Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan Jawa Barat Subang
Genjring Bonyok
- 24 Agustus 2014

Kesenian Genjring Bonyok memiliki corak kehidupan dan perkembangan yang agak berbeda dengan kesenian lain yang tumbuh dan berkembang di Kecamatan Pagaden kabupaten Subang. Kesenian mampu berkembang lebih cepat, mendapat popularitas lebih cepat dan diterima oleh masyarakat sebagai kesenian tradisional miliknya sendiri yang dapat dinikmati.

Pengertian Genjring Bonyok asal mula dari Genjring dan Bonyok. Genjring adalah waditra berkulit yang memakai semacam anting-anting terbuat dari besi atau perunggu sebagai penghias seperti rebana. Sedangkan Bonyok adalah nama daerah di desa Pangsor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Genjring bonyok artinya kesenian Genjring yang awal mulanya berada di daerah Bonyok. Kesenian merupakan salahsatu jenis seni musik tradisional (karawitan) yang alat musiknya terdiri dari Genjring, Bedug, Kecrek, Tarompet dan Goong.

Pertumbuhan dan perkembangan kesenian ini tidak lepas dari keadaan lingkungan masyarakat penduduknya. Maksudnya semakin meningkat kehidupan masyarakat, pengalaman estetis masyarakat dan semakin banyak munculnya pemahaman-pemahaman baru tentang Genjring Bonyok akan berpengaruh besar terhadap eksistensi kesenian tersebut. Jauh sebelum Genjring bonyok lahir, di kampung Bunut Desa Pangsor Kecamatan pagaden telah ada kesenian genjring yang dipimpin oleh Sajen. Kesenian merupakan cikal bakal lahirnya Genjring Bonyok.

Keberadaan Genjring Bonyok erat hubungannya dengan perjalanan hidup Sutarja yang telah bermain dengan Genjring sejak tahun 1963. Waktu itu ia bermain genjring bersama rombongan Genjring yang dipimpin oleh Sajen (pamannya). Dalam rombongan tersebut ia memegang genjring nomor 1 yang merupakan komando bagi alat musik lainnya. Karena Sajen sudah tidak sanggup lagi untuk memimpin rombongan kesenian tersebut, maka sejak tahun 1965 kepemimpinan rombongan kesenian tersebut diserahkan kepada Sutarja.

Sutarja dan kawan-kawan sering mengadakan pertunjukan di Pusaka Nagara dan pamanukan. Di daerah tersebut Sutarja sering melihat pertunjukan Adem ayem yang perangkat musiknya sama dengan kesenian genjring yang dipimpin oleh Sutarja yaitu tiga buah genjring dan sebuah bedug. Perbedannya musik adem Ayem yang lebih dinamis dan komunikatif dengan menyajikan lagu-lagu untuk mengiringi tarian dan atraksi akrobatik, sedangkan pertunjukan kesenian yang dipimpin oleh Sutarja waktu itu hanya menyajikan lagu-lagu seperti Siuh, Gederan dan Gotrok.

Terinspirasi oleh musik adem ayem tersebut muncul keinginan Sutarja untuk mengembangkan seni genjring yang dipimpinnya. Disusunlah motif-motif tabuh genjring yang mirip dengan genjring adem ayem. Demikian juga lagu-lagu yang disajikannya dipakai lagu-lagu Adem ayem dan tarompet sebagai pembawa melodi dan goong sebagai pengantar wiletan. Sekitar tahun 1968, terbentuklah kesenian genjring Baru dengan garapan musikalnya berbeda dengan genjring sebelumnya. Menurut keterangan beberapa narasumber, pada awalnya masyarakat Pagaden menyebut kesenian ini genjring Bonyok. Disebut demikian karena dalam pementasan penarinya selalu banyak dan dalam menarinya ngaronyok (berkumpul). Dalam perkembangan selanjutnya ada juga yang menyebut kesenian Genjring Bonyok karena menganggap kesenian tersebut lahir di daerah Bonyok. Baru-baru ini muncul sebutan yang lain yaitu Tardug. Tardug merupakan akronim dari Gitar dan beduh. Kesenian tardug sebenarnya genjring bonyok juga, hanya alat musiknya ditambah gitar melodi untuk mengiringi lagu dangdutan.

Di awal perkembangannya Genjring Bonyok menggunakan alat musik yang relatif sederhana yaitu tiga buah genjring, tarompet dan bedug. Ketiga genjring tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Perbedaannya hanya tinggi rendahnya bunyi genjring tersebut.

Bunyi yang dihasilkan genjring biasanya bunyi pong, pang, ping dan bunyi pak bum. Untuk menghasilkan bunyi pong dengan cara menepak bagian pinggir genjring menggunakan beberapa ujung jari tangan dan menepuknya dilepas. Bunyi pang dihasilkan dengan cara menepuk bagian pinggir genjring (lebih ketengah sedikit dari cara membunyikan pong) menggunakan sebagian telapak tangan dan menepuknya dilepas. Bunyi ping dihasilkan dengan cara menepuk bibir genjring menggunakan beberapa ujung jari tangan menepuknya dirapatkan. Bunyi pak dihasilkan dengan cara menepuk bagian pinggir atau tengah genjring menggunakan telapak tangan penuh, menepuknya agak ditekan.

Materi lagu yang disajikan dalam pertunjukan genjring bonyok tidak terbatas pada lagu-lagu ketuk tilu, adem ayem atau lagu-lagu yang berirama japlin saja tetapi juga disajikan lagu-lagu dangdut seperti lagu-lagu Lanang Sejati, Rindu berat, Neng Yeni, Pemuda Idaman, tembok Derita dan lain-lain. Selain itu sering disajikan pula lagu-lagu jaipongan. Lagu-lagu tersebut disajikan dalam bentuk paduan antara karawitan, vokal dan karawitan instrumentalia. Dalam bentuk penyajiannya, kesenian ini tidak hanya dipertunjukan dalam bentuk helaran (arak-arakan) tetapi dipertunjukkan juga diatas panggung. Pertunjukan diatas panggung biasanya dilaksanakan pada acara hiburan, baik hiburan hajatan, peringatan hari-hari besar, maupun hiburan di tempat-tempat wisata. Pertunjukan gelaran biasanya pada acara mengarak anak sunat keliling kampung bersama-sama dengan kesenian sisingaan.

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya (non-militer). Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak z...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline