Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Tradisi Jawa Barat Bogor
Filosofi Tandur

   Tandur

   Apakah anda pernah mendengar kata Tandur? Tandur secara sederhana adalah kependekan dari Tanam Mundur, yaitu cara menanam padi yang sudah menjadi kebiasaan para petani,mungkin di seluruh daerah di Indonesia. Benih padi ditanam satu persatu dengan jarak tertentu oleh petani yang sambil berjalan mundur. Kenapa harus ditanam secara mundur? Nah, ternyata terdapat juga makna tersirat atau pesan yang bisa kita ambil dari teknik turun temurun ini. Yuk kita bahas.

   Sebelum itu, saya ingin bercerita tentang pengalaman saya saat pindah rumah ke daerah Ciawi, Kabupaten Bogor. Di sanalah saya pertama kali mendengar kata Tandur. Rumah saya sangat dekat dengan sawah; berjarak hanya beberapa meter di sebelah kanan dan hanya berbatasan tembok di belakang rumah. Sepulang sekolah atau hari libur, ayah saya mengajak untuk berbaur dengan lingkungan sekitar, termasuk petani yang sedang menanam padi di sawahnya. Saya pun diajari tentang kenapa sawah harus dibajak, kenapa harus dengan sapi, dan kenapa padi harus ditanam secara mundur.

   Sederhananya, padi ditanam dengan berjalan mundur karena jika ditanam dengan berjalan maju, pastilah bibit yang sudah ditanam akan terinjak dan menjadi rusak. Hanya itu saja. Tapi, saya yang saat itu masih kecil berfikir : kenapa tidak menyamping saja? bukankah akan lebih mudah jika ditanam menyamping? kalau mundur, kita tidak bisa melihat ke belakang kita sehingga mungkin bisa terbentur atau tersandung. Sekian lama pertanyaan itu ada di benak saya, sehingga akhirnya saya tahu bahwa ada makna tersembunyi di balik cara menanam mundur tersebut :

Terkadang kita harus mengalah untuk menang

  Lah, namanya saja 'mengalah', kenapa bisa jadi menang? Inilah salah satu keunikan dari filosofi tandur. Kita melihat petani yang sedang menandur berjalan mundur, tetapi sebenarnya dia sedang bergerak menuju kemajuan. Dengan menandur, ia bisa menanam padi dengan baik, lalu memanennya, lalu menjualnya untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hidup ini pun, terkadang kita harus mengalah agar permasalahan cepat selesai dengan baik. Suami istri yang bertengkar biasanya disebabkan karena tidak ada pihak yang mau mengalah. Begitu juga dengan tawuran, misalnya, kedua pihak ingin meraih kemenangan sehingga menimbulkan hal-hal yang percuma : kerusakan sarana atau bahkan korban jiwa. Dengan mengalah kita bisa mencegah masalah menjadi lebih besar.

Manusia harus mau bekerja keras

   Anda tentu bisa membayangkan lelahnya menandur. Petani harus merunduk untuk menanam benih dan memastikan benihnya tertanam dengan baik, lalu berjalan mundur, menanam benih lagi, dan seterusnya. Dari hal itu kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika ingin sukses, harus bekerja keras. Tidak ada kesuksesan yang instan, bisa dicapai dengan mudah atau muncul dengan tiba-tiba. Kesuksesan dicapai dengan perjuangan yang melelahkan dan usaha terus menerus.

Manusia harus berikhtiar dan bertawakkal

   Ikhtiar berarti usaha yang sepenuh hati dan Tawakkal berarti berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Setelah petani berusaha menanam padi, kita berserah diri kepada Tuhan karena atas kuasa-Nya padi dapat tumbuh. Bagus atau tidak hasilnya, yang penting petani sudah berusaha menanam padi dengan baik. Jika hasil panen kurang bagus, petani harus menerima dengan lapang dada dan jika hasil panen bagus, petani tidak boleh sombong dan harus mempertahankan usahanya.

 

Itulah beberapa makna dari kegiatan Tandur yang sudah dilakukan turun menurun dan menjadi budaya bangsa kita. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya dan mengimplementasikannya di kehidupan kita sehari-hari.

#OSKMITB2018

 Sumber : https://www.kompasiana.com/m.trimanto/56cfbb55ef9673fe17c6a6c3/filsafat-menanam-padi-mundur-untuk-maju (dengan perubahan)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Balai Padukuhan Klajuran
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pesanggrahan Hargopeni
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Joglo Fajar Krismanto
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline