|
|
|
|
Drumblek, Kesenian Asli Salatiga Tanggal 09 Aug 2018 oleh OSKM18_19718360_Nasya . Revisi 3 oleh Fandy Aprianto pada 19 May 2020. |
Drumblek dapat dikatakan sebagai salah satu jenis kesenian baru, tetapi cikal bakal dari kesenian tersebut sebenarnya adalah klothekan yang sudah tergolong sebagai budaya lokal dan sudah lama ada dalam masyarakat Jawa. Drumblek dapat digolongkan sebagai seni budaya asli yang berasal dari Salatiga apabila kehadirannya dikatakan sebagai “penyempurnaan” dari budaya klothekan yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi.
Kesenian drumblek pertama kali muncul tahun 1986 di Desa Pancuran, Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga dengan pencetusnya bernama Didik Subiantoro Masruri atau lebih akrab dipanggil dengan Didik Ompong. Ide kreatif Didik muncul ketika Desa Pancuran diminta untuk berpartisipasi mengikuti karnaval Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia. Pada saat itu, acara-acara kesenian memang banyak diselenggarakan di Kota Salatiga. Adapun acara-acara yang dimaksud adalah karnaval, pawai, dan festival budaya.
Didik awalnya memiliki keinginan membentuk drumben agar Desa Pancuran dapat berpartisipasi dalam acara tersebut, tetapi terbentur oleh keterbatasan dana. Setelah berpikir panjang, Didik akhirnya memiliki gagasan unik tetap membentuk drumben dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang masih layak pakai sebagai alat musik pendukungnya, seperti seperti bambu, ember, drum, dan jeriken. Ide Didik tersebut disambut antusias oleh kawan-kawan dan remaja Desa Pancuran. Mulailah mereka bekerjasama mengumpulkan berbagai drum bekas, jerigen minyak, ember, hingga potongan bambu. Setelah semuanya terkumpul, mereka terus berlatih agar mampu tampil dalam karnaval Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia. Pada awal latihannya, suara drumblek jauh lebih berisik ketika ditabuh, bahkan belum membentuk irama lagu. Hal ini dikarenakan semua peralatan yang dipakai menggunakan barang bekas.
Pada perkembangan selanjutnya, nama “drumblek” akhirnya disepakati bersama untuk menyebut temuan kesenian tersebut mengingat alat yang digunakan mayoritas berasal dari drum bekas berbahan seng (bahasa Jawa: blek), sedangkan wadah bagi kesenian drumblek Desa Pancuran pada awal berdirinya diberi nama Drumben Tinggal Kandas, yang kemudian berganti nama menjadi Gempar (Generasi Muda Pancuran).
Keseriusan latihan dari warga Desa Pancuran membuahkan hasil ketika tampil dalam acara Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia. Drumblek dari Desa Pancuran menarik perhatian para penonton, bahkan sampai sekarang menjadi peserta yang dinantikan oleh masyarakat setiap diadakan berbagai acara kesenian di Kota Salatiga. Saat itu, drumblek hadir untuk pertama kalinya sebagai wujud apresiasi terhadap kesenian rakyat. Didik dan warga Desa Pancuran ingin menciptakan sebuah inovasi baru, sekaligus memperkenalkan budaya Kota Salatiga melalui drumblek.
Dengan mengenakan kostum ala kadarnya dan theklek (bahasa Jawa: sandal yang berasal dari kayu), Drumblek Tinggal Kandas mengusung tema yang berbau politik, tetapi dikemas tidak terlalu vulgar, yaitu “jika tak dapatku sumbangkan bunga pada bangsa, sebutir pasir pun jadi”. Ciri tersebut mengantarkan warga Desa Pancuran meraih penghargaan dari MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) untuk kategori pawai menggunakan theklek dengan peserta terbanyak. Desa Pancuran kemudian tidak hanya dikenal sebagai pencetus drumblek saja, tetapi juga dikenal sebagai barisan theklek sebagai ciri khasnya.
Sumber:
Supangkat, Eddy (2014). Drumblek Seni Budaya Asli Salatiga. Salatiga: Kantor Perpustakaan Arsip Daerah Kota Salatiga. ISBN 978-979-7291-37-2.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |