Genggong merupakan sebuah alat musik tradisional yang berasal dari Bali. Alat musik ini merupakan salah satu instrumen getar yang sangat unik, sebab suara yang ditimbulkannya seperti memberi kesan mirip seperti suara katak sawah yang bersahut-sahutan ketika di malam hari. Keunikannya lainnya yang ada di alat musik ini adalah memanfaatkan rongga mulut orang yang membunyikannya sebagai resonator.
Fungsi Alat Musik Genggong
Di Bali sendiri, alat musik Genggong ini merupakan alat musik tradisional yang semakin jarang dikenal orang. Selain itu alat musik ini juga sering dimainkan di acara-acara hiburan, seperti di dalam acara perkawinan maupun di dalam pertunjukan seni tari.
Cara Membuat Alat Musik Genggong
Alat musik Genggong merupakan alat musik yang terbuat dari pelepah pohon enau (pugoug). Pelepah yang pilih pun harus yang cukup tua dan kering, dan lebih diutamakan lagi yang mengering di bagian batangnya sendiri.
Cara membuat Genggong ini dimulai dengan memilih kulit luarnya, dibuat irisan penampang segi empat panjang dengan ukuran lebar sekitar 2 (dua) cm dan panjang sekitar 20 (dua puluh) cm. Pada bagian dalam yang lunak dibersihkan sampai hanya tersisa luarnya yang keras setebal 1/4 (seperempat) cm. Untuk palayah atau bagian instrumen bergetarnya terletak di bagian tengah-tengah irisan diantara kedua ujungnya dan berjarak 2 (dua) cm dari batas ujung penampang irisan dengan lebar palayah 1/2 (setengah) cm.
Palayah ini sendiri terdiri dari badan palayah dan ujung palayah yang mengarah ke bagian kiri irisan. Ujung palayah ini diusahakan setipis mungkin dengan lebar sekitar 10 (sepuluh) milimeter. Demikian juga dengan bagian badan palayahnya yang dibuat tipis, yaitu sekitar 2 (dua) cm, namun di bagian atasnya tetap dibuat tebal, yakni setebal irisan keseluruhan penampang irisan.
Selanjutnya di bagian ujung kanan irisan penampang dibuat lobang tempat tali benang, yaitu dengan panjangnya sekitar 5 (lima) cm. Benang tersebut diikatkan juga pada setangkai bambu bundar yang kecil, yaitu sepanjang 10 (sepuluh) cm.
Cara Memainkan Alat Musik Genggong
Alat musik Genggong umumnya dimainkan dengan cara mengulum (yanggem) di bagian yang disebut dengan “palayah”-nya. Pada jari tangan kiri memegang ujung alat di sebelah kiri dan pada tangan kanan menggenggam tangkai bambu kecil yang dihubungkan dengan seutas tali benang dengan ujung alat di bagian sebelah kanan.
Untuk membunyikan alat musik ini, maka benang tersebut ditarik-tarik ke samping kanan agak menyudut ke bagian depan, namun tidak meniupnya. Rongga mulut hanya menjadi resonator saja, jadi dibesarkan atau dikecilkan rongga mulut tentunya harus disesuaikan dengan rendah tingginya nada yang diinginkan.
Perkembangan Alat Musik Genggong
Dalam perkembangannya, alat musik Genggong ini sudah sangat langka dan semakin jarang dikenal orang. Namun di Desa yang telah memiliki tradisi Genggong yang kuat, yaitu di Desa Batuan (Gianyar) alat musik Genggong masih sering dimainkan sebagai pengiring tarian tradisional, yaitu tari Kodok dan hanya sebagai sajian musik instrumental saja. Bahkan salah satu seniman pengrajin pembuat genggong yang masih aktif di Desa Batuan (Gianyar) mengatakan ada kalanya alat musik Genggong ini dibuat sebagai barang souvenir untuk para wisatawan.
Alat Musik Genggong
Referensi: http://www.kamerabudaya.com/2017/04/genggong-alat-musik-tradisional-dari-bali.html
--------------
https://qlapa.com/blog/info-lengkap-alat-musik-bali
Genggong adalah salah satu instrumen musik getar yang mampu menghasilkan suara unik. Suara yang dihasilkan seperti suara seruling namun lebih nyaring jika didengarkan secara langsung. Bunyinya terdengar seperti suara katak di sawah. Genggong biasanya dimainkan dalam intro atau pengiring dalam sebuah pentas seni musik khas pulau dewata.
Detail Spesifikasi Genggong:
Alat musik genggong terbuat dari pelepah pohon enau atau pugoug (dalam sebutan masyarakat setempat). Kayu yang digunakan haruslah cukup tua atau mengering di bagian batangnya sendiri. Kulit luarnya diiris berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 2 cm dan lebar 20 cm. Bagian dalamnya yang lunak dibersihkan hingga tersisa bagian luar yang keras dan tebalnya sekitar 1/4 cm.
Palayah (bagian instrumen yang akan bergetar) terletak di tengah-tengah irisan dan berjarak 2 cm dari batas ujung, lebar palayah sekitar 1/2 cm. Ujung palayah biasanya diiris cukup tipis supaya getarannya maksimal. Tebalnya sekitar 10 mm. Pada ujung kanan irisan penampang dibuat sebuah lubang tempat tali benang berukuran kira-kira 5 cm.
Alat musik genggong dimainkan dengan cara menarik-narik tali benang tersebut ke sebelah kanan (agak ke depan). Rongga mulut hanya berfungsi sebagai resonator (tidak untuk meniup). Besar kecilnya pembukaan rongga mulut disesuaikan dengan tinggi rendahnya nada.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja