Permainan Tradisional
Permainan Tradisional
Permainan Jawa Tengah Sekitar Jawa dan Jogja
Gamparan
- 12 Oktober 2017

permainan gamparan menggunakan media bermain berupa batu. Namun kadang kala dipadukan dengan media pecahan tegel atau batu bata. Selain media tersebut, anak-anak hanya membutuhkan tanah lapang yang agak luas kira-kira 5 x 10 meter. Semakin banyak pemain, biasanya semakin membutuhkan halaman yang luas. Permainan gamparan biasa dimainkan di halaman depan atau belakang rumah. Biasa juga dimainkan di tanah lapang, yang penting halaman terbebas dari rumput agar mudah terlihat dan bermain. Sangat jarang dimainkan di halaman bersemen, karena dapat memudahkan batu, batu bata, atau pecahan tegel pecah. Lebih baik lagi jika halaman yang dipakai bermain banyak pepohonan untuk menghindari sinar matahari sekaligus untuk berteduh dan terhindar dari panas. Anak-anak yang bermain gamparan biasa mengambil waktu di pagi, siang atau sore hari. Sangat jarang mengambil hari malam biarpun terang bulan, karena permainan ini membutuhkan penerangan cukup.

Permainan gamparan selalu dimainkan oleh anak-anak sebaya secara berpasangan. Minimal dimainkan oleh dua anak. Namun kebanyakan dimainkan lebih dari 4 anak, bisa 6, 8, atau 10 anak. Mereka yang bermain gamparan umumnya anak-anak berumur sekitar 9—14 tahun. Lebih sering dimainkan oleh anak-anak laki-laki. Tetapi kadang juga dimainkan campuran. Asalkan setiap pasangan sebaya, misalnya laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan.

Awalnya setiap anak yang akan bermain gamparan telah menyiapkan alat gampar batu yang disebut “gacuk” dengan diameter sekitar 5—7 cm. Besarnya batu sebaiknya disesuaikan dengan ukuran kaki. Batu yang menjadi gacuk sebaiknya berbentuk pipih dan agak lonjong. Selain itu juga setiap pasangan harus menyiapkan sebuah batu agak besar sebagai “gasangan” dengan diameter sekitar 10—20 cm. Jika pemain terdiri dari 3 pasang, maka harus menyediakan batu gasangan 3 buah. Batu pasangan juga sebaiknya yang berbentuk pipih dan ada sisi yang datar agar mudah berdiri tegak. Batu gasangan dipilih batu yang keras karena sering terhantam atau terlempari batu “gacuk”. Kalau tidak ada batu pipih besar, bisa digantikan dengan pecahan tegel atau sejenisnya.

Selain itu, anak-anak yang bermain juga harus menyiapkan tanah lapang cukup luas, misalnya di halaman depan rumah. Setelah itu, mereka setidaknya membuat dua atau tiga garis di tanah, bisa dengan kayu, air, atau batu kapur yang lembut. Setiap garis dengan panjang antara 2—4 meter, tergantung jumlah pasangan yang bermain. Sementara jarak garis pertama dengan garis kedua kira-kira 2 meter, sementara jarak garis kedua dengan garis ketiga kira-kira 4—5 meter. Sebenarnya jarak antar garis, seperti garis pertama dan ketiga bisa disepakati oleh anal-anak yang bermain. Garis saku atau garis lempar berfungsi untuk batas melempar gacuk ke arah batu gasangan. Sementara garis gasangan berfungsi untuk menempatkan batu-batu gasangan setiap pasangan. Setelah garis selesai, setiap pasangan melakukan “sut” untuk menentukan menang-kalah. Bagi anak-anak yang kalah berkumpul menjadi satu regu, begitu pula yang menang. Permainan gamparan dilakukan empat tahap.

Tahap pertama, anak yang kalah berdiri di dekat garis gasangan. Jika batu gasangan belum berdiri, maka tugasnya mendirikan batu gasangan. Sementara semua anak yang menang berjajar di belakang garis 1 dengan membawa batu “gacuk”. Setiap anak menfokuskan pada masing-masing batu gasangan. Setelah itu satu-persatu melemparkan batu “gacuk” ke arah batu gasangan dengan cara dilempar dengan tangan dan diusahakan mengenai batu gasangan sehingga roboh atau terlempar. Jika ada salah satu anggota yang berhasil merobohkan batu “gasangan”, otomatis langsung dilanjutkan ke permainan tahap kedua. Namun, jika dalam satu regu tidak ada yang bisa merobohkan batu “gasangan”, maka, batu-batu “gacuk” yang telah dilempar mendekati batu “gasangan” itu harus dilempar lagi ke sasaran batu “gasangan”. Namun lemparan kedua ini harus dilempar lewat bawah pantat. Pelemparan seperti ini, satu kaki dalam posisi lutut di tanah, sementara posisi kaki lain seperti berjongkok. Selain itu, jika batu “gacuk” berada kurang dari satu langkah dengan garis maka pelemparan dilakukan dengan tangan kiri, namun jika batu “gacuk” lebih dari satu langkah dengan garis, maka pelemparan dilakukan dengan tangan kanan.

Masih ada satu lagi aturan dalam tahap pertama dalam permainan gamparan. Jika batu “gacuk” yang dilempar tidak mengenai batu “gasangan” namun saat jatuhnya berada di garis batu “gasangan”, maka untuk mengenai sasaran ke batu “gasangan” harus dengan cara berdiri tempat di atas batu “gasangan” lalu menjatuhkan batu “gacuk” lewat atas kepala. Posisi badan saat menjatuhkan batu “gacuk” dengan membelakangi batu “gasangan”. Jika si pemain tidak bisa menjatuhkan batu “gasangan” bisa dibantu oleh teman satu regu. Jika teman satu regu tidak bisa menjatuhkan batu “gasangan” maka regu tersebut dianggap kalah dan harus digantikan regu yang jaga atau “nggasang”. Namun jika salah satu pemain bisa menjatuhkan batu “gasangan” dengan batu “gacuk” maka dilanjutkan ke permainan kedua.

 

Tahap kedua, regu yang bermain (menang) berdiri lagi di belakang garis saku atau garis 1. Semua anak meletakkan garis “gacuk” di atas jari-jari kaki lalu diayun-ayunkan sambil “engklek” menuju garis “gasangan” masing-masing hingga melewati garis “gasangan” atau garis 3. Setelah melewati lalu membalikkan badan dan melemparkan batu “gacuk” ke arah batu “gasangan” lewat kaki yang ada batu “gacuknya”. Jika batu “gasangan” roboh, maka ia berhak untuk membantu temannya yang gagal merobohkan batu “gasangan”. Namun jika ia sendiri gagal merobohkan batu “gasangan” bisa dibantu temannya. Saat merobohkan batu “gasangan” harus dengan kekuatan agar batu yang dilempari sasaran bisa roboh. Sebab kadang-kadang walaupun sudah dirobohkan, tetapi jika tidak kuat, maka batu “gasangan” tidak mau roboh. Jika regu pemenang semua berhasil merobohkan batu “gasangan” maka bisa melanjutkan pada permainan tahap ketiga. Namun jika tidak berhasil,misalnya ada satu batu “gasangan” yang gagal dirobohkan, maka regu yang jaga, misalnya regu B, berhak untuk gantian bermain. Namun jika nanti regu B juga telah “mati” maka regu A yang kembali bermain harus memulai bermain dari tahap kedua ini, dan tidak harus bermain dari awal lagi.

Pada permainan tahap ketiga, regu A yang telah dapat merobohkan semua batu “gasangan” kembali ke garis 1. Semua anak regu A meletakkan kembali batu “gacuk” di atas jari-jari kaki. Mereka berusaha untuk mengincar batu “gasangannya” masing-masing. Setelah meletakkan gatu “gacuk” di atas jari-jari kaki, maka dengan sekali langkah, batu “gacuk” dilemparkan ke sasaran batu “gasangan” dan harus kena. Jika ada pemain dari regu A yang tidak dapat merobohkan batu “gasangan” maka bisa dibantu teman lain satu regu yang telah berhasil merobohkan batu “gasangan”. Namun jika ada satu batu “gasangan” yang tidak dapat dirobohkan, maka regu A tidak dapat meneruskan permainan dan harus diganti regu B. Sebaliknya jika regu A berhasil merobohkan semua batu “gasangan” maka dapat melanjutkan ke langkah permainan yang keempat.

Semua anak Regu A kembali ke garis 1 untuk memulai permainan tahap keempat (tahap terakhir dari permainan gamparan). Semua anak regu A meletakkan batu “gacuk” di atas kepala lalu berjalan pelan-pelan menuju masing-masing batu “gasangan”. Setelah tiba di garis ketiga dan berdekatan dengan batu “gasangan” maka segera menundukkan kepala untuk menjatuhkan batu “gacuk” menuju sasaran batu “gasangan”. Jika si anak dapat merobohkan batu “gasangan” maka ia dapat membantu temannya yang gagal merobohkan batu “gasangan”. Jika regu A dapat merobohkan semua batu “gasangan” maka mereka mencapai “game” dan berhak mendapatkan 1 sawah (nilai 1 point). Namun jika ada satu atau lebih batu “gasangan” yang belum sempat roboh, maka digantikan regu lawan untuk melanjutkan permainannya. Begitu pun jika regu A dapat “game” harus digantikan oleh regu B untuk bergantian bermain. Mereka terus berkejar-kejaran mencari sebanyak-banyaknya sawah dari permainan itu hingga merasa lelah, bosan, atau waktunya habis. Regu yang banyak memperoleh sawah atau nilai dianggap regu pemenang.

Permainan gamparan ini memang salah satu permainan anak tradisional karena lebih banyak membutuhkan alat-alat sederhana yang mudah dijumpai di sekitar alam, misalnya batu. Permainan ini juga membutuhkan ketrampilan, ketangkasan, serta kekuatan fisik agar bisa memenangkan permainan. Sayangnya, permainan yang membutuhkan kekompakan ini sekarang sudah sangat jarang dijumpai di masyarakat Jawa saat ini.

 

Sumber: http://arsip.tembi.net/ensiklopedi-aneka-rupa/gamparan-1-dolanan-anak-tradisional-12

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev