Terong Penai anak seorang Raja. Raja ini mempunyai istri tujuh orang, yang ketujuh namanya si Bungsu. Sejak lama ketujuh istri raja ini belum mempunyai anak. Untuk itu mereka mencari syarat diberkahi anak. Raja dan istrinya pergi ke dukun dan diberi tahu oleh sang dukun bahwa syaratnya buah kelapa hijau yang bibirnya merah, memanjatnya terbalik, kepala dibawah kaki diatas.
Raja berusaha mencari orang yang bisa memanjat dengan terbalik seperti apa yang dikehendaki oleh sang dukun. Kemudian raja bertemu dengan orang yang dapat mengambil kelapa hijau bibir merah itu.
Diambillah satu biji, maka dimakanlah oleh istri dan raja, tetapi si Bungsu tidak diizinkan memakannya, sebab menurut adat Lampung bahwa anak bungsu atau siapa yang mempunyai sebutan bungsu kekuatannya sedikit sekali, bahkan tidak berkuasa sama sekali. Oleh karenanya si Bungsu tidak diperdulikan. Ketika ke enam istri raja dan raja memakan buah kelapa hijau itu, si Bungsu menyapu di kolong rumah.
Dengan tidak disangka-sangka ia menemukan sisa kelapa yang dimakan mereka tadi. Kemudian dimakan oleh si Bungsu sambil berdo'a.
"Ya Allah Ya Tuhanku ini syarat sudah kumakan, berilah aku keturunan laki-laki atau perempuan." Selesai berdo'a, kira-kira enam bulan si Bungsu hamil. Rupanya kehamilan ini dilihat oleh kakaknya yang enam itu. Maka timbul sifat iri mereka dan seolah-olah mereka ada juga hamil. Perutnya disumpal dengan nampan dari dalam sarungnya, ada juga yang disumpal dengan bantal dan lain sebagainya. Merasa dengki, mereka melaporkannya pada raja, bahwa Bungsu hamil sedang mereka berenam tidak dan menuduh si Bungsu menyeleweng.
Raja marah sekali, kalau si Bungsu hamil, tidak berarti anak si Bungsu itu haram tetapi akan kita uji setelah lahir nanti, akan kita sembelih. Apabila darah anak si Bungsu putih berarti itu adalah anakku, tetapi kalau darahnya merah, berarti itu anak haram dan bukan anakku.
Raja berseru kepada Hulubalang dan rakyatnya mengumumkan kepada mereka sebagai saksi bahwa, apabila anak si Bungsu lahir, akan disembelih untuk melihat darahnya, kalau darahnya putih berarti anak raja, kalau darahnya merah berarti anak haram.
Setelah sembilan bulan, sampailah pada waktunya si Bungsu akan melahirkan. Si Bungsu mohon izin kepada raja supaya menyediakan tempatnya untuk melahirkan. Raja tidak mengabulkan, sebab menyangka anak itu bukan anaknya, karena diperkirakan anak itu anak haram. Menjawab pula keenam istrinya yang lain. "Jangan diberi tempat melahirkan disini, kami tidak rela bila ia melahirkan dirumah ini." Sahut ke enam istri yang jahat ini.
Sampailah hari yang kesepuluh, si Bungsu berjalan dengan diiringi air mata sedih, mencari tempat melahirkan. Akhirnya karena sudah tak tertahan, lalu ia duduk di bawah pohon terong yang cukup tinggi dan besar pohonnya. Si Bungsu melahirkan di bawah pohon terong itu, maka anaknya diberi nama Terong Penai.
Si Bungsu memelihara anaknya dengan susah payah. Untuk mencari makan si Bungsu dan anaknya berkebun didekat terong itu. Didalam kebun itu ditanam pohon kapas sebagai penyambung hidup mereka. Sedangkan raja sudah lama menunggu-nunggu dan mencari dimana si Bungsu melahirkan. Akhirnya diutuslah Hulubalang raja untuk mencari di mana si Bungsu berada.
Mereka keluar hutan masuk hutan maka disatu perkebunan ditemuilah si Bungsu sedang mengasuh anaknya. Hulubalang berkata pada Bungsu bahwa Bungsu disuruh menghadap raja. Waktu itu anaknya berumur 3 bulan. Si Bungsu mengatakan kepada Hulubalang bahwa mereka belum dapat menghadap raja karena sedang berkebun. Hulubalang kembali ke kerajaan dan melaporkan halnya. Raja memerintahkan lagi agar Bungsu dibawa ke istana walau apapun alasannya.
Hulubalang kembali kapada si Bungsu, dan alasan si Bungsu dia sedang menanam kapas. Hulubalang menghadap raja dan menyampaikan bahwa si Bungsu belum dapat menghadap dan menyatakan seterusnya alasan si Bungsu. Pada suatu saat Hulubalang kembali mendatangi si Bungsu dan sekali ini hulubalang menegaskan bahwa ia harus dibawa. Sebelum itu di kerajaan sudah disiapkan pedang terhunus dan kawah dengan air panas, sebab sesampainya anak si Bungsu nanti akan disembelih dan akan dilihat darahnya.
Kalau putih berarti anak raja dan kalau merah berarti anak haram. Waktu menghadap si Bungsu hulubalang berlagu atau bersyair, sebagai berikut:
Kawah sudah kering
Pedang tajam kembali tumpul
Asahan telah habis
Orang yang kumpul sudah pulang
Mendengar syair itu si Bungsu memberitahukan kepada anaknya yakni si Terong Penai yang waktu itu umurnya kira-kira 13 tahun. Kemudian si Bungsu bersyair lagi
Anak kudaku anak
Anak si Terong Penai
Disuruh pulang tidak boleh tidak
Engkau akan disindik
Kawah sudah kering
Pedang tajam kembali tumpul
Asahan sudah habis
Orang kumpul sudah pulang
Dijawab si Terong Penai, Sabar dulu ibu, aku lagi memetik kapas. Kemudian hulubalang memaksa tidak boleh tidak harus ikut dia.
Maka berangkatlah si Bungsu dan Terong Penai menuju istana Raja. Sesampai di istana semua orang telah hadir untuk menyaksikan penyembelihan si Terong Penai. Melihat keadaan yang mengerikan si Terong Penai bersyair:
Bagus engkau lubuk
Batu tempat permainan
Halaman percakapan
Bukan lagi aku yang miliki
Selesai bersyair, maka digiringlah si Terong Penai disaksikan oleh halayak ramai. Terong Penai ditidurkan, kemudian algojo menghunus pedangnya dan ditekankan ke leher si Terong Penai. Bersemburan darah putih dari urat leher si Terong Penai dan akhirnya raja yang menyaksikan darah yang keluar itu berwarna putih, maka raja menangis meraung-raung tertelungkup. Terong Penai akhirnya dilemparkan ke dalam kawah panas yang telah disediakan tetapi belum meninggal.
Merasa panas di dalam kawah, Terong Penai berkata, "Ibu panas bu, tolong kipas bu, aku tak tahan panasnya."
Dijawab oleh ibunya, "Tahan saja Nak, si Terong Penai, ibu tidak berdaya apa-apa, mungkin ini sudah bagian kita." Selesai berkata itu, si Terong Penai menghembuskan nafasnya yang terakhir. Rakyat yang menyaksikan turut bersedih, betapa kejam raja menyembelih anaknya sendiri. Dikuburlah Terong Penai di tempat penguburan.
Sebelum peristiwa penyembelihan ini, Terong Penai sudah ada yang meminangnya. Sesudah bujang yang meminang ini tahu bahwa, Terong Penai meninggal dengan menyedihkan, bujang ini menangis, seolah-olah ingin turut serta dikuburkan. Suatu waktu bujang ini berjalan menuju kuburan si Terong Penai, dengan membawa ayam hutan dan juga tujuh helai lidi kelapa hijau.
Sesampai di kuburan ayam dilepaskan diatas kuburan, dan ayam mencakar-cakar tanah kuburan seolah-olah mencari sesuatu, sedang si bujang ini memukul-mukulkan lidi tadi sebanyak tujuh kali. Tiba-tiba muncullah gadis dari lubang kuburan. Hal ini karena pengaruh ilmu gaib, maka Terong Penai bangkit kembali dari kuburannya, lalu mereka sama-sama bersedih saling berangkulan.
Akhirnya si Terong Penai dibawa pulang oleh tunangannya. Sesampai di rumah dikatakan kepada kedua orang tuanya bahwa ia menemukan gadis ini dan sekaligus menjadi calon istrinya. Kedua orang tua bujang ini menyetujuinya.
Ibu si Terong Penai, yakni si Bungsu setiap harinya menangis terus melamunkan anaknya, ia tak tahu bahwa anaknya masih hidup. Si bujang mencari-cari dimana si Bungsu berada akhirnya ditemuilah ibu si Terong Penai ini dan dibawa oleh si Bujang ke rumahnya.
Dikatakan bahwa si Terong Penai masih hidup dan akan dijadikan istrinya. Si Bungsu memang sudah mengenali wajah dan watak si Bujang ini waktu mereka berkenalan serta mulai mencintai anaknya dahulu. Akhirnya kedua belah pihak saling menyetujui, kemudian mereka merencanakan akan mengawinkan Terong Penai dengan pemuda tadi secara adat. Berlangsunglah perkawinan dengan tidak lupa mengundang raja. Sedang pemuda ini tadi sudah mempunyai persiapan untuk membunuh raja dan keenam istrinya.
Mereka membuat jembatan di atas jurang yang dalam untuk membunuh raja dan istrinya. Perkawinan secara adat itu memakai arak-arakan. Pada waktu arak-arakan berlangsung sebagai penghormatan kepada raja. Raja berjalan mendahului diikuti oleh keenam istrinya.
Pada waktu raja dan enam orang istrinya tiba di jembatan, maka rubuhlah jembatan itu. Raja dan keenam orang istrinya jatuh kedalam jurang yang dalam, meninggallah mereka semua. Si Bungsu dan Terong Penai yang menyaksikan raja dan istrinya menggelepar disertai lumuran darah di dasar jurang, mereka bangga karena dendamnya terbalas.
Terong Penai kembali bersyair ditujukan kepada raja dan istrinya:
Bagaimana coretnya bedak
Begitu pula coretnya kertas
Bagaimana sakitnya saya
Begitu juga sakitnya kalian
Senanglah hati si Terong Penai, hidup rukun dan damai bersama suaminya serta ibunya si Bungsu.
Sumber : Cerita Rakyat (Mite dan Legende) Daerah Lampung, Depdikbud
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...