|
|
|
|
“ELHA” TRADISI BERBURU TRADISIONAL ORANG SENTANI DI KAMPUNG AYAPO KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA Tanggal 02 Jan 2016 oleh Iriansyah . |
ELHA atau berburu tradisional secara kelompok pada umumnya orang Sentani dan lebih khusus pada masyarakat Ayapo Sentani-Timur kabupaten Jayapura. ELHAini sudah jarang dilakukan oleh beberapa komunitas orang Sentani akan tetapi masih dipertahankan oleh beberapa kampung di pesisir Danau antara lain Komunitas Orang Sentani yang Berada di Kampung Ayapo. Pelaksanaan Elha bagi masyarakat Ayapo, mempunyai nilai yang tinggi seperti hajatan baik itu untuk keluarga Ondofolo maupun Hajatan keluar untuk masyarakat kampung.
Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa “Elha” ini merupakan hak yang melekat pada Ondoafolo itu sendiri. Dalam melaksanakan Elha, Ondofolo akan memanggil beberapa kepala suku (khotelo) untuk bermusyawarah dari hasil musyawarah ini Ondofolo akan memanggil Pesuruh (abuakho) untuk mengumumkan kepada masyarakat kampung pada malam hari. Pesuruh (abuakho) akan berjalan sambil mengabarkan dengan lantang bahwa akan dilaksanakan Elha, dengan demikian kaum pria akan mempersiapkan diri dengan peralatan berburunya, dan menjaga diri dari beberapa pantangan yang sudah menjadi tradisi mereka. Pesuruh (abuakho) yang melakukan tugas ini adalah Marga Ohodo(Nelhe)dan Tukayo(Niway).
Pantangan sebelum melaksanakan Elha yang harus dihindari adalah; tidak boleh melakukan hubungan badan dengan istri, tidur terpisah dari kaum wanita, tidak boleh makan pagi, tidak boleh menoleh apabila di tegur orang.
Peralatan berburu yang digunakan berupa tombak, masyarakat Kampung Ayapo tidak menggunakan busur panah. Ini disebabkan karena tergantung dengan letak geografi dari kampung itu sendiri yang berupa daerah perbukitan yang diselimuti dengan rerumputan tebal atau alang-alang. Ini sangat berbeda dengan kampung–kampung lain dengan karakteristik lingkungan kampung mereka.
Sebelum Pelaksanaan Elha, dilakukan ritual khususoleh pesuruh (abuakho) dalam hal ini dilakukan oleh Marga Pulanda dan Ohodo. Mereka akan menyalakan Api diperbukitan untuk mengumpulkan masyarakat (kaum pria) sebagai tanda kepada masyarakat kampung bahwa Elha siap dilaksanakan. Setelah berkumpulnya masyarakat pada titik api yang ditentukan maka mereka akan mengatur arah dan strategi, sebelum menuju lokasi perburuan, maka akan dilakukan proses pembersian diri oleh pesuruh(abuakho) yang memlambangkan pembersian diri dari segala hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan Elhaseperti; menghindari musibah dalam pelaksanaan Elha, Memberi Kekuatan dan motifasi bagi orang yang terlibat dalam kegiatan Elha. Kegiatan pembersihan ditandai dengan ditabiskan dengan daun adat (Kamea/puring) yang di tepuk pada pundak setiap peserta Elha.
Ada beberapa Lokasi perburuan yang telah ada untuk pelakasnaan Elha ini. Lokasi ini dalam bahasa Sentani disebut “ELHABU”. Penentuan lokasi ini dilakukan oleh marga tertentu yang mempunyai tugas dan fungsi dalam keondofoloan, dalam keodofoloan kampung Ayapo yang bertugas dalam penentuan Elhabuini biasa dilaksanakan oleh marga Pulanda (hebherouw) dan Ohodo(Nelhe). Apabila pelaksanaan Elhadilaksanakan di bagian barat kampung Ayapo, maka yang bertugas adalah marga Ohodo (Nelhe) dan sebaliknya apabila dilaksanakan di bagian timur yang bertugas menentukan lokasi Elhabu adalah marga Pulanda (hebherouw).
Pelakasnaan ELHA biasanya lakukan oleh kaum pria dewasa secara berkelompok sampai dengan 60 orang bahkan lebih, yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pengusir (Melhi) dan kelompok penikam (Yokho). Kelompok pengusir biasanya jumlahnya lebih banyak dari pada kelompok penikam. Waktu pelaksanaan Elha dilakukan pada pagi hari hingga siang hari.
Apabila hasil buruan telah di dapat, maka masyarakat yang terlibat dalam Elha akan menghiasi dirinya dengan dedaunan dan melantunkan lagu atau syair sukacita oleh semua peserta. Sebelum hasil buruhan dibawa ke kampung maka akan ada orang yang membawa berita kepada ondofolo bahwa mereka telah mendapatkan hasil buruan di lokasi elhabu tertentu dan menyampaikan siapa yang menikam hasil buruan ini, kabar berita ini akan dibawakan oleh marga Ohodo dan Tukayo.
Namu seandainya marga Puhili atau Deda yang menyampaikan berita ini, maka ini menandakan bahwa ada hal yang buruk terjadi dalam proses perburuan contohnya ada yang mengalami luka akibat serangan babi hutan.
Dalam Proses Elha ini apabila ada orang atau anak muda yang pertama kali menikam babi, maka ada syair tertentu yang dinyanyikan sehingga orang di kampung akan mengetahui berita ini dan disambut oleh orang tua mereka karena merasa bangga akan pencapaian yang dilakukan oleh suami atau anaknya. Dan menurut kepercayaan mereka bahwa yang menikam ini akan selalu berhasil dalam setiap buruan yang dilakukan.Peserta Elha dalam perburuan mendapat buruan seperti kangguru, burung, tikus tanah maka akan diserahkan kepada marga Pulanda dan Ohodo atau Tokayo.
Hasil buruan akan di arak dengan nyanyian dan tarian menuju ke obhe (balai adat) untuk disembeli.Pembagian hasil buruan, tergantung kepentingan, ada beberapa jenis buruan atau obhoburu contoh; hajatan kampung hanya di ondofolo dan kepala suku (khotelo), bagian obho heai (bagian rahang bawa, dada dan perut) untuk ondofolo, dan untuk khotelo atau untuk kepentingan masyarakat umum seperti membuat perahu, atau masyarakat akan keluar kampung dalam hajatan besar makan akan mengalami perubahan, bagian heai (bagian rahang bawa, dada dan perut) tetap menjadi hak ondofolo, bagian lengan (yalho)dan paha(bheare) akan di bagikan kepada marga tertentu.
Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Elha ini adalah nilai gotong royong, nilai keperdulian dan nilai kejantanan, wibawa dan kekuatan. Nilai kejantanan, wibawa dan kekuatanini secara tidak langsung dilihat oleh para orang tua. Mereka akan menilai para generasi muda yang terlibat dalam pelaksanaan Elha. Apabila para pemuda yang terlibat tidak mempunyai kekuatan dalam proses elha ini, maka mereka dianggap sudah telah melanggar pantangan dalam kehidupan tradisi budaya mereka atau dalam bahasa orang Sentani disebut hokhom. Hokhom adalah sesuatu menurut orang Sentani yang tidak bisa dilihat seperti; hubungan intimsebelum waktunya, tidur bersamaan dengan wanita yang mengalami haid, dan pantangan lainnya. Pantangan-pantangan ini merupakan sesuatu yang membuat seorang pria lambat untuk bergerak dan pola pikirnya sudah tidak sesuai dengan aturan budaya mereka.
Semua norma budaya yang telah ditanamkan dari waktu ke waktu pada orang Sentani dulunya diajarkan pada rumah inisiasi pria (khombo imea).Norma ini diharapkan dapat dijaga sehingga hokhom ini tidak terjadi pada generasi mereka.
Keberadaan ELHA merupakan salah satu bukti nyata keberadaan budaya yang mempunyai nilai tersendiri bagi komunitas masyarakat adat Sentani pada umumnya dan lebih khusus pada Kampung Ayapo dan sebagai kekayaan khazanah budaya bangsa yang patut di lestarikan demi kehidupan kedepan.
sumber :
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjayapura/2014/04/26/elha-tradisi-berburu-tradisional-orang-sentani-di-kampung-ayapo-kabupaten-jayapura-provinsi-papua/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |