Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Dongeng Kalimantan Selatan Kampung Datar
Dewi Luing Indung Bunga
- 28 Oktober 2017
Alkisah pada zaman dahulu di daerah Kalimantan Selatan pernah berdiri beberapa perkampungan yang saling berdekatan. Para penduduknya sering menebang hutan tanpa menanaminya kembali hingga alam menjadi rusak. Mereka juga sering bertengkar, saling menyakiti, suka merampas hak milik orang lain, dan gemar berfoya-foya.
Beberapa tahun kemudian daerah itu ditimpa bencana kekeringan. Sudah enam bulan hujan tidak turun. Di mana-mana debu beterbangan dan tanah mulai pecah-pecah. Hutan yang dulu subur menghijau, kini pepohonan berubah menjadi meranggas. Hewan penghuni hutan banyak yang mati kehausan. Demikian pula ternak penduduk. Mata air yang ada di kaki bukit mulai mengering dan hanya mengeluarkan tetesan air. Padahal mata air itu merupakan satu-satunya sumber air yang mengairi tanah pertanian mereka. Akibatnya, mereka gagal panen.
Penduduk yang tinggal di tepi sungai pun mulai gelisah. Air bersih semakin sulit didapatkan. Persediaan makanan pun semakin menipis. Di mana-mana terjadi kelaparan. Penyakit juga merajalela. Pemandangan yang terlihat di dusun-dusun sangat menyedihkan. Anak-anak menangis kelaparan, sementara orang tua duduk tak mampu bekerja karena lapar. Setiap hari terdengar berita kematian. Kehidupan penduduk di tepian sungai tersebut sangat memilukan.
Salah satu kampung yang paling parah tertimpa musibah adalah Kampung Datar. Kampung Datar terletak tepat di antara pegunungan yang tanahnya mendatar. Kampung ini dipimpin oleh Datu Beritu Taun yang arif, bijaksana, dan bertanggungjawab. Karena sifat baiknya, Datu Beritu Taun diangkat menjadi pimpinan dari datu-datu yang ada di kawasan tersebut.
Datu Beritu Taun mempunyai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Anak laki-lakinya bernama Antun Kumara Sukma, sedangkan anak perempuanya bernama Dewi Luing Indung Bunga. Antun adalah pemuda yang gagah berani, berbudi baik, dan santun. Dewi Luing Indung Bunga berparas cantik dan halus budi pekertinya. Keduanya adalah anak yang patut dibanggakan. Datu Beritu Taun dan isterinya, Diang Serunai, sangat mencintai kedua anak mereka.
Suatu hari, Datu Beritu Taun mengumpulkan seluruh datu untuk bermusyawarah. "Saudara-saudaraku, kita berkumpul untuk mencari jalan keluar dari masalah kita bersama," Datu Beritu Taun membuka percakapan.
"Maaf Datu Beritu! Sepertinya masalah yang kita hadapi ini dapat diatasi jika kita membuka perkampungan baru," usul salah seorang datu.
"Maaf Datu! Kalau menurut saya, bagaimana kalau kita menggali sumber-sumber air saja?" usul seorang datu lainnya.
Datu Beritu dan beberapa datu lainnya yang hadir di majelis itu sepakat dengan pendapat yang kedua. Akhirnya mereka memutuskan akan menggali sumber-sumber air.
Keesokan harinya, Datu Beritu Taun mengumpulkan seluruh penduduk dari berbagai dusun untuk menggali sumber air yang kering dan mencari sumber air baru. Penduduk terbagi ke dalam beberapa kelompok. Ada yang sibuk menggali sumber air yang sudah ada sebelumnya. Adapula yang sibuk membuat sumber air yang baru. Berhari-hari mereka bekerja keras, namun mata air itu tetap kering. Akhirnya penduduk putus asa dan berhenti menggali.
Para tetua kampung kemudian mengajak para penduduk untuk berdoa meminta hujan. Masyarakat telah bertaubat dan menyerahkan nasib mereka sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap hari dan setiap malam mereka terus berdoa, namun hujan belum juga turun. Mereka pun mulai berputus asa. Di saat penduduk berputus asa, Datu Beritu Taun terus berdoa. Setiap malam ia selalu duduk di kamarnya dan berdoa memohon kesejahteraan bagi rakyatnya. Hingga larut malam datu terus berdoa tanpa kenal lelah.
Suatu malam, karena kelelahan, Datu Beritu tertidur ketika tengah berdoa. Dalam tidurnya ia bermimpi bahwa negerinya akan makmur kembali jika ada salah satu gadis suci yang rela berkorban untuk negerinya. Selesai bermimpi, datu langsung terjaga dan berdoa kembali, "Ya, Tuhan. Terima kasih atas petunjuk-Mu."
Keesokan harinya, Datu Beritu mengumpulkan warganya untuk memberitahukan perihal mimpinya. Setelah mendengar penuturan Datu Beritu Taun, satu persatu warga kembali ke rumahnya. Para orang tua bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai mimpi Datu Beritu Taun. Namun, tak seorang gadis pun bersedia mengorbankan dirinya untuk negeri. Demikian pula sebaliknya, para orangtua pun tidak rela anak gadisnya mengorbankan diri.
Sudah berminggu-minggu pengumuman itu dikumandangkan, namun tak seorang gadis pun bersedia untuk dikorbankan. Datu Beritu menjadi resah, tetapi tidak putus asa. Setiap hari ia terus berdoa siang dan malam. Bahkan sampai lupa memperhatikan kesehatan dirinya. Ia tidak mau makan. Akhirnya, badan datu menjadi kurus dan lemah.
"Maaf, sekarang Abah makan dulu, nanti Abah sakit," bujuk Dewi Luing sambil menyuguhkan makanan kepada Abahnya. Namun, datu tidak menghiraukan tawaran Dewi Luing. Ia tetap terus berdoa dan berharap semoga ada gadis yang rela berkorban demi negerinya.  
Dewi Luing Indung Bunga dan Antun Kumara Sukma merasa sedih melihat abahnya. Mereka dapat merasakan beban dan tanggung jawab abahnya sebagai pemimpin. Dewi Luing mulai memikirkan nasib abahnya. 
"Kaka, Dewi merasa sedih dan prihatin melihat keadaan Abah. Apa yang harus kita lakukan untuk meringankan beban Abah?" tanya Dewi Luing kepada kakanya. 
"Adingku, kita hanya dapat turut berdoa, semoga ada gadis yang akan merelakan dirinya untuk negeri ini, sehingga bencana ini segera berakhir," jawab Antun yang juga tidak dapat berbuat apa-apa.
Pada suatu malam, Dewi Luing tak dapat memejamkan matanya. Pikirannya menerawang memikirkan nasib abahnya dan penderitaan penduduk. Hatinya yang halus tidak tega melihat hal itu berlarut-larut.
"Ya Tuhan, jika memang harus ada gadis yang merelakan dirinya demi kesejahteraan penduduk, hamba rela," bisik hati kecil Dewi. Demi keselamatan penduduk di negerinya, ia bertekad untuk mengorbankan dirinya.
Keesokan paginya, Dewi Luing Indung Bunga berniat menyampaikan maksudnya kepada keluarganya. Ketika Abah, Uma, dan Kakanya telah berkumpul, ia pun mengutarakan keinginannya.
"Abah, Ibu, dan Kaka. Setelah semalaman berpikir, Dewi berketetapan hati akan mengorbankan diri demi kesejahteraan kita bersama," ucap Dewi mantap.
Mendengar penuturan Dewi, ketiganya sangat terkejut dan bersedih hati.
"Benarkah yang kamu katakan itu, anakku?" tanya Abahnya memastikan. 
"Benar Abah. Dewi sudah bertekad bulat untuk berkorban demi negeri ini," jawab Dewi menegaskan kepada abahnya. Meskipun sedih akan kehilangan salah satu anggota keluarganya, namun Abah, Uma dan Kakanya tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusan Dewi Luing tidak dapat diubah lagi.
Pada hari yang telah ditentukan, berkumpullah seluruh penduduk dari beberapa negeri untuk mengikuti upacara pengorbanan Dewi Luing Indung Bunga. Dengan mantap Dewi Luing berjalan ke tengah arena dan mengucapkan salam perpisahan, "Wahai seluruh penduduk negeri, Dewi ikhlas dengan kematian ini, demi kesejahteraan negeri ini. Semoga kalian hidup damai dan makmur. Jika Dewi mempunyai kesalahan, Dewi mohon dimaafkan." Setelah itu, Dewi kemudian duduk dan berdoa dengan khusyuk diiringi doa para datu.
Selesai berdoa, tiba-tiba Dewi terjatuh dan meninggal dunia. Bersamaan dengan itu hujan turun dengan deras. Kemarau panjang pun berakhir. Kehidupan bersemi kembali. Kini, Kampung Datar menjadi kawasan subur dan makmur. Kampung Datar ini terletak di Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Dewi Luing Indung Bunga
 
 
Sumber : http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/22-dewi-luing-indung-bunga

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline