EKSPEDISI KAJANG
Kami dari tim Sobat Budaya Makassar melakukan ekspedisi selama 3 hari ke daerah Kajang, Sulawesi Selatan. Ekspedisi ini dilakukan karena Kajang adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat mistis yang cukup tingg idan terkenal oleh masyarakat luas utamanya Sul-Sel bahkan ke mancanegara. Saat itu kami dari tim ekspedisi masuk ke Kajang dalam sebanyak kurang lebih 10 orang untuk mendata apa-apa saja yang terjadi di dalam daerah Kajang dalam. Perlu diketahui bahwa Kajang terbagi 2 yakni Kajang dalam dan Kajang Luar, dan yang memiliki tingkat mistis yang dikenal oleh banyak orang adalah daerah Kajang dalam. Saat itu kami memakai pakaian hitam-hitam dari atas sampai bawah, ini dikarenakan oleh aturan yang telah ditetapkan oleh ammatoa atau kepala suku Kajang dalam. Kami berjalan kaki menelusuri jalanan bebatuan tanpa alas kaki selama beberapa kilometer untuk melihat situasi di dalam. Setelah berjalan beberapa meter, Kami melihat rumah panggung pertama yang begitu besar dikenal sebagai rumah untuk para tamu agung dan pejabat untuk menyambut kedatangan mereka. Melanjutkan perjalanan beberapa kilometer, kami dari tim ekspeditor masuk ke rumah “AMMATOA” adalah rumah kepala suku Kajang dalam. Karakter rumah para warga di dalam yaitu dapurnya berada pada bagian depan rumah, terdapat kepala kerbau yang telah disembelih yang digantung diatas atap rumah dan ada 1 kamar. Pada saat itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah mengapa si bapak tersebut bisa diangkat sebagai Ammatoa, Jawabannya tidak begitu rumit, bapak menjawab pertanyaan dengan begitu lugas bahwa dia terpilih karena seleksi masyarakat kajang dalam dan seleksi alam. Begitu banyak hal mistis yang Ammatoa ketahui, dia terpilih karena banyak hal yang telah dilakukan dan dikorbankan untuk masyarakat, tapi dia juga tidak bisa banyak menceritakan tentang hal-hal mistis yang telah dilaluinya. Pakaian yang dikenakan oleh Ammatoa adalah baju kain hitam yang dijahit sendiri dan sarung hitam tenun (tope) sebutan dari orang kajang yang dijahit sendiri hingga memakan waktu 2 bulan serta sorban hitam yang ada di kepalanya. Hal lain yang diceritakan oleh Ammatoa adalah ketika para warganya melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum oleh hukuman berdasarkan adat kajang sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat. Semakin tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan, maka semakin fatal hukuman yang akan diberikan, berdasarkan kesepakatan para warga dan tentunya oleh Ammatoa. Selain itu, hal lain yang diceritakan adalah tentang perempuan atau gadis kajang yang akan menikah syaratnya adalah para gadis itu harus menguasai untuk memasak dan menenun, karena bagi para masyarakat Kajang, percuma seorang wanita diajak untuk berumah tangga jika dia tidak pandai dalam memasak dan menenun. Saat gadis Kajang ingin menikah kemungkinan calon mempelai lelaki itu juga berasal dari daerah kajang dalam, tapi juga tidak menutup kemungkinan dia mendapatkan jodoh dari luar daerah kajang. Tapi hal menarik yang saya tangkap saat itu adalah, kebanyakan gadis dan lelaki bahkan para warga sekitar Kajang dalam, mereka kurang menimba ilmu pendidikan yang formal di sekolah, mereka hanya mengandalkan ilmu dari kalangan daerah mereka. Tetapi uniknya disini adalah, anak dari Ammatoa atau kepala suku membiarkan anaknya untuk bersekolah diluar daerah kajang dalam untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dan membebaskan anaknya untuk memilih aturan atau bahkan tidak mengikuti aturan yang dilakukan oleh ayahnya. Anaknya kebetulan berkuliah di Universitas yang sama dengan saya, dan anaknya pun tidak tinggal di daerah kajang dalam, melainkan dia tinggal di daerah kajang luar. Aturan yang harus diikuti ketika ingin memasuki Kajang dalam, saat kita berjalan dari luar, ketika masuk kita harus melepas alas kaki dan memakai pakaian hitam-hitam. Kajang sudah terkenal di mancanegara, ini dibuktikan dengan adanya turis mancanegara yang juga berkunjung dengan tour guide pada saat saya melakukan ekspedisi disana. Tetapi, nampaknya aturan itu sudah terseleksi oleh alam dan modernitas saat sekarang, orang-orang sudah bisa memakai pakaian dengan warna lain dan sudah bisa menggunakan alas kaki. Tapi saat saya kesana, situasi disana sangat hening, banyak anjing dan pepohonan, tak ada kendaraan dan tak boleh ada kutipan foto dan kamera serta alat modern yang digunakan untuk mengambil gambar. Kita tidak boleh banyak bicara sembarangan dan hanya diam ketika melihat hal-hal aneh. Rumah-rumah warga adalah rumah panggung da di setiap rumah dibawahnya terdapat alat tenun. Intinya kami belajar banyak hal, tentang bagaimana menjaga sebuah ketradisionalan budaya, meghargai budaya laian dan melestarikan budaya atau adat budaya kita. Semoga artikel yang saya buat bermanfaat, dan kita bisa menyadari bahwa warisan budaya yang ada di Indonesia begitu banyak, mari bersama-sama untuk mendata budaya sebagan bukti bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan budayanya dan menjaganya. Terima kasih.
EKSPEDISI KAJANG
Kami dari tim Sobat Budaya Makassar melakukan ekspedisi selama 3 hari ke daerah Kajang, Sulawesi Selatan. Ekspedisi ini dilakukan karena Kajang adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat mistis yang cukup tingg idan terkenal oleh masyarakat luas utamanya Sul-Sel bahkan ke mancanegara. Saat itu kami dari tim ekspedisi masuk ke Kajang dalam sebanyak kurang lebih 10 orang untuk mendata apa-apa saja yang terjadi di dalam daerah Kajang dalam. Perlu diketahui bahwa Kajang terbagi 2 yakni Kajang dalam dan Kajang Luar, dan yang memiliki tingkat mistis yang dikenal oleh banyak orang adalah daerah Kajang dalam. Saat itu kami memakai pakaian hitam-hitam dari atas sampai bawah, ini dikarenakan oleh aturan yang telah ditetapkan oleh ammatoa atau kepala suku Kajang dalam. Kami berjalan kaki menelusuri jalanan bebatuan tanpa alas kaki selama beberapa kilometer untuk melihat situasi di dalam. Setelah berjalan beberapa meter, Kami melihat rumah panggung pertama yang begitu besar dikenal sebagai rumah untuk para tamu agung dan pejabat untuk menyambut kedatangan mereka. Melanjutkan perjalanan beberapa kilometer, kami dari tim ekspeditor masuk ke rumah “AMMATOA” adalah rumah kepala suku Kajang dalam. Karakter rumah para warga di dalam yaitu dapurnya berada pada bagian depan rumah, terdapat kepala kerbau yang telah disembelih yang digantung diatas atap rumah dan ada 1 kamar. Pada saat itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah mengapa si bapak tersebut bisa diangkat sebagai Ammatoa, Jawabannya tidak begitu rumit, bapak menjawab pertanyaan dengan begitu lugas bahwa dia terpilih karena seleksi masyarakat kajang dalam dan seleksi alam. Begitu banyak hal mistis yang Ammatoa ketahui, dia terpilih karena banyak hal yang telah dilakukan dan dikorbankan untuk masyarakat, tapi dia juga tidak bisa banyak menceritakan tentang hal-hal mistis yang telah dilaluinya. Pakaian yang dikenakan oleh Ammatoa adalah baju kain hitam yang dijahit sendiri dan sarung hitam tenun (tope) sebutan dari orang kajang yang dijahit sendiri hingga memakan waktu 2 bulan serta sorban hitam yang ada di kepalanya. Hal lain yang diceritakan oleh Ammatoa adalah ketika para warganya melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum oleh hukuman berdasarkan adat kajang sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat. Semakin tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan, maka semakin fatal hukuman yang akan diberikan, berdasarkan kesepakatan para warga dan tentunya oleh Ammatoa. Selain itu, hal lain yang diceritakan adalah tentang perempuan atau gadis kajang yang akan menikah syaratnya adalah para gadis itu harus menguasai untuk memasak dan menenun, karena bagi para masyarakat Kajang, percuma seorang wanita diajak untuk berumah tangga jika dia tidak pandai dalam memasak dan menenun. Saat gadis Kajang ingin menikah kemungkinan calon mempelai lelaki itu juga berasal dari daerah kajang dalam, tapi juga tidak menutup kemungkinan dia mendapatkan jodoh dari luar daerah kajang. Tapi hal menarik yang saya tangkap saat itu adalah, kebanyakan gadis dan lelaki bahkan para warga sekitar Kajang dalam, mereka kurang menimba ilmu pendidikan yang formal di sekolah, mereka hanya mengandalkan ilmu dari kalangan daerah mereka. Tetapi uniknya disini adalah, anak dari Ammatoa atau kepala suku membiarkan anaknya untuk bersekolah diluar daerah kajang dalam untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dan membebaskan anaknya untuk memilih aturan atau bahkan tidak mengikuti aturan yang dilakukan oleh ayahnya. Anaknya kebetulan berkuliah di Universitas yang sama dengan saya, dan anaknya pun tidak tinggal di daerah kajang dalam, melainkan dia tinggal di daerah kajang luar. Aturan yang harus diikuti ketika ingin memasuki Kajang dalam, saat kita berjalan dari luar, ketika masuk kita harus melepas alas kaki dan memakai pakaian hitam-hitam. Kajang sudah terkenal di mancanegara, ini dibuktikan dengan adanya turis mancanegara yang juga berkunjung dengan tour guide pada saat saya melakukan ekspedisi disana. Tetapi, nampaknya aturan itu sudah terseleksi oleh alam dan modernitas saat sekarang, orang-orang sudah bisa memakai pakaian dengan warna lain dan sudah bisa menggunakan alas kaki. Tapi saat saya kesana, situasi disana sangat hening, banyak anjing dan pepohonan, tak ada kendaraan dan tak boleh ada kutipan foto dan kamera serta alat modern yang digunakan untuk mengambil gambar. Kita tidak boleh banyak bicara sembarangan dan hanya diam ketika melihat hal-hal aneh. Rumah-rumah warga adalah rumah panggung da di setiap rumah dibawahnya terdapat alat tenun. Intinya kami belajar banyak hal, tentang bagaimana menjaga sebuah ketradisionalan budaya, meghargai budaya laian dan melestarikan budaya atau adat budaya kita. Semoga artikel yang saya buat bermanfaat, dan kita bisa menyadari bahwa warisan budaya yang ada di Indonesia begitu banyak, mari bersama-sama untuk mendata budaya sebagan bukti bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan budayanya dan menjaganya. Terima kasih.
EKSPEDISI KAJANG
Kami dari tim Sobat Budaya Makassar melakukan ekspedisi selama 3 hari ke daerah Kajang, Sulawesi Selatan. Ekspedisi ini dilakukan karena Kajang adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat mistis yang cukup tingg idan terkenal oleh masyarakat luas utamanya Sul-Sel bahkan ke mancanegara. Saat itu kami dari tim ekspedisi masuk ke Kajang dalam sebanyak kurang lebih 10 orang untuk mendata apa-apa saja yang terjadi di dalam daerah Kajang dalam. Perlu diketahui bahwa Kajang terbagi 2 yakni Kajang dalam dan Kajang Luar, dan yang memiliki tingkat mistis yang dikenal oleh banyak orang adalah daerah Kajang dalam. Saat itu kami memakai pakaian hitam-hitam dari atas sampai bawah, ini dikarenakan oleh aturan yang telah ditetapkan oleh ammatoa atau kepala suku Kajang dalam. Kami berjalan kaki menelusuri jalanan bebatuan tanpa alas kaki selama beberapa kilometer untuk melihat situasi di dalam. Setelah berjalan beberapa meter, Kami melihat rumah panggung pertama yang begitu besar dikenal sebagai rumah untuk para tamu agung dan pejabat untuk menyambut kedatangan mereka. Melanjutkan perjalanan beberapa kilometer, kami dari tim ekspeditor masuk ke rumah “AMMATOA” adalah rumah kepala suku Kajang dalam. Karakter rumah para warga di dalam yaitu dapurnya berada pada bagian depan rumah, terdapat kepala kerbau yang telah disembelih yang digantung diatas atap rumah dan ada 1 kamar. Pada saat itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah mengapa si bapak tersebut bisa diangkat sebagai Ammatoa, Jawabannya tidak begitu rumit, bapak menjawab pertanyaan dengan begitu lugas bahwa dia terpilih karena seleksi masyarakat kajang dalam dan seleksi alam. Begitu banyak hal mistis yang Ammatoa ketahui, dia terpilih karena banyak hal yang telah dilakukan dan dikorbankan untuk masyarakat, tapi dia juga tidak bisa banyak menceritakan tentang hal-hal mistis yang telah dilaluinya. Pakaian yang dikenakan oleh Ammatoa adalah baju kain hitam yang dijahit sendiri dan sarung hitam tenun (tope) sebutan dari orang kajang yang dijahit sendiri hingga memakan waktu 2 bulan serta sorban hitam yang ada di kepalanya. Hal lain yang diceritakan oleh Ammatoa adalah ketika para warganya melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum oleh hukuman berdasarkan adat kajang sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat. Semakin tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan, maka semakin fatal hukuman yang akan diberikan, berdasarkan kesepakatan para warga dan tentunya oleh Ammatoa. Selain itu, hal lain yang diceritakan adalah tentang perempuan atau gadis kajang yang akan menikah syaratnya adalah para gadis itu harus menguasai untuk memasak dan menenun, karena bagi para masyarakat Kajang, percuma seorang wanita diajak untuk berumah tangga jika dia tidak pandai dalam memasak dan menenun. Saat gadis Kajang ingin menikah kemungkinan calon mempelai lelaki itu juga berasal dari daerah kajang dalam, tapi juga tidak menutup kemungkinan dia mendapatkan jodoh dari luar daerah kajang. Tapi hal menarik yang saya tangkap saat itu adalah, kebanyakan gadis dan lelaki bahkan para warga sekitar Kajang dalam, mereka kurang menimba ilmu pendidikan yang formal di sekolah, mereka hanya mengandalkan ilmu dari kalangan daerah mereka. Tetapi uniknya disini adalah, anak dari Ammatoa atau kepala suku membiarkan anaknya untuk bersekolah diluar daerah kajang dalam untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dan membebaskan anaknya untuk memilih aturan atau bahkan tidak mengikuti aturan yang dilakukan oleh ayahnya. Anaknya kebetulan berkuliah di Universitas yang sama dengan saya, dan anaknya pun tidak tinggal di daerah kajang dalam, melainkan dia tinggal di daerah kajang luar. Aturan yang harus diikuti ketika ingin memasuki Kajang dalam, saat kita berjalan dari luar, ketika masuk kita harus melepas alas kaki dan memakai pakaian hitam-hitam. Kajang sudah terkenal di mancanegara, ini dibuktikan dengan adanya turis mancanegara yang juga berkunjung dengan tour guide pada saat saya melakukan ekspedisi disana. Tetapi, nampaknya aturan itu sudah terseleksi oleh alam dan modernitas saat sekarang, orang-orang sudah bisa memakai pakaian dengan warna lain dan sudah bisa menggunakan alas kaki. Tapi saat saya kesana, situasi disana sangat hening, banyak anjing dan pepohonan, tak ada kendaraan dan tak boleh ada kutipan foto dan kamera serta alat modern yang digunakan untuk mengambil gambar. Kita tidak boleh banyak bicara sembarangan dan hanya diam ketika melihat hal-hal aneh. Rumah-rumah warga adalah rumah panggung da di setiap rumah dibawahnya terdapat alat tenun. Intinya kami belajar banyak hal, tentang bagaimana menjaga sebuah ketradisionalan budaya, meghargai budaya laian dan melestarikan budaya atau adat budaya kita. Semoga artikel yang saya buat bermanfaat, dan kita bisa menyadari bahwa warisan budaya yang ada di Indonesia begitu banyak, mari bersama-sama untuk mendata budaya sebagan bukti bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan budayanya dan menjaganya. Terima kasih.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja