Pada tahun 1964 terjadi peristiwa bersejarah buat masyarakat Bali dan Banyuwangi Yaitu dengan meletusnya Gunung Agung, Dengan meletusnya gunung agung ini memberi dampak negatif juga berdampak positif. Dari segi negatif di mana debu abu vulkanik Gunung Agung yang hampir menyelimuti pulau Bali serta Jawa Timur ( Banyuwangi ) selama berhari bahkan berminggu minggu Dampak akibat letusan Gunung ini perekonomian tidak bisa berjalan dengan baik( orang akan malas untuk keluar rumah untuk beraktifitas tiap harinya. Di desa ( Gintangan) juga kena dampak nya di mana masyarakatnya di setiap rumah juga terganggu aktifitasnya ( malas keluar rumah , ternaknya di taruh di kandang, cari makanan ternak juga susah rumput jadi kotor dan lain lain sebagainya. Hidup di pedesaan memang sangatlah enak ( buat saya lo .karena anak desa) dan di depan rumah pasti ada pohon kelapa,Pohon Kelapa Ini di gunakan untuk hiasan semata,Karena rerumputan susah maka daun kelapa ini ini tiap sore daun nya di ambil untuk bahan pangan ternak sebagai pengganti alternatif dari rumput. Selama pengambilan daun Kelapa ini juga untuk menghindari penumpukan abu Vulkanik yang menempel pada daun kelapa( takut patah dan jatuh kena pekarangan rumah).
Hari demi hari daun kelapa ini di serut untuk di ambil daun dan meninggalkan lidi dan lidi ini di gunakan untuk sapu korek juga di gunakan untuk bahan bakar ( memasak). Selama menunggu berhenti nya abu vulkanik reda maka warga setempat berpikir bagaimana Lidi ini di gunakan sebagai apa ya.....maka percobaan lidi ini di buat anyaman sebisa mungkin dengan di tata dan di rapikan sedemikian rupa maka terbentuklah namanya Piring Lidi ( tapi waktu itu piringnya masih kasar dan bentuknya masih tidak rapi serta bulatnya tidak merata). Selama berhari hari tiap harinya di perbaiki terus supaya lebih enak di pandang. Setelah 1 minggu jadi PIRING LIDI agak rapi maka banyak sekali warga di sekitar tempat saya mulai mencoba untuk membuat piring dari lidi ( dulu di kerjakan secara berkelompok) 1 kelompok ada 6 orang sambil ngerumpi( Biasa lah orang kalo kumpul mesti ngerumpi).setelah mereda abu vulkanik maka ibu2 yang sibuknya Cuma di rumah mau belajar buat piring yang bahannya dari Lidi. Ternyata kreatifitasnya membuahkan hasil yang positif.
Jadi ada yang buat tiap hari untuk sekedar mencari kesibukan saja atau piring Lidi nya di gunakan sebagai hiasan rumah. Sejalan perkembangan waktu maka Piring lidi ini mulai di kerjakan dan di kumpulkan oleh Pengepul( BOS ) untuk di jual di luar desa atau kota. Lambat laut piring lidi ini mulai tahun 70 an mulai di kirim ke Bali ( di kirim 1 truk 1 bulan lagi pulang 1 truk) tidak laku sama sekali karna masih ngetrands piring berbahan kaca. Jadi piring lidi nya hanya di jual di sekitar Banyuwangi saja. Sejalan dengan perkembangan waktu maka pada 80 an terjadi pertukaran pemuda antar kota( waktu itu jarang sekali pelajar) pemuda dari Jogja, Semarang, Jepara, Bandung, Tasikmalaya, Garut, dll. Pemuda dari jepara mengajarkan cara buat ukiran ke pemuda buat ukiran kayu, yang dari Jogja mengajarkan cara buat anyaman dari bambu ( besek) yang dari Garut mengajarkan cara membuat lampu dari bambu, sedang pemuda dari desa kami mengajarkan cara buat Piring Lidi .( dari pertukaran Ilmu ini maka di desa kami mengapdopsi berbagai macam kerajinan sampai sekarang) .
Pada tahun 90 an piring lidi mulai banyak di kenal di kalangan kota 2 besar di sekitar Pulau Jawa juga Pulau Bali pun mulai tertarik dengan piring lidi dan pada tahun itu pula piring lidi mulai di kirim dalam sekala kecil sampai sekala besar, tapi waktu itu pakai sistem cara lama( barang di kirim dulu kalau laku baru di bayar) akibatnya dari modal Uang yang di gunakan untuk pembelian bahan Lidi jadi tersendat. Selama beberapa tahun perkembangan piring lidi tidak begitu pesat. Pada tahun 1997 terjadi Krisis moneter di mana krisis ini mematikan perekonomian seluruh indonesia . Dari krisis ini rupanya berdampak positif terutama pembelinya dari kalangan yang mempunyai usaha rumah makan, Lesehan, warung, atau pembisnis makanan yang menyajikan dengan piring( alasannya Piring lidi harganya tidak naik karena produk lokal).sehabis krisis moneter piring lidi banyak sekali di kirim ke Jakarta, Batam, Makasar,Surabaya, Jogja , Bandung, Bali, serta kota kota lainnya. Peminatnya naik menjadi 1000% . Waktu itu peminat paling banyak berasal dari Bali karena banyak sekali restoran yang mengadopsi Bentuk tradisional dan alami.
Sebagian besar keterangan ini saya ambil dari http://piringlidimurah.com/piring-lidi/sejarah-piring-lidi/
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.