Sejak lama, masyarakat Gunung Kidul memang terkenal akan pola kulinernya yang unik dan kreatif. Kehidupan yang cukup sulit di perbukitan karst membuat mereka harus pintar-pintar memanfaatkan sumber daya di sekitarnya. Lihat saja tiwul, gatot, atau belalang goreng yang merupakan makanan asli Gunungkidul, dikonsumsi sebagai pengganti sumber karbohidrat pada saat musim paceklik. Kekurangan asupan protein dari hewan ternak pun diatasi dengan gaya hidup entomophagy alias memakan serangga, termasuk belalang dan ulat jati.
Ulat jati memang tidak sepopuler belalang goreng yang umum dijumpai di Gunung Kidul. Larva dari ngengat Hyblaea purea ini hanya muncul pada awal musim penghujan, ketika daun-daun jati yang meranggas mulai tumbuh kembali. Pada saat inilah masyarakat Gunung Kidul ramai-ramai datang ke kebun jati untuk mengumpulkan larva dan pupa ngengat ini. Musim ulat jati pun berakhir ketika para larva ini selesai bermetamorfosis menjadi ngengat, hanya sekitar beberapa minggu sejak ledakan populasi dimulai.
Ulat jati hanya bisa ditemukan di beberapa warung dan tempat makan tertentu, seperti di Lesehan Pari Gogo di Wonosari.
Ulat dan kepompong yang baru diambil dari pohon akan dibersihkan bulunya dan dikukus untuk menghilangkan racun di kulitnya. Setelah matang, ulat bisa disimpan atau langsung digoreng dengan bumbu bacem, bumbu balado, dan berbagai bumbu lain untuk dimakan sebagai lauk atau camilan.
Begitu memasuki mulut, rasa renyah dari eksoskeleton si ulat terasa mendominasi, rasa renyah ini digantikan rasa asin dan gurih dari bagian dalam tubuh si ulat, mirip seperti rasa udang.
Kebiasaan mengonsumsi satwa yang tidak lazim ini bermula dari masa gaber (krisis ekonomi dan musim paceklik di tahun 1960-an). Karena bahan makanan sangat mahal dan sulit didapat, masyarakat Gunung Kidul pun beradaptasi dengan alternatif makanan lain yang bisa ditemukan, termasuk belalang dan ulat jati sebagai alternatif protein pengganti daging. Karena rasanya yang cukup lezat, kebiasaan ini pun diwariskan secara turun-menurun sebagai suatu kearifan lokal yang berharga.
Biasanya, orang yang alergi terhadap makanan laut (udang, kepiting, cumi-cumi dan lain-lain) bisa mengalami reaksi alergi yang sama ketika memakan ulat jati. Hal ini disebabkan oleh kehadiran kelompok protein tropomyosin tertentu yang ada di jaringan tubuh si ulat dan beberapa satwa lain. Untuk mengatasinya cobanya tunggu reaksi sekitar 10 menit lalu coba sedikit lagi. Kalau sampai 30 menit tidak ada reaksi silahkan makan sepuasnya, tapi jangan banyak-banyak karena reaksi alerginya bermacam-macam.
Setiap 100 gram ulat kering mengandung protein hingga 68 gram; lebih tinggi dari kandungan protein daging sapi yang hanya 26 gram. Kandungan lemak yang dimiliki ulat juga lebih rendah daripada sapi, hanya sekitar 5.6 gram per 100 gram ulat kering (kandungan lemak sapi mencapai 15 gram/100 gram daging sapi). Selain nutrisi yang tinggi, ulat jati juga memiliki produktivitas yang lebih tinggi dengan carbon footprint yang rendah, sehingga lebih ramah lingkungan.
Sumber:
https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/ungkrung/
http://www.hipwee.com/travel/6-sajian-kuliner-tak-biasa-yang-bisa-kamu-cicipi-ketika-blusukan-ke-jogja/
http://daftarwisatajogja.blogspot.co.id/2016/06/daftar-kuliner-makanan-aneh-dari.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja