×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

ADAT DAN RITUAL

Provinsi

Sulawesi Selatan

Asal Daerah

KAJANG, BULUKUMBA

EKSPEDISI KAJANG

Tanggal 21 Apr 2016 oleh Ikanurfahmikahar .

EKSPEDISI KAJANG

Kami dari tim Sobat Budaya Makassar melakukan ekspedisi selama 3 hari ke daerah Kajang, Sulawesi Selatan. Ekspedisi ini dilakukan karena Kajang adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat mistis yang cukup tingg idan terkenal oleh masyarakat luas utamanya Sul-Sel bahkan ke mancanegara. Saat itu kami dari tim ekspedisi masuk ke Kajang dalam sebanyak kurang lebih 10 orang untuk mendata apa-apa saja yang terjadi di dalam daerah Kajang dalam. Perlu diketahui bahwa Kajang terbagi 2 yakni Kajang dalam dan Kajang Luar, dan yang memiliki tingkat mistis yang dikenal oleh banyak orang adalah daerah Kajang dalam. Saat itu kami memakai pakaian hitam-hitam dari atas sampai bawah, ini dikarenakan oleh aturan yang telah ditetapkan oleh ammatoa atau kepala suku Kajang dalam. Kami berjalan kaki menelusuri jalanan bebatuan tanpa alas kaki selama beberapa kilometer untuk melihat situasi di dalam. Setelah berjalan beberapa meter, Kami melihat rumah panggung pertama yang begitu besar dikenal sebagai rumah untuk para tamu agung dan pejabat untuk menyambut kedatangan mereka. Melanjutkan perjalanan beberapa kilometer, kami dari tim ekspeditor masuk ke rumah “AMMATOA” adalah rumah kepala suku Kajang dalam. Karakter rumah para warga di dalam yaitu dapurnya berada pada bagian depan rumah, terdapat kepala kerbau yang telah disembelih yang digantung diatas atap rumah dan ada 1 kamar. Pada saat itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah mengapa si bapak tersebut bisa diangkat sebagai Ammatoa, Jawabannya tidak begitu rumit, bapak menjawab pertanyaan dengan begitu lugas bahwa dia terpilih karena seleksi masyarakat kajang dalam dan seleksi alam. Begitu banyak hal mistis yang Ammatoa ketahui, dia terpilih karena banyak hal yang telah dilakukan dan dikorbankan untuk masyarakat, tapi dia juga tidak bisa banyak menceritakan tentang hal-hal mistis yang telah dilaluinya. Pakaian yang dikenakan oleh Ammatoa adalah baju kain hitam yang dijahit sendiri dan sarung hitam tenun (tope) sebutan dari orang kajang yang dijahit sendiri hingga memakan waktu 2 bulan serta sorban hitam yang ada di kepalanya. Hal lain yang diceritakan oleh Ammatoa adalah ketika para warganya melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum oleh hukuman berdasarkan adat kajang sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat. Semakin tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan, maka semakin fatal hukuman yang akan diberikan, berdasarkan kesepakatan para warga dan tentunya oleh Ammatoa. Selain itu, hal lain yang diceritakan adalah tentang perempuan atau gadis kajang yang akan menikah syaratnya adalah para gadis itu harus menguasai untuk memasak dan menenun, karena bagi para masyarakat Kajang, percuma seorang wanita diajak untuk berumah tangga jika dia tidak pandai dalam memasak dan menenun. Saat gadis Kajang ingin menikah kemungkinan calon mempelai lelaki itu juga berasal dari daerah kajang dalam, tapi juga tidak menutup kemungkinan dia mendapatkan jodoh dari luar daerah kajang. Tapi hal menarik yang saya tangkap saat itu adalah, kebanyakan gadis dan lelaki bahkan para warga sekitar Kajang dalam, mereka kurang menimba ilmu pendidikan yang formal di sekolah, mereka hanya mengandalkan ilmu dari kalangan daerah mereka. Tetapi uniknya disini adalah, anak dari Ammatoa atau kepala suku membiarkan anaknya untuk bersekolah diluar daerah kajang dalam untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dan membebaskan anaknya untuk memilih aturan atau bahkan tidak mengikuti aturan yang dilakukan oleh ayahnya. Anaknya kebetulan berkuliah di Universitas yang sama dengan saya, dan anaknya pun tidak tinggal di daerah kajang dalam, melainkan dia tinggal di daerah kajang luar. Aturan yang harus diikuti ketika ingin memasuki Kajang dalam, saat kita berjalan dari luar, ketika masuk kita harus melepas alas kaki dan memakai pakaian hitam-hitam. Kajang sudah terkenal di mancanegara, ini dibuktikan dengan adanya turis mancanegara yang juga berkunjung dengan tour guide pada saat saya melakukan ekspedisi disana. Tetapi, nampaknya aturan itu sudah terseleksi oleh alam dan modernitas saat sekarang, orang-orang sudah bisa memakai pakaian dengan warna lain dan sudah bisa menggunakan alas kaki. Tapi saat saya kesana, situasi disana sangat hening, banyak anjing dan pepohonan, tak ada kendaraan dan tak boleh ada kutipan foto dan kamera serta alat modern yang digunakan untuk mengambil gambar. Kita tidak boleh banyak bicara sembarangan dan hanya diam ketika melihat hal-hal aneh. Rumah-rumah warga adalah rumah panggung da di setiap rumah dibawahnya terdapat alat tenun. Intinya kami belajar banyak hal, tentang bagaimana menjaga sebuah ketradisionalan budaya, meghargai budaya laian dan melestarikan budaya atau adat budaya kita. Semoga artikel yang saya buat bermanfaat, dan kita bisa menyadari bahwa warisan budaya yang ada di Indonesia begitu banyak, mari bersama-sama untuk mendata budaya sebagan bukti bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan budayanya dan menjaganya. Terima kasih.

EKSPEDISI KAJANG

Kami dari tim Sobat Budaya Makassar melakukan ekspedisi selama 3 hari ke daerah Kajang, Sulawesi Selatan. Ekspedisi ini dilakukan karena Kajang adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat mistis yang cukup tingg idan terkenal oleh masyarakat luas utamanya Sul-Sel bahkan ke mancanegara. Saat itu kami dari tim ekspedisi masuk ke Kajang dalam sebanyak kurang lebih 10 orang untuk mendata apa-apa saja yang terjadi di dalam daerah Kajang dalam. Perlu diketahui bahwa Kajang terbagi 2 yakni Kajang dalam dan Kajang Luar, dan yang memiliki tingkat mistis yang dikenal oleh banyak orang adalah daerah Kajang dalam. Saat itu kami memakai pakaian hitam-hitam dari atas sampai bawah, ini dikarenakan oleh aturan yang telah ditetapkan oleh ammatoa atau kepala suku Kajang dalam. Kami berjalan kaki menelusuri jalanan bebatuan tanpa alas kaki selama beberapa kilometer untuk melihat situasi di dalam. Setelah berjalan beberapa meter, Kami melihat rumah panggung pertama yang begitu besar dikenal sebagai rumah untuk para tamu agung dan pejabat untuk menyambut kedatangan mereka. Melanjutkan perjalanan beberapa kilometer, kami dari tim ekspeditor masuk ke rumah “AMMATOA” adalah rumah kepala suku Kajang dalam. Karakter rumah para warga di dalam yaitu dapurnya berada pada bagian depan rumah, terdapat kepala kerbau yang telah disembelih yang digantung diatas atap rumah dan ada 1 kamar. Pada saat itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah mengapa si bapak tersebut bisa diangkat sebagai Ammatoa, Jawabannya tidak begitu rumit, bapak menjawab pertanyaan dengan begitu lugas bahwa dia terpilih karena seleksi masyarakat kajang dalam dan seleksi alam. Begitu banyak hal mistis yang Ammatoa ketahui, dia terpilih karena banyak hal yang telah dilakukan dan dikorbankan untuk masyarakat, tapi dia juga tidak bisa banyak menceritakan tentang hal-hal mistis yang telah dilaluinya. Pakaian yang dikenakan oleh Ammatoa adalah baju kain hitam yang dijahit sendiri dan sarung hitam tenun (tope) sebutan dari orang kajang yang dijahit sendiri hingga memakan waktu 2 bulan serta sorban hitam yang ada di kepalanya. Hal lain yang diceritakan oleh Ammatoa adalah ketika para warganya melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum oleh hukuman berdasarkan adat kajang sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat. Semakin tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan, maka semakin fatal hukuman yang akan diberikan, berdasarkan kesepakatan para warga dan tentunya oleh Ammatoa. Selain itu, hal lain yang diceritakan adalah tentang perempuan atau gadis kajang yang akan menikah syaratnya adalah para gadis itu harus menguasai untuk memasak dan menenun, karena bagi para masyarakat Kajang, percuma seorang wanita diajak untuk berumah tangga jika dia tidak pandai dalam memasak dan menenun. Saat gadis Kajang ingin menikah kemungkinan calon mempelai lelaki itu juga berasal dari daerah kajang dalam, tapi juga tidak menutup kemungkinan dia mendapatkan jodoh dari luar daerah kajang. Tapi hal menarik yang saya tangkap saat itu adalah, kebanyakan gadis dan lelaki bahkan para warga sekitar Kajang dalam, mereka kurang menimba ilmu pendidikan yang formal di sekolah, mereka hanya mengandalkan ilmu dari kalangan daerah mereka. Tetapi uniknya disini adalah, anak dari Ammatoa atau kepala suku membiarkan anaknya untuk bersekolah diluar daerah kajang dalam untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dan membebaskan anaknya untuk memilih aturan atau bahkan tidak mengikuti aturan yang dilakukan oleh ayahnya. Anaknya kebetulan berkuliah di Universitas yang sama dengan saya, dan anaknya pun tidak tinggal di daerah kajang dalam, melainkan dia tinggal di daerah kajang luar. Aturan yang harus diikuti ketika ingin memasuki Kajang dalam, saat kita berjalan dari luar, ketika masuk kita harus melepas alas kaki dan memakai pakaian hitam-hitam. Kajang sudah terkenal di mancanegara, ini dibuktikan dengan adanya turis mancanegara yang juga berkunjung dengan tour guide pada saat saya melakukan ekspedisi disana. Tetapi, nampaknya aturan itu sudah terseleksi oleh alam dan modernitas saat sekarang, orang-orang sudah bisa memakai pakaian dengan warna lain dan sudah bisa menggunakan alas kaki. Tapi saat saya kesana, situasi disana sangat hening, banyak anjing dan pepohonan, tak ada kendaraan dan tak boleh ada kutipan foto dan kamera serta alat modern yang digunakan untuk mengambil gambar. Kita tidak boleh banyak bicara sembarangan dan hanya diam ketika melihat hal-hal aneh. Rumah-rumah warga adalah rumah panggung da di setiap rumah dibawahnya terdapat alat tenun. Intinya kami belajar banyak hal, tentang bagaimana menjaga sebuah ketradisionalan budaya, meghargai budaya laian dan melestarikan budaya atau adat budaya kita. Semoga artikel yang saya buat bermanfaat, dan kita bisa menyadari bahwa warisan budaya yang ada di Indonesia begitu banyak, mari bersama-sama untuk mendata budaya sebagan bukti bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan budayanya dan menjaganya. Terima kasih.

EKSPEDISI KAJANG

Kami dari tim Sobat Budaya Makassar melakukan ekspedisi selama 3 hari ke daerah Kajang, Sulawesi Selatan. Ekspedisi ini dilakukan karena Kajang adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat mistis yang cukup tingg idan terkenal oleh masyarakat luas utamanya Sul-Sel bahkan ke mancanegara. Saat itu kami dari tim ekspedisi masuk ke Kajang dalam sebanyak kurang lebih 10 orang untuk mendata apa-apa saja yang terjadi di dalam daerah Kajang dalam. Perlu diketahui bahwa Kajang terbagi 2 yakni Kajang dalam dan Kajang Luar, dan yang memiliki tingkat mistis yang dikenal oleh banyak orang adalah daerah Kajang dalam. Saat itu kami memakai pakaian hitam-hitam dari atas sampai bawah, ini dikarenakan oleh aturan yang telah ditetapkan oleh ammatoa atau kepala suku Kajang dalam. Kami berjalan kaki menelusuri jalanan bebatuan tanpa alas kaki selama beberapa kilometer untuk melihat situasi di dalam. Setelah berjalan beberapa meter, Kami melihat rumah panggung pertama yang begitu besar dikenal sebagai rumah untuk para tamu agung dan pejabat untuk menyambut kedatangan mereka. Melanjutkan perjalanan beberapa kilometer, kami dari tim ekspeditor masuk ke rumah “AMMATOA” adalah rumah kepala suku Kajang dalam. Karakter rumah para warga di dalam yaitu dapurnya berada pada bagian depan rumah, terdapat kepala kerbau yang telah disembelih yang digantung diatas atap rumah dan ada 1 kamar. Pada saat itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah mengapa si bapak tersebut bisa diangkat sebagai Ammatoa, Jawabannya tidak begitu rumit, bapak menjawab pertanyaan dengan begitu lugas bahwa dia terpilih karena seleksi masyarakat kajang dalam dan seleksi alam. Begitu banyak hal mistis yang Ammatoa ketahui, dia terpilih karena banyak hal yang telah dilakukan dan dikorbankan untuk masyarakat, tapi dia juga tidak bisa banyak menceritakan tentang hal-hal mistis yang telah dilaluinya. Pakaian yang dikenakan oleh Ammatoa adalah baju kain hitam yang dijahit sendiri dan sarung hitam tenun (tope) sebutan dari orang kajang yang dijahit sendiri hingga memakan waktu 2 bulan serta sorban hitam yang ada di kepalanya. Hal lain yang diceritakan oleh Ammatoa adalah ketika para warganya melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum oleh hukuman berdasarkan adat kajang sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat. Semakin tinggi tingkat pelanggaran yang dilakukan, maka semakin fatal hukuman yang akan diberikan, berdasarkan kesepakatan para warga dan tentunya oleh Ammatoa. Selain itu, hal lain yang diceritakan adalah tentang perempuan atau gadis kajang yang akan menikah syaratnya adalah para gadis itu harus menguasai untuk memasak dan menenun, karena bagi para masyarakat Kajang, percuma seorang wanita diajak untuk berumah tangga jika dia tidak pandai dalam memasak dan menenun. Saat gadis Kajang ingin menikah kemungkinan calon mempelai lelaki itu juga berasal dari daerah kajang dalam, tapi juga tidak menutup kemungkinan dia mendapatkan jodoh dari luar daerah kajang. Tapi hal menarik yang saya tangkap saat itu adalah, kebanyakan gadis dan lelaki bahkan para warga sekitar Kajang dalam, mereka kurang menimba ilmu pendidikan yang formal di sekolah, mereka hanya mengandalkan ilmu dari kalangan daerah mereka. Tetapi uniknya disini adalah, anak dari Ammatoa atau kepala suku membiarkan anaknya untuk bersekolah diluar daerah kajang dalam untuk menimba ilmu yang lebih tinggi dan membebaskan anaknya untuk memilih aturan atau bahkan tidak mengikuti aturan yang dilakukan oleh ayahnya. Anaknya kebetulan berkuliah di Universitas yang sama dengan saya, dan anaknya pun tidak tinggal di daerah kajang dalam, melainkan dia tinggal di daerah kajang luar. Aturan yang harus diikuti ketika ingin memasuki Kajang dalam, saat kita berjalan dari luar, ketika masuk kita harus melepas alas kaki dan memakai pakaian hitam-hitam. Kajang sudah terkenal di mancanegara, ini dibuktikan dengan adanya turis mancanegara yang juga berkunjung dengan tour guide pada saat saya melakukan ekspedisi disana. Tetapi, nampaknya aturan itu sudah terseleksi oleh alam dan modernitas saat sekarang, orang-orang sudah bisa memakai pakaian dengan warna lain dan sudah bisa menggunakan alas kaki. Tapi saat saya kesana, situasi disana sangat hening, banyak anjing dan pepohonan, tak ada kendaraan dan tak boleh ada kutipan foto dan kamera serta alat modern yang digunakan untuk mengambil gambar. Kita tidak boleh banyak bicara sembarangan dan hanya diam ketika melihat hal-hal aneh. Rumah-rumah warga adalah rumah panggung da di setiap rumah dibawahnya terdapat alat tenun. Intinya kami belajar banyak hal, tentang bagaimana menjaga sebuah ketradisionalan budaya, meghargai budaya laian dan melestarikan budaya atau adat budaya kita. Semoga artikel yang saya buat bermanfaat, dan kita bisa menyadari bahwa warisan budaya yang ada di Indonesia begitu banyak, mari bersama-sama untuk mendata budaya sebagan bukti bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan budayanya dan menjaganya. Terima kasih.

 

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...