kebudayaan yang terus dilestarikan oleh pihak keraton dan Pemprov DIY.
 
Pasar Malam Sekaten yang Paling Diincar Masyarakat
 
Tradisi Grebeg Maulud mengalami perkembangan dari segi jenis kegiatannya. Untuk menambah keramaian dan semarak Grebeg Maulud, pihak Keraton juga menyelenggarakan acara Sekaten, yakni pasar malam yang dilaksanakan menjelang Bulan Maulud selama 39 hari, atau selapan istilahnya dalam kalender Jawa. Acara sekaten dilaksanakan di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta pada sore hingga malam hari.
 
Apabila anda mengunjungin sekaten, anda akan menemukan pasar malam ini beda dari yang lain. Sekaten diisi oleh berbagai jenis stand, mulai dari kuliner khas, pakaian, mainan tradisional dan berbagai oleh-oleh khas Jogja. Yang membedakan sekaten dengan pasar malam lain adalah adanya berbagai wahana bermain untuk anak-anak maupun orang dewasa seperti kora-kora, ombak banyu, kincir angin, atraksi ekstrim motor hingga rumah hantu.
 
gunungan-grebeg-maulud-keraton--yogya
source : yogyalagi.com
 
Tabuhan Gamelan Selama 7 Hari Berturut-turut
 
Agenda dari Grebeg Maulud dimulai dengan dibunyikannya dua gamelan yang dikeramatkan oleh keraton pada tanggal 5 Maulud di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta. Dua  gamelan itu adalah Gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu yang secara terus menerus ditabuh selama 7 hari, kecuali ketika tiba hari Kamis hingga Jumat siang. Gamelan tersebut mengiringi tembang yang diciptakan oleh Sunan Giri dan Sunan Kalijogo.
 
Pada tanggal 11 Maulud Malam yang merupakan Malam Kelahiran Nabi Muhammad dilaksanakan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad di serambi Masjid Agung dan dihadiri oleh sultan, petinggi keraton, abdi dalem, pejabat pemerintahan, dan masyarakat umum. Setelah acara selesai, sultan dan pihak keraton kembali masuk ke dalam keraton serta dua gamelan yang telah ditabuh selama 7 hari dikembalikan ke dalam keraton.
 
Lambang kemakmuran Keraton Yogyakarta dengan Gunungan
Keesokan harinya, yakni tanggal 12 Maulud merupakan puncak acara dari rangkaian grebeg ini yang diisi dengan pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa arak-arakan gunungan yang berisi sayuran dan buah-buahan serta aneka jajanan pasar tradisional yang ditata menyerupai bentuk gunung. Gunungan tersebut memiliki filosofi pengayoman sultan terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Sejak subuh, anda bisa menyaksikan sudah banyak masyarakat yang datang dari daerah sekitaran Jogja bahkan banyak yang rela menginap di halaman Masjid Agung pada malam sebelumnya.
gunungan-grebeg-maulud-keraton--yogya
source : asmarainyogya.com
 
Sekitar pukul 08.00, upacara ini dimulai dengan parade prajurit Keraton yang memakai pakaian prajurit lengkap dengan senjatanya, kemudian panji-panji keraton juga ikut diarak. Tabuhan dari alat musik prajurit ikut menambah kemeriahan parade tersebut. Bagian belakang dari parade tersebut adalah iring-iringan gunungan yang sudah dinanti-nantikan pengunjung.
 
Setelah gunungan diletakkan di halaman keraton, pengunjung langsung bergegas untuk berebut isi dari gunungan tersebut. Mereka percaya bahwa gunungan tersebut membawa berkah tersendiri bagi orang yang berhasil mengambil isinya.
 
Cara Mencapai Lokasi Grebeg Maulud
 
Untuk menuju lokasi dari acara ini sangat mudah dan cepat karena berada tepat di jantung kota Yogya tepatnya di Masjid Agung Yogyakarta. Dari Jalan Malioboro menuju ke selatan arah alun-alun utara, kemudian belok kanan dan dengan mudah akan dapat ditemukan Masjid Agung Yogyakarta.
 
Bagi anda yang ingin menggunakan transportasi umum bisa menggunakan trayek 1A, 1B, 2A, 2B, 3A dan turun di shelter Kantor Pos Besar atau Ahmad Yani kemudian berjalan kaki sekitar 5 menit.
 
Sumber: https://bonvoyagejogja.com/grebeg-maulud-wujud-keharmonisan-agama-dengan-budaya-warga-jogja/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline