Ritual
Ritual
Sistem Demokrasi Klasik Sulawesi Tenggara Buton
Demokrasi ala Kesultanan Buton
- 4 Maret 2015

Datanglah ke Kota Bau-bau. Di kota kecil inilah komplek kerajaan/Kesultanan Buton berada. Terletak di puncak bukit dan menghadap ke Selat Buton, penduduk setempat menyebutnya keraton dan aura kemegahannya masih terasa nyata.

Namun tidak disangka, dibalik kokohnya benteng kesultanan tercium aroma budaya demokrasi yang luhur. Iklim demokrasi yang telah tercipta di Kesultanan Buton, jauh sebelum Indonesia lahir. Meski ada tiga golongan yang berbeda tugas, Sultan Buton tidak selalu diangkat dari keturunan sebelumnya, melainkan tergantung pada rapat anggota dewan legislatif yang berada di tangan golongan Walaka. Beberapa sultan konon dicopot dan dihukum karena di nilai melakukan pelanggaran.

Budaya dan system demokrasi yang berkembang di kerajaan/kesultanan Buton ditopang dengan dua struktur golongan, yaitu, golongan bangsawan  atau kaomu (pemegang adat dan pengawas pemerintahan yang dijalankan oleh sultan) dan golongan walaka atau rakyat biasa.

Susunan kekerabatan Kaomu terbagi atas 3 golongan yang disebut kamboru-mboru talupalena (tanailandu, tapi tapi dan kumbewaha). Wewenang pemilihan dan pengangkatan sultan berada ditangan golongan walaka. Namun yang menjadi sultan harus berasal dari golongan kaomu. Jadi bisa dikatakan kalau seorang raja dipilih bukan berdasarkan keturunan, tetapi berdasarkan pilihan diantara yang terbaik.

Kelompok Walaka merupakan keturunan dari Sipanjonga  memiliki tugas untuk menentukan bibit unggul untuk dilatih dan di didik sedemikian rupa sehingga para calon raja memiliki bekal yang cukup ketika berkuasa nanti.

Adapun  Sistem pemerintahan kerajaan atau kesultanan Buton dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan : (1) Sara pangka sebagai lembaga eksekutif; (2) Sara gau sebagai lembaga legislative; (3) Sara bhitara sebagai lembaga yudikatif. Beberapa ahli mengklaim kalau system ini sudah muncul seratus tahun sebelum Montesquieu mencentuskan konsep trias politica.

Peraturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi, berlaku sama bagi rakyat jelata hingga sultan. Sebagai bukti dari 38 orang sultan yang pernah berkuasa di Buton 12 diantaranya diganjar hukuman karena melanggar sumpah jabatan, dan hukumannya termasuk hukuman mati. Dari segi kesetaraan gender, kerajaan/kesultanan Buton pernah memiliki raja atau pemimpi perempuan, yaitu Ratu Wa kaa kaa sebagai raja pertama Buton serta ratu Bulawombana raja Buton kedua.

Proses Pemilihan Sultan

Setelah sultan/raja secara de facto maupu de jure kosong  maka langkah yang diambil adalah kelompok syarat mengadakan rapat. Kelompok syarat terdiri sapati, kenipulu, bonto ogena dan sio limbona. Rapat tersebut membahas mengenai pengambilan alat kemulian sultan di kamali atau istana.

Alat tersebut kemudian  dibawa ke Baruga dari baruga diantar ke rumah Bonto Peropa dan disimpan disana sampai pelantikan sultan yang baru tiba, pertimbangannya adalah bahwa pengambilan alat setelah 120 hari wafatnya sultan. 

Tahap selanjutnya adalah menentukan hari diadakannya pencalonan, setelah adanya kesepakatan tentang hari pencalonan, maka menteri besar yang tertua umurnya mengundang kesembilan menteri sio limbona dan satu menteri besar lainnya untuk hadir dalam penentuan calon sultan.

Dalam penentuan calon sultan ini hanya hadir 11 orang,  pertemuan kali ini dipimpin oleh bonto ogena dan calon yang dikemukakan harus dari kalangan bangsawan keturuanan kamboru-mboru talu palena.

Pada pertemuan itu para bonto  dari sio limbona mengemukakan calon mereka pada bonto ogena, nama calon  yang mereka ajukan  boleh lebih dari 1 orang, tetapi kesemuanya maksimum hanya boleh 6 orang, nama calon calon ini mereka jaga secara ketat tidak boleh diketahui orang lain sebelum hari pelantikan sultan tiba.

Pada saat itu mereka juga mempertimbangkan nama calon sultan yang dikehendaki para pembesar kerajaan, tetapi hal tersebut sifatnya tidak mengikat. Artinya, kedua bonto ogena dan kesembilan bonto sio limbona lah yang berhak secara adat menentukan siapa yang nantinya jadi sultan.

Ketetapan yang diambil oleh bonto ogena dikenal dalam adat dengan istilah “ apasoa”  yang artinya “dipaku” atau “diteguhkan”. Nama para calon yang sudah diteguhkan ini perlu dilakukan penyaringan lagi yang dikenal dalam adat dengan istilah “afalia” yang berarti difirastkan.

Kegiatan afalia ini dimaksudkan untuk mendapatkan firasatnya: apakah calon sultan baik atau tidak? Pelaksanaan kegiatan afalia ditentukan dengan melihat petunjuk hari baik atau buruk yang tercantum dalam buku Jaa afara Shadiqi, buku dinamakan demikian karena diyakini merupakan buku dari Ja’far Shadiq.

Prosesi afalia sepenuhnya dilaksanakan di masjid Agung Keraton, dimana Sembilan menteri sio limbona berkumpul. Salah satu diantara mereka melaksanakan sholat dan satunya lagi membuka Al-Qur’an tanpa ditentukan halaman atau juznya.

Setelah  dibuka lalu dihitung berapa banyak huruf ”kh” pada halaman sebelah kanan dan berapa banyak huruf  “sh” pada halaman sebelah kiri. Huruf “kh” menunjuk makna kata khair yang berarti baik, sedangkan “sh” menunjuk kata shar yang artinya buruk. Apabila dalam perhitungan diperoleh lebih banyak sh dari kh maka calon yang bersangkutan lebih banyak buruknya dari pada baiknya, atau sebaliknya. Makan yang dipilih adalah yang lebih banyak kebaikannya.

Namun apabila calon tidak memiliki kecenderung baik atau buruk, maka dilakukan prosesi afalia ulang dengan cara memilih dua calon yang menonjol, baru setelah firasat ulang dilakukan, satu calon dengn hasil yang terbaik dipilih.

Calon yang terpilih ini secara adat masih dirahasiakan dan tidak ada satupun yang mengetahui selain bonto ogena dan bonto sio limbona. Kerahasiaan nama calon terpilih ini disebut dalam adat dengan istilah “ikokompoakana baaluwu o’Peropa” artinya yang dikandung oleh baluwu dan peropa.

Begitulah denyut demokrasi di kesultanan/kerajaan Buton, menerapkan demokrasi tanpa harus menghilangkan kearifan local. Semoga Indonesia bisa belajar darinya. (DAM) 

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline